TANGGAPAN
ATAS TULISAN
“SHALAT
JUM’AT BAGI PEREMPUAN”
Pertanyaan Dari:
Sutarno HD
(disidangkan pada Jum’at 8 Shafar 1429 H / 15 Februari
2008 M)
Pertanyaan:
1. Dengan adanya tulisan
Bapak Drs. H. Ismail Thaib dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 21 tahun
ke-91/1-15 Nopember 2006 tentang Shalat Jum’at bagi perempuan, maka di daerah
timbul dua versi, ada yang mengamalkan sesuai dengan isi tulisan itu, ada pula
yang ragu-ragu dan belum bisa menerimanya. Sehubungan dengan hal tersebut kami
mohon penjelasan dari Majelis Tarjih dan Tajdid, apakah tulisan itu
sepengetahuan Majelis?
2. Sudahkah masalah pada
pertanyaan No. 1 di atas dibahas Majelis Tarjih dan Tajdid?
3. Apakah ada hadits
yang menyebutkan, pada hari Jum’at tidak ada shalat Dzuhur dan yang ada hanya
shalat Jum’at?
Jawaban:
1. Menjawab
pertanyaan No. 1 di atas, dapat kami jelaskan secara singkat bahwa rubrik yang
menjadi tanggung jawab dan diasuh oleh Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah adalah rubrik Fatwa Agama atau Tanya Jawab Agama saja, sedangkan
rubrik-rubrik lainnya sekalipun ditulis oleh anggota Majelis Tarjih dan Tajdid,
Pimpinan Muhammadiyah, maupun tokoh atau ulama Muhammadiyah, tulisan tersebut
menjadi tanggung jawab penulis bersangkutan, bukan menjadi tanggung jawab dan
tidak perlu diketahui terlebih dahulu oleh Tim Fatwa. Oleh sebab itu, tulisan
Drs. H. Ismail Thaib seperti yang saudara maksud adalah menjadi tanggung jawab
beliau sendiri.
2. Mengenai pertanyaan
No. 2, apakah Majelis Tarjih dan Tajdid pernah membicarakan masalah tersebut
(shalat Jum’at bagi perempuan) atau belum, dapat kami jelaskan secara singkat
pula sebagai berikut:
Masalah shalat Jum’at bagi
perempuan sudah pernah dibahas pada forum Musyawarah Nasional Tarjih (Munas
Tarjih) ke-26 di Padang Sumatera Barat tahun 2003. Beberapa dalil yang
dijadikan dasar di antaranya adalah sebagai berikut:
- Firman Allah SWT:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ
وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. [الجمعة
(62): 9]
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [QS. al-Jumu’ah (62): 9]
- Hadits Nabi saw:
عَنْ
طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً
عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ. [رواه أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Thariq ibn Syihab, diriwayatkan dari Nabi saw, beliau
bersabda: Shalat Jum’at wajib bagi setiap orang Muslim dengan berjamaah,
kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.” [HR. Abu Dawud]
عَنْ
أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ
وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ
أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ. [رواه البيهقي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Musa, diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:
Shalat Jum’at wajib bagi setiap orang Muslim dengan berjamaah, kecuali empat
golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.” [HR. al-Baihaqi]
عَنْ
عُمَرَ قَالَ صَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرِ رَكْعَتَانِ
وَالنَّحْرِ رَكْعَتَانِ وَالسَّفَرِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى
لِسَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. [رواه أبو داود و النسائي
وابن ماجه]
Artinya: “Diriwayatkan dari Umar r.a., ia berkata: Shalat Jum’at itu dua rakaat,
shalat Idul Fitri itu dua rakaat, shalat Idul Adhla itu dua rakaat, dan shalat
safar itu dua rakaat, sempurna tanpa dipendekkan, sesuai dengan perkataan Nabi
saw.” [HR. Abu Dawud,
an-Nasa’i dan Ibnu Majah]
Pada Munas Tarjih ke-26
tersebut belum ada kesimpulan mengenai persoalan shalat Jum’at bagi perempuan
ini, karena muncul dua pendapat dan masing-masing mempunyai alasan yang belum
bisa dipertemukan. Pendapat pertama menyatakan bahwa shalat Jum’at bagi
perempuan hukumnya wajib mukhayyar, berdasarkan hadits hadits riwayat
Abu Dawud dari Thariq ibn Syihab dan hadits riwayat al-Baihaqi dari Abu Musa
al-Asy‘ari. Pendapat kedua,
menyatakan wajib ‘ain, berdasarkan keumuman surat Al-Jumu’ah ayat
9 dan hadits riwayat Abu Dawud, Abu Ya’la, an-Nasai, dan Ibnu Majah dari
Shahabat Umar ibn Al-Khathab tentang bilangan rakaat shalat Jum’at dua rakaat
(yang dipahami sebagai tidak ada shalat Dzuhur pada hari Jum’at) serta kedla’ifan
hadits tentang pengecualian shalat Jum’at atas perempuan.
Karena itu, Munas
Tarjih ke-26 menyerahkan masalah tersebut kepada Pimpinan Majelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengkajinya secara lebih mendalam.
Menurut hemat kami,
sementara menunggu keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid, persoalan shalat Jum’at
bagi perempuan dan yang berkaitan dengan itu tidak perlu diperuncing apalagi
sampai timbul perpecahan.
3. Menjawab
pertanyaan No. 3, sebetulnya perlu uraian agak panjang. Tetapi, kalau disingkat
dapat dijawab sebagai berikut:
Bagi orang yang tetap
memegang hadits riwayat Thariq ibn Syihab dan hadits riwayat Abu Musa
al-Asy’ari yang dipandang sebagai takhsis (pengkhususan) ayat ke-9 surat
al-Jumu’ah, maka tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi perempuan. Shalat yang
pokok bagi perempuan adalah shalat Dzuhur 4 rakaat. Tetapi bagi orang yang
berpendapat bahwa kedua hadits tersebut lemah dan berpegang kepada hadits
riwayat Umar r.a., maka pada waktu siang hari Jum’at (waktu Dzuhur), yang pokok
bagi mukallaf baik laki-laki maupun perempuan adalah shalat Jum’at 2
rakaat, bukan shalat Dzuhur 4 rakaat. Hal ini karena hadits riwayat Umar r.a.
yang bernilai shahih tersebut dapat menjadi takhsis ayat ke-9 surat
al-Jumu’ah.
Wallahu a’lam. (*th)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar