ANATOMI DAN
DESAIN KURIKULUM
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu: Moh.
Sutomo, M. Pd.
Oleh:
SAIBAN ABAS
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM BUSTANUL ULUM
Jl. Doktren No.
26 Krai-Yosowilangun-Lumajang
Tahun Akademik
2013 / 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II POKOK BAHASAN .......................................................................................... 3
A. Anatomi
Kurikulum ............................................................................................ 3
B. Komponen
Kurikulum ......................................................................................... 4
C. Desain Kurikulum..................................................................................................
10
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17
BAB I
PENDAAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu perangkat yang harus ada dalam suatu lembaga
pendidikan. Kurikulum memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai
tujuan pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun pendidikan agama. Sedangkan tujuan
kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi
masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran yang terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Sedangkan tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan,
kebutuhan dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan
terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat berperan dalam
mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Untuk itu kurikulum
merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran.
Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan menyebabkan kegagalan suatu
pendidikan dan penzoliman terhadap peserta didik.[1]
Dalam hal penyusunan kurikulum, Herman H. Horne[2]
memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum menjadi tiga bahagian, diantaranya
adalah:
1.
Dasar psikologis, digunakan
untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dan kebutuhan peserta
didik (the ability and need of children).
2.
Dasar sosiologis, digunakan
untuk mengetahui tuntutan masyarkat (the legitimate demands of society) terhadap
pendidikan.
3.
Dasar filosofis, digunakan untuk
mengetahui nilai yang akan dicapai (the kind of universe in which we live).
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari anatomi
kurikulum dan apa saja prinsip dalam pengembangan kurikulum?
2.
Apa saja komponen dalam pengembangan
kurikulum?
3.
Apa yang dimaksud dengan desain
kurikulum dan apa saja model desain kurikulum?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan pengertian dari anatomi
kurikulum
2.
Menyebutkan prinsip dalam
pengembangan kurikulum
3.
Menyebutkan komponen dalam kurikulum
4.
Mendefinisikan pengertian desain
kurikulum
5.
Menyebutkan model desain kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Anatomi
Kurikulum
Anatomi berasal dari bahasa Yunani anatomia,
dari anatemnein, yang berarti memotong atau kemudian akan lebih
tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan dengan menggunakan
arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.[3]
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam
system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan
yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga
memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap
siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap
pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas
tertentu.[4]
Anatomi kurikulum dapat dirumuskan menjadi
empat bagian, yaitu, pertama, tujuan yang akan dicapai, kedua proses
dalam pembelajaran, ketiga materi yang akan disampaikan, keempat evaluasi.
Dari keempat rumusan ini saling keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Tujuan yang akan dicapai harus sesuai dengan dengan proses yang akan dilakukan,
materi yang akan disampaikan juga tidak terlepas dari proses dan tujuan akan
dicapai dalam suatu kurikulum. Dengan demikian evaluasi akhir dari rumusan
tersebut terdapat timbal balik yang relevan terhadap pengembangan kurikulum
selanjutnya. Tujuan Akan mengarahkan semua
kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Sedangkan
rumusan tujuan didasarkan kepada: pertama, perkembangan tuntutan,
kebutuhan, dan kondisi masyarakat, kedua, pencapaian nilai-nilai
filosofis terutama falsafah negara (Tujuan Pendidikan Nasional). Lias Hasibuan[5]
mengemukakan beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) Prinsip berorientasi pada tujuan. (2) Prinsip
Relevansi. (3) Prinsip
Efesiensi. (4) Prinsip
Fleksibilitas. (5) Prinsip
Integritas. (6) Prinsip
Kontinuitas. (7) Prinsip
Sinkronisasi. (8) Prinsip
Obyektivitas. (9) Prinsip
Demokratis.
B.
Komponen
Kurikulum
Komponen adalah bagian integral dan
fungsional yang tidak bisa dipisahkan dari suatu system kurikulum, karena
komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan system kurikulum.
Sebagai sebuah system, kurikulum memiliki komponen-komponen. Komponen-komponen
kurikulum dari suatu sekolah dapat didentifikasi secara mudah dengan mengkaji buku
atau dokumen kurikulum itu sendiri. Dari isi dokumen kurikulum dapat diketahui
komponen-komponen apa saja yang membentuk system kurikulum.[6]
Wina Sanjaya[7]
mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu system yang memiliki
komponen-komponen tertentu. Manakala salah satu komponen yang membentuk system
kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka system
kurikulumpun akan terganggu pula. Komponen kurikulum
terdiri dari empat bagian yang saling terhubung dan terkait satu sama lainnya.
Bagian tersebut adalah komponen tujuan, isi kurikulum, motode atau strategi
pencapaian kurikulum, dan komponen evaluasi.
1.
Komponen Pengembangan tujuan
kurikulum. Komponen tujuan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
pengembangan kurikulum. Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.[8]
Wina Sanjaya[9]
mengemukakan beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama,
tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap
upaya pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
dengan demikian perumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang harus ada
dalam sebuah kurikulum. Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat
membantu pengembang kurikulum dalam mendesain model kuriukulum yang dapat
digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system pembelajaran. Ketiga,
tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai control dalam menentukan
batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan menjadi
sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung
terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya[10].
a.
Klasifikasi Tujuan. Menurut Bloom[11]
bentuk prilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskandapat digolongkan kedalam
tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, domain
afektif, dan domain psikomotor.
a)
Domain kognitif. Domain
kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual
atau kemampuan berfikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan
masalah, domain kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu: (a) Pengetahuan (knowledge). (b) Pemahaman. (c) Penerapan. (d) Analisa. (e) Sintesis. (f) Evaluasi.
b)
Domain afektif. Domain
afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan
kelanjutan dari domain kognitif. Krathwohl[12]
mengemukakan bahwa domain afektif memiliki beberapa tingkatan, yaitu: (a) Penerimaan. (b) Merespon. (c) Menghargai. (d) Mengorganisasi. (e) Karakterisasi
nilai.
c)
Domain psikomotor. Domain
psikomotor dalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan
seseorang. Domain ini dapat dibagi kedalam enam bangian: (1). Gerak reflex. (2).
Keterampilan dasar. (3). Keterampilan perceptual. (4). Keterampilan fisik. (5).
Gerakan keterampilan. (6). Komunikasi nondiskursif.
b. Hirarkis Tujuan. Dilihat dari
hirakisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum sampai dengan
tutjuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan yang bersifat
umum sampai dengan bersifat khusus dapat diklasifikasikan menjadi emapat bagian
yaitu: pertama, tujuan Pendidikan Nasional (TPN), mencakup tujuan jangka
panjang, tujuan ideal pendidikan Bangsa Indonesia.[13]
Kedua, Tujuan Institusional (TI), mencakup sasaran pendidikan sesuatu
lembaga pendidikan. Ketiga, Tujuan Kurikuler (TK), mencakup tujuan yang
ingin dicapai oleh sesuatu program studi. Keempat, Tujuan Instrkuksional
atau tujuan pembelajaran (TP), mencakup target yang harus dicapai oleh sesuatu
mata pelajaran.[14]
2.
Komponen Pengembangan materi
kurikulum.
Pengembangan materi kurikulum pada hakikatnya
adalah mengembangkan materi pembelajaran yang diarahkan untuk mencari tujuan
pembelajaran. Materi pembelajaran merupakan perangkat untuk mempermudah
pemahaman suatu materi pembelajaran. Kekeliruan dalam memilih materi
pembelajaran dapat menghamabat proses
pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian komponen
pengembangan materi kurikulum sangat berpengaruh kepada tujuan pembelajaran
yang akan dilakukan dalam kelas. Pemilihan materi ajar dalam kurikulum
merupakan hal mutlak dalam komponen ini.
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah
pengethuan, sikap, dan keterampilan yang harus diketahui dan dimiliki peserta
didik dalam rangka mencapai kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan.[15] Wina Sanjaya[16]
mengemukakan bahwa bahan atau materi kurikulum (curriculum materials) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus
dipahami siswa dalam uapay mencapai tujuan kurikulum. Komponen materi merupakan
bahan-bahan kajian yang terdiri dai ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan
yang dikembangkan kedalam proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan.[17]
Kompenen pengembangan materi yang akan dikembangkan dalam bahan ajar merupakan
factor penting dalam mencapai tujaun yang telah ditentukan. Ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman terhadap siswa tentang apa yang disampaikan oleh seorang
guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat didalam kurikulum yang
sudah tersusun.
Dalam mengembangkan komponen materi,
perlu diperhatikan sumber-sumber pengembangan materi yang dimaksudkan dalam
suatu kurikulum.
1.
Sumber-sumber materi kurikulum.
a.
Masyarakat
sebagai sumber kurikulum. Sekolah
berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup ditenagah-tengah
masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang harus diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum meliputi masyarakat dalam lingkungan sekitar (local), masyarakat
dalam tatanan nasional dan masyarakat global. Sumber-sumber materi kurikulum
selain bersumber dari tatanan kehidupan global dan nasional, materi juga harus
bersumber dari masyarakat sekitar. Secara khusus masyarakat local memiliki
budaya (kearifan local) tersendiri dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Hal
ini cukup penting, karena bagaimanapun juga kearifan local merupakan bahagian
penting dalam memajukan proses pendidikan yang akan diselenggarakan. Disamping
itu juga mengajarkan kepada peserta didik akan pentingnya kearifan local
sebagai Soko Guru kebudayaan nasional.[18]
b.
Siswa
sebagai sumber kurikulum. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan
siswa, yakni:
1) Kurikulum
sebabaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak.
2) Isi
kurikulum sebaikanya mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat
digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna menghadapi kebutuhannya
pada masa yang akan datang.
3) Siswa
hendakanya didorong
untuk belajar berkat kegiatannya sendiri.
4) Apa yang
dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa.[19]
c.
Ilmu pengetahuan sebagai sumber
kurikulum.
2.
Tahap penyeleksian materi kurikulum.
Penyeleksian
merupakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam pengembangan materi
kurikulum. Penyeleksian dimaksud mencakuap: Pertama, identifikasi
kebutuhan (need assesement), Kedua, mendapatkan bahan kurikulum (assess the curriculum materials), Ketiga, Analisis bahan (analyze the materials), Keempat, penilaian bahan kurikulum (appraisal of curriculum materials), Kelima, membuat keputusan mengadopsi
bahan (make anadoption decision).[20]
3.
Jenis-jenis materi kurikulum.
Jenis materi
kurikulum yang haru sdipelajari siswa terdiri dari fakta, konsep, prinsip,
hokum, dan keterampilan. Fakta adalah sifat
atau suatu gejala, peristiwa, benda, yang wujudnya dapat ditangkap oleh panca
indra, sedangkan fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data-data
spesifik (tunggal) baik yang telah maupun yang sedang terjadi yang dapat diuji
atau diobservasi.[21]
4.
Kriteria Penetapan materi kurikulum.
Ada beberapa
pertimbangan dalam menetapkan materi kurikulum yang ditinjau dari sudut siswa,
yakni: Pertama, tingkat kematangan
siswa, Kedua, tingkat pengamalan
anak, Ketiga, tahap kesulitan materi.[22]
3.
Komponen Metode.
Komponen metode dapat dibagai
kedalam dua bahaagian, (a). metode dalam pengertian luas tidak hanya sekedar
metode mengajar saja akan tetapi menyangkut strategi pembelajaran, serta
membangun nilai, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan pada diri anak
didik, (b). metode dalam pengertian sempit adalah berupa penggunaan salah satu
cara dalam mengajar atau belajar.[23]
4.
Komponen Evaluasi.
Evaluasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengetahui hasil pengajaran pada
khususnya dan hasil pendidikan pada umumnya. Selain itu evaluasi juga
berguna bagi perbaikan pengajaran (evaluasi sebagai feed back).[24] Untuk
melihat sejauh mana keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan
evaluasi. Komponen evaluasi merupakan satu komponen yang berhubungan erat
dengan komponen lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi akan menentukan
tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar mengajar.
Penilaian sangat penting, tidak
hanya untuk memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak didik, tetapi juga
suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaharuan kurikulum. Penilaian
dalam arti luas, tidak hanya dapat dilakukan oleh pendidik, namun juga kalangan
masyarakat luas.[25]
C. Desain Kurikulum
Desain kurikulum adalah rancangan, pola atau model.
Mendesain kurikulum berarti menyusun
rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah.
Mendesain kurikulum tidak terlepas dari perencanaan yang matang
dan baik sehingga tujuan yang akan direncanakan dapat dicapai dengan baik pula.
Mike Threlfall menyebutkan, bahwa: “aim
of planning across the curriculum is to balance the needs of children and those
of staff with the necessary systems, procedures and policies in relation to
planning. I have indicated a need to plan thoroughly and carefully but you will
also need to find a place for flexibility, spontaneity and imagination”.[26]
Dengan demikian, desian kurikulum
tidak terlepas dari tujuan perencanaan kurikulum yang menyeimbangkan kebutuhan
anak dan orang-orang yang terlibat dengan sistem yang diperlukan, prosedur dan
kebijakan dalam kaitannya dengan perencanaan. Dalam
mendesain kurikulum, ada beberapa model desain kurikulum yang dapat diutarakan,
yaitu:
1.
Desain Kurikulum Disiplin Ilmu.
Longstreet[27]
mendefinisikan desain kurikulum merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada
pengetahuan (the knowledge centered
desain) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu
model desain ini jiga dinamakan model kurikulum subjek akademis yang
penekananny diarahkan untuk pengembangan intelektual siswa. Ada tiga
bentuk organisisi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu: subject centered desain, learned centered desain, problem centered desain. Setiap desain
kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses pembelajaran
agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setiap desain kurikulum
dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakn proses pembelajaran, karena setiap
desain kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanannya.
a.
Subject
Centered Curriculum. Pada subjek
ini, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang
terpisah, mata pelajaran-mata pelajaran tersebut tidak berhubungan antara satu
dengan yang lainnya. Organisasi bahan atau isi kurikulum pada subjek ini
berpusat pada mata pelajaran secara terpisah, kurikulum ini juga dinamaka separated subject curriculum. [28]
b.
Subject
Correlated Curriculum. Pada organisasi kurikulum ini mata pelajaran tidak disajikan
secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki
kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu
bidang studi (broadfield).
Mengkorelasikan bahan atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, yaitu; 1). Pendekatan
struktural, yaitu pendekatan kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari
berapa mata pelajaran sejenis. 2). Pendekatan
fungsional, yaitu pendekatan yang didasarkan pada pengkajian masalah yang
berarti dalam kehidupan sehari-hari, dan 3). Pendekatan daerah, yaitu pendekatan mata pelajaran ditentukan berdasarkan
lokasi atau tempat.[29]
c.
Integreted
Curriculum. Model
organisasi kurikulum ini tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau
bidang studi, tetapi belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus
dipecahkan, selanjutnya masalah tersebut dinamakan unit. Subject Correlated Curriculum berfungsi untuk mengembangkan siswa
dari segi intelektual dan seluruh aspek yang berkaitan dengan sikap, emosi, dan
keterampilan. Organisasi kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses
kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan
gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.[30]
2.
Desain Kurikulum Berorientasi pada
Masyarakat.
Beauchamp[31] merumuskan
desian kurikulum yang berorientasi pada masyarakan merupakan sebuah desian
kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak didalam kelompok.
Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok social,
harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah. Ada tiga
perspektif desain kuriukulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat,
yaitu:
a.
Perspektif Status Quo (the status quo perspective). Rancangan
kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat
b.
Perspektif Pembaharuan (the reformist perspective). Kurikulum
dikembangkan untuk lebih meningkatkan kwalitas masyarakat itu sendiri.
c.
Perspektif Masa Depan (the futurist perspective). Perspektif
ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi social, yang menekankan
kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan social,
politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan
kepentingan social dari pada kepentingan individu.[32]
3.
Desain Kurikulum Berorientasi pada
Siswa.
Hal yang mendasari desain ini adalah
bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Selanjutnya
Muhaimin[33]
menyebutkan bahwa sebagai objek utama dalam pendidikan, terutama dalam proses
belajar mengajar, peserta didik memegang peranan yang sangat dominan. Dalam
proses belajar mengajar, peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar
melalui penggunaan intelegensia, daya
motorik, pengelaman, kemauan dan komitmennya yang timbul dalam diri mereka
tanpa paksaan. Jadi kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama
perkembangan anak didik. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Kurikulum haru sdisesuaikan dengan
perkembangan anak.
b.
Isi kurikulum harus mencakup
keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dianggap berguna
untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
c.
Anak hendaknya ditempatkan sebagai
subjek belajar yang berusaha untuk belajar sendiri. Artinya siswa harus
didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima
informasi dari guru.
d.
Diusahakan apa yang dipelajari siswa
sesuai dengan minat, bakat dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang
seharusnya dupelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau
dari sudut lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak didik itu sendiri.[34]
Desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, dapat dilihat dalam dua
perspektif, yaitu:
a.
Perspektif
kehidupan anak di masyarakat. Siswa sebagi
sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa
belajar secara riil dari kehidupan mereka di masyarakat. Kurikulum yang
berorientasi pada anak didik dalam perspektif kehidupan di masyarakat,
mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman
belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka
dapat hidup ditengah masyarakat.
b.
Perspektif
Psikologis. Perspektif
ini adalah desain kurikulum yang didasarkan atas pertimbangan terhadap jiwa
peserta didik. Desain kurikulum ini ditujukan untuk kepentingan peserta didik,
karena itu pertimbangan-pertimbangan terhadap kejiwaan peserta didik diabadikan
sebagai salah satu yang penting untuk dipahami dalam proses pelaksanaan
kurikulum.[35]
Dalam persepktif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi pada siswa,
sering juga diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan
yang hanya mengutamakan segi intelektual. Kurikulum humanistic sanagt menekankan kepada adanya hubungan emosional yang
baik antara guru dan siswa. Guru harus mampu membangun suasana yang hangat dan
akrab yang memungkinkan siswa dapat mencurahkan segala perasannya dengan penuh
kepercayaan.[36]
Sedangkan dalam sudut pandang Pendidikan Agama Islam pendekatan humanistic dalam pengembangan kurikulum
bertolak dari ide “memanusiakan manusia”.
Penciptaan konteks yang akan memberi peluang
manusia untuk menjadi lebih human,
untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar
evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan. [37]
4.
Desain Kurikulum Teknologis.
Pendekatan teknologis dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis
tugas (job analysis).[38]
Model desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode,
dan bahan-bahan yang dianggap dapat
mencapai tujuan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu sisi penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai
suatu sistem.[39]
Kurikulum teknologi, banyak
dipengaruhi ekologi belajar behavioristik. Salah satu
cirri dari belajar ini adalah menekankan pada pola tingkah laku yang bersifat
mekanis seperti yang digambarkan dalam teori
Stimulus Respon. Kurikulum ini memiliki karakteristuk sebagai berikut:
a.
Belajar dipandang sebagai proses
respons terhadap rangsangan.
b.
Belajar diatur berdasarkan
langkah-langkah tertentu dengan jumlah tugas yang harus dipelajari.
c.
Secara khusus siswa belajar secara
individual, meskipun dalam hal-hal tertentu, bisa saja belajar
secara kelompok.[40]
Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi teknologi
kurikulum hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Kesadaran akan tujuan, artinya siswa
perlu memahami bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan.
b.
Dalam pembelajaran siswa diberi
kesempatan mempraktekkan kecakapan sesuai dengan tujuan.
c.
Siswa perlu diberi tahu hasil yang
telah dicapai. Dengan demikian siswa perlu menyadari apakah pembelajaran sudah
dianggab cukup atau masih perlu bantuan.[41]
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, serta keterlibatan siswa
secara penuh dalam proses
belajar mengajar, maka tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai sesuai dengan
yang diinginkan. Namun disisi lain guru sebagai perencana dan pendesain
kurikulum tentunya haarus mengetahui keadaan sekolah secara umum dan keadaan
siswa secara khusus.
BAB III
KESIMPULAN
Anatomi
berasal dari bahasa Yunani anatomia, dari anatemnein, yang
berarti memotong atau kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini
kita sebut atau kita artikan dengan menggunakan arti struktur atau susunan
atau juga bagian atau komponen
Beberapa
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) Prinsip berorientasi pada tujuan. (2) Prinsip
Relevansi. (3) Prinsip
Efesiensi. (4) Prinsip
Fleksibilitas. (5) Prinsip
Integritas. (6) Prinsip
Kontinuitas. (7) Prinsip
Sinkronisasi. (8) Prinsip
Obyektivitas. (9) Prinsip
Demokratis
Komponen
kurikulum terdiri dari empat bagian yang saling terhubung dan terkait satu sama
lainnya. Bagian tersebut adalah komponen tujuan, isi kurikulum, motode atau
strategi pencapaian kurikulum, dan komponen evaluasi.
Desain
kurikulum adalah rancangan, pola atau model. Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan
misi sekolah
Dalam
mendesain kurikulum, ada beberapa model desain kurikulum yang dapat diutarakan,
yaitu: (1) desain kurikulum disiplin ilmu. (2) desain kurikulum berorientasi pada
masyarakat. (3) desain kurikulum berorientasi pada
siswa.,
(4) desain kurikulum teknologis
DAFTAR PUSTAKA
Al Musanna. 2010, Revitalisasi
Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif. dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional.
Al-Syaibani, Oemar Muhammad Al-Toumy. 1979, Filsafat Pendidikan Islam. diterjemahkan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang,.
Al-Syaibani, Oemar Muhammad Al-Toumy. 1979, Filsafat Pendidikan Islam. diterjemahkan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang,.
Beauchamp. 2010, Curriculum
Theory. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan
Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarata: Kencana Media Group,
Bloom,
Benajamin S., 1964, Taxonomy of
Education Objective: Cognitive Domain, New York:
David McKay.
Faizin,
Muhammad. Anatomi dan Desain Kurikulum. dalam
http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html, tanggal 15 April
2011
Hasibuan,
Lias. 2010. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta:
Gaung Persada Press.
Idi,
Abdullah, 2007, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Jogjakarta: Arruzz Media.
Krathwohl,
dkk., 2010, Taxonomy of
Education Objectives: Affective Domain. dalam Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana
Media Group.
Longstreet,
Harold G., dkk., 2010, Curriculum
for Millenium. dalam Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori
dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarata: Kencana Media Group.
Maunah,
Binti, 2009, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, Jogjakarta:
Teras.
Muhaimin, 2010, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Muhaimin, 2010, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Munir, 2008, Kurikulum
Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi, Bandung: Alfabeta.
Norne,
Herman H. dalam. Ramayulis dan Samsul Nizar. 2010, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam
Mulia, Cet. 2.
Ramayulis
dan Samsul Nizar, 2010, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, Cet. 2.
Sanjaya, Wina, 2010, Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, cet. 3.
Threfall,
Mike, 1997, Planning
Across the Curriculum, dalam Kate
Ashcroft and David Palacio, Implementing
the Primary Curriculum, A Teachers Guide, Washington
DC: The Falmer Press.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), Jakarta:
Sinar Grafika.
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, 2010, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, Cet. 2, hal. 194.
[2]Herman H. Norne, dalam Ramayulis dan
Samsul Nizar, 2010, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, Cet. 2, hal. 195.
[3] Muhammad Faizin, Anatomi
dan Desain Kurikulum, dalam http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html,
tanggal 15 April 2011.
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran, 2010, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, cet, 3, hal. 31.
[5] Lias Hasibuan, 2010, Kurikulum
dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press, hal. 86-87.
[8] Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Jakarta: Sinar Grafika.
[11] Benajamin S. Bloom, 1964, Taxonomy of
Education Objective: Cognitive Domain, New York: David
McKay, hal. 89.
[12] Krathwohl, dkk, Taxonomy of Education Objectives: Affective Domain, dalam, Wina
Sanjaya, 2010, Kurikulum dan
Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Jakarata: Kencana Media Group, hal. 104.
[13] Muhammad Faizin, Anatomi dan Desain,
dalam http://faizhijauhitam.blogspot.com/2009/10/anatomi-kurikulum.html, tanggal
15 April 2011.
[15] Munir, 2008, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi, Bandung: Alfabeta, hal. 61.
[18] Al Musanna, 2010, Revitalisasi
Kurikulum Muatan Lokal untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, hal. 245.
[25] Abdullah Idi, 2007, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Jogjakarta: Arruzz Media, hal. 57.
[27] David Palacio, 1997, Implementing
the Primary Curriculum. A Teachers Guide, Washington DC: The Falmer Press, hal. 28.
[28] Harold G. longstreet, dkk, 2010, Curriculum
for Millenium, dalam,
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarata: Kencana Media Group, hal. 64.
[32] Beauchamp, 2010, Curriculum
Theory, dalam,
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarata: Kencana Media Group, hal. 67.
[34] Muhaimin, 2010, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, hal. 121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar