Kamis, 24 April 2014

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KONTEKS KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN



PAI DALAM KONTEKS KTSP

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah Materi PAI

Dosen Pengampu: Fatimatus Zahroh, M.Pd.I






Oleh:
SAIBAN ABAS




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUSTANUL ULUM
Jl. Doktren No. 26 Krai-Yosowilangun-Lumajang
Tahun Akademik 2013/2014

DAFTAR ISI

DAFTAR   ISI
BAB I  PENDAHULUAN .............................................................................  1
A. Latar Belakang ................................................................................  1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................  1
C. Tujuan ..............................................................................................  1
BAB II  PEMBAHASAN ...............................................................................  2
           Contextual Teaching and Learning (CTL)............................................. 4
BAB III  KESIMPULAN ...............................................................................  6
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................  7


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 secara tegas dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Setiap lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi wajib memasukkan pendidikan agama sebagai muatan kurikulum. Pasal 37 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.[1]
Namun pendidikan agama Islam (PAI), secara umum belum mampu berkontribusi positif terhadap peningkatan moralitas dan spritualitas khususnya di kalangan peserta didik. Sebenarnya kesalahannya tidak semata-mata terletak pada materi pendidikan agama Islam, tetapi terletak pada cara dan implementasinya di lapangan. Peserta didik selalu diarahkan pada penguasaan teks-teks yang terdapat dalam buku pengajaran, mereka selalu dihadapkan pada pertanyaan dan hapalan kulit luarnya saja (ranah kognitif), sedangkan substansinya berupa penanaman nilai-nilai agama hilang begitu saja seiring dengan bertumpuknya pengetahuan kognitif mata pelajaran yang ada di sekolah.[2]

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana konteks PAI di dalam KTSP?

C.    Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat menjelaskan PAI dalam konteks KTSP
BAB II
PEMBAHASAN

Di Indonesia pendidikan Agama telah lama memiliki landasan yang sangat kokoh bila dilihat dari sudut perundang-undangan. Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 3  dengan tegas mengamanatkan kepada pemerintah agar mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan  bangsa yang diatur dengan undang-undang. Sejalan dengan maksud Undang-Undang Dasar tersebut, UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2). Demikian juga tujuan tersebut terdapat pada Undang-Undang No. 20  Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 30 dinyatakan bahwa penyelenggaraan Agama wajib  pada semua satuan pendidikan.
Berdasarkan landasan tersebut di atas Pendidikan Agama Islam pada SMP sangatlah  urgensi kedudukannya bagi kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, Sebagai guru agama Islam wajib mengembangkannya sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia sejak tahun 1947–1968 yang dikenal dengan kurikulum yang berbasis gotong royong demokratis terpimpin tidak memuaskan, kemudian pada tahun 1975 yang bersifat integrated curriculum organazation tidak juga memuaskan, kemudian berubah lagi  dengan  adanya kurikulum  1984 yang bersifat content based curriculum juga tidak memuaskan. Dan yang terakhir dimunculkan lagi dengan adanya kurikulum 1994 yaitu kurikulum berbasis materi (object based curriculum),  akan tetapi disempurnakan lagi dengan kurikulum 2004 yang sering kita kenal dengan Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK). Dan yang terakhir kurikulum Tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu kurikum yang bersifat competency based curriculum.
KTSP merupakan kelanjutan atau revisi  dan pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi atau KBK. KTSP lahir karena masih dianggap sarat dengan bebab belajar dan pemerintah pusat (Depdiknas)  masih dipandang  banyak intervensi dalam pengembangan kurikulum, karena itulah beban belajar siswa dikurangi, diharapkan kepala sekolah/madrasah, guru dan komite sekolah/madrsah diberi kewenangan penuh dalam membuat kurikulum tingkat satuan pendidikan masing-masing dengan standar yang sudah ada.
Pengembangan PAI  melalui KTSP pada dasarnya  mengacu pada standar pendidikan Nasional dalam menjamin pencapaian tujuan Pendidikan nasional. Standar Nasional pendidikan  ini terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan, diantaranya yang terdapat pada pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang berbunyi : “….. bertujuan untuk berkembangnyta potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dalam mengembangkan kurikulum KTSP khususnya Pendidikan Agama Islam perlu diperhatikan prinsip-prinsip  sebagai berikut : Pertama, prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pesertya didik dan lingkungannya. Hal ini dimaksudkan agar  tidak ada lagi beban yang dirasakan oleh peserta didik  sehingga keberhasilan pembelajaran dan pendidikan  di sekolah akan dapat dicapai. Kedua, prinsip  beragam dan terpadu. Prinsip ini tidak lain  hanya bertujuan untuk memadukan kepentingan siswa yang beragam latar belakangnya baik sosial, ekonomi dan lingkungan serta IQ-nya. Ketiga, prinsip tanggap terhadap perkembangan  ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni. Kurikulum KTSP sangatlah cocok dengan perkembangan dan kemajuan tehnologi sekarang ini sehingga kemajuan IPTEK  bisa dimanfaatkan dalam menunjang keberhasilan pembelajaran di sekolah, sebagai contoh penggunaan eleltronik seperti VCD dalam pembelajaran Al-Qur’an.. Perinsip yang keempat adalah prinsip relevan dengan kebutuhan kehidupan, misalnya di lingkungan siswa masyarakat sangat memerlukan orang-orang yang bisa menyelenggarakan jenazah, maka otomatis di sekolah wajib diajarkan tentang penyelenggaraan jenazah. Prinsip yang kelima, adalah prinsip menyeluruh dan berkesinambungan. Maksudnya adalah keseluruhan materi pengajaran harus dilaksanakan secara menyeluruh dan integral serta terus menerus,. Sehingga akan terwujud  tujuan yang kaffah juga. Sebab agama Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip ini. Prinsip  yang keenam, adalah  prinsip belajar sepanjang hayat atau yang dikenal dengan Long life education. Hal ini dimaksudkan bahwa kurikulum ini tidak hanya sekadar pada tingkat satuan pendidikan satu saja, akan tetapi diterapkan pada  semua lini. Kalau perlu sejak pra sekolah. Sebagaimana ajaran Islam “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai  ke liang lahat”. Yang terakhir adalah prinsip seimbang antara kepentingan nasional dengan kepentingan daerah. Hal ini memperjelas bahwa tidak ada perbedaan antara kepentingan daerah dengan kepentingan Nasional.
Jadi pada intinya pengembangan kurikulum KTSP  dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK), karena setidak-tidaknya mempunyai beberapa ciri atau karakter KBK ditemukan lagi dalam KTSP, bahkan mungkin dapat dikatakan sebagai penyempurnaan, karena ada ciri baru pada KTSP yang masing remang-remang dalam KBK. Pertama, Komponen silabus harus bersifat menyeluruh artinya silabus itu mencakup keseluruhan ranah kompetensi yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Kedua, Sistem penilaian masih meneruskan konsep KBK yaitu penilai berbasis kelas yang mengevaluasi hasil belajar siswa berdasarkan kompetensi dasar yang ditetapkan yang  yang meliputi ketiga ranah di atas. Ketiga, KTSP tetap memperhatikan keragaman peserta didik, karena itu semua komponen silabus yang dikembangkan disekolah  harus mengakomodasi keragaman siswa, pendidik serta dinamika perubahan yang selalu berproses  dan tuntutan masyarakat yang dinamis.

Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pengembangan kurikulum KTSP  secara sederhana juga harus menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan CTL ini  adalah pembelajaran  setiap pokok bahasan dikaitkan kepada kehidupan nyata, dihubungkan dengan dunia sekitar yang dikenal, yang telah diakrabi oleh peserta didik. Tidak terkecuali dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam  harus juga menggunakan pendekatan CTL ini.
Peran seorang guru PAI  harus menjadi penting dalam pemberi kemudahan atau fasilitor bagi siswanya yang berupaya menemukan kasus-kasus kehidupan dunia sekitar yang terkait erat dengan substansi pembelajaran dan pengajaran yang sedang dihadapi.
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam misalnya, seluruh substansi pembelajaran dan pengajaran  hasrus bisa dikontekskan dengan kehidupan nyata sehari-hari yang diketahui dan bahkan yang dialami oleh peserta didik. Ambilah sebagai contoh pemahaman tentang kebersihan sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW. “Kebersihan itu  adalah sebagian dari iman”. Bagaimanakah membumikan konsep ini sehingga menjadi pembelajaran  dan pengajaran yang aktual dan kontekstual? Pembelajaran  dan pengajaran dengan pendekatan kontekstual, merupakan upaya menjauhkan situasi verbalisme tanpa pemahaman,  yang didukung oleh pemahanan hidup. Dan disinilah peran guru Agama Islam khususnya pada SMP untuk mengkonstekskan seluruh materi kepada yang aktual dan relevan yang dihadapi oleh siswanya dalam masyarakat.














BAB III
KESIMPULAN

Pengembangan PAI  melalui KTSP pada dasarnya  mengacu pada standar pendidikan Nasional dalam menjamin pencapaian tujuan Pendidikan nasional. Standar Nasional pendidikan  ini terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan, diantaranya yang terdapat pada pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang berbunyi : “….. bertujuan untuk berkembangnyta potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.


















DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd. Rachman, 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mas’ud, Abdurrahman, 2002, Menggagas Format Pendidikan Non Dikotomik, Yogyakarta: Gama Media.
Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kusmana dan JM Muslimin (eds). 2008, Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta: IISEP bekerja sama dengan Diktis Depag RI.
Nasr, Said Husein, 1986, Science and Civilization in Islam, terj. J. Mahyuddin, Bandung: Pustaka.
Rahman, Fazlur, 1984, Islam and Modernity, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago: The University of Chicago Press.
Syalabi, Ahmad, 1983, Al-Tarikh Al-Islam Wal Hadarah Al-Islamiyah, Kairo: Maktabah Al-Nahdah Al-Mis\riyah.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


[1]Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[2] Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Fadilatama, 2011), 85.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar