Utamakan Shalat Fardlu
Ibadah yang paling sakral dan vital adalah Shalat.
Salah satu buktinya, untuk pensyariatannya saja Allah “merasa” perlu mengundang
Nabi Muhammad ke tempat dimana tak seorangpun boleh masuk termasuk Jibril AS.
Padahal untuk hal-hal yang lain Allah mencukupkan dengan mengutus Malaikat
Jibril AS agar menyampaikan kepada Rasulullah SAW.
Secara khusus pula Allah menyampaikan dalam al
Quran surat Thoha ayat 14:
وَأَقِمِ
ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ
Dirikanlah
Sholat untuk mengingatku.
Namun
demikian ada saja orang yang menafsirkan ayat tersebut dengan menyatakan yang
penting ingat Allah, bahkan secara serampangan mengatakan lebih baik ingat
Allah meski tidak shalat dibanding shalat tetapi tidak ingat Allah. Pernyataan
ini sungguh salah besar, karena bukti seseorang mengingat Allah adalah dengan
apa yang dia lakukan dari praktek shalat. Menafsiri arti DzikruLlah, kitab
Murah Labid menyatakan:
المراد بالذكر نفس الصلاة.
Yang
dimaksud dengan dzikir adalah praktek sholat itu sendiri.
Dari
tafsir diatas dapat dipahami pula bahwa seseorang tidak bisa dianggap ingat
Allah apabila meninggalkan shalat, termasuk mereka yang menggunakan media lain
selain shalat, seperti semedi atau meditasi.
Mungkin
tidak sedikit orang yang mengira merasa sudah sempurna ibadahnya ketika telah
menjalankan ibadah Haji, tanpa melihat kualitas shalatnya yang selama ini
dijalani. Padahal untuk mencapai kemabruran sebuah ibadah haji dibutuhkan
kemampuan menjauhi larangan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah:
من حج هذا
البيت فلم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه
Barangsiapa
menjalankan ibadah haji di baituLlah ini, dan tidak melakukan rafats
(berkata/berlaku kotor) dan tidak fusuq (durhaka/menjalani perilaku fasik),
maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan
ibunya.
Kalimat
suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya inilah
yang dimaksudkan sebagai pahala haji mabrur. Sementara rafats dan fusuq adalah perilaku
mungkarat yang diperintah Allah untuk dijauhi dan ditinggalkan.
Sementara diantara rukun Islam yang lima, hanya
shalatlah yang disebutkan dalam al Quran surat al Ankabut ayat 45 mampu
menjauhkan dan mencegah seseorang dari perilaku rafats dan fusuq:
إِنَّ
ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ
ۗ
Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar.
Mengenai
keadaan seseorang yang selalu menjalankan shalat tetapi ternyata masih saja
perilakunya tidak baik, Rasulullah sebagaimana dijelaskankan dalam kitab Tafsir
Ibn Katsir menjawab pertanyaan para sahabat tentang tafsir dari sebuah ayat,
dengan menyatakan bahwa shalat yang tidak membuat orang yang menjalankan
menjauhi perilaku yang tidak baik maka dia seperti belum menjalankan shalat
alias shalatnya belum diterima.
حدثنا
الحسن عن عمران بن حصين قال: سئل النبي صلى الله عليه وسلّم عن قول
الله: {ٱتْلُ مَآ أُوْحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَـٰبِ} قال: من لم تنهه
صلاته عن الفحشاء والمنكر فلا صلاة له.
Meriwayatkan
hadits kepadaku, al Hasan dari Imran Ibn Hasin dia berkata: RasuluLlah ditanya
tentang ayat…(bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu al kitab……al
ankabut 45) RasuluLlah menjawab: barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya
dari perilaku keji dan mungkar maka tiada shalat baginya.
Dalam
riwayat yang lain disebutkan:
من رواية
عمران وابن عباس مرفوعاً «من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر، لم تزده من الله
إلا بعداً
Dari
riwayat Imran dan Ibn Abbas sebagai hadits marfu’: Barangsiapa yang shalatnya
belum mencegahnya dari perilaku keji dan munkar maka di hadapan Allah dia tidak
bertambah apapun kecuali semakin jauh.
Karena
itu rasanya mustahil bila seseorang yang shalatnya masih terganggu dapat menuai
haji mabrur atau menyempurnakan ibadah yang lain dengan baik. Shalat merupakan
parameter baik buruknya segala macam amal ibadah seseorang, sebagaimana sabda
Rasulullah :
ورواه
الطبراني بسند جيد عن عبد بن قرط بلفظ أول ما يحاسب به العبد الصلاة
ينظر الله في صلاته فإن صلحت صلح سائر عمله وإن فسدت فسدت سائر عمله.
كشف الخفاء. حرف الهمزة
Meriwayatkan
Hadits ini, Imam Tabrani dengan sanad yang baik dari Abd Ibn Qurd dengan
kalimat; Amal seorang hamba yang pertama yang dihisab (dihitung amalnya oleh
Allah) adalah Shalat, Allah melihat shalat seorang hamba, apabila shalatnya
baik, maka baiklah amal-amal yang lain, apabila shalatnya tidak baik/cela, maka
tidak baiklah amal yang lainnya. Kitab Kasful Khofa’. Huruf Hamzah.
Begitu
pentingnya shalat terutama shalat fardlu bagi kita, kita dianjurkan untuk
menambal segala kekurangan dan ketidaksempurnaan shalat yang kita jalani dengan
menjalankan shalat sunnah. RasuluLlah bersabda :
عن أبي هريرة
قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول: «إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الصلاة
المكتوبة، فإن أتمها وإلا قيل انظروا هل له من تطوع، فإن كان له تطوع أكملت
الفريضة من تطوعه. ثم يفعل بسائر الأعمال المفروضة مثل ذلك»
Dari Abu
Hurairah, berkata: saya mendengar RasuluLlah SAW bersabda: Sesungguhnya Amal
seorang hamba yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat lima waktu, Kalau sempurna
(maka dicatat sempurna) kalau tidak maka dikatakan; lihatlah apakah dia
menjalankan ibadah sunnah, apabila dia menjalankan ibadah shalat sunnah maka
sempurnalah kefardluannya tersebab ibadah sunnahnya. Kemudian diperlakukan
seluruh amal lainnya yang fardlu seperti itu.
Begitu
vitalnya ibadah shalat bagi orang Islam, hingga dalam tafsir an Nasafi Juz 1
halaman 39 disebutkan bahwa RasuluLlah menyebut shalat sebagai tiang agama dan
menjadikannya pemisah bagi orang Islam dan kafir.
Kiranya
Dalil-dalil diatas cukuplah memompa diri kita sebagai seorang muslim selalu
memperbaiki mutu shalat kita dengan selalu mempelajari hukum-hukum yang terkait
dengan ibadah shalat dan hal-hal yang menggerakkan hati kita ikut bersujud
seiring sujudnya jasad kita. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar