BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga pemerintah menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Setelah itu
adanya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan
pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan
delapan standar nasional pendidikan, salah satunya memuat standar isi yang
didalamnya mengatur tentang pengembangan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, kami merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pendekatan pengembangan Kurikulum jika dilihat
dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi
kurikulum, orientasi penyusunan kurikulum?
2. Bagaimanakah penerapan model-model pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana prosedur umum pengembangan kurikulum?
4. Bagaimanakah fungsi dari kurikulum muatan lokal?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Pendekatan pengembangan Kurikulum jika dilihat dari sudut
pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum,
orientasi penyusunan kurikulum;
2. model-model pengembangan kurikulum;
3. prosedur umum pengembangan kurikulum;
4. pengertian kurikulum Muatan Lokal.
D. Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini
disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara
praktis. Secara teoretis makalah ini berguna sebagai mengetahui pendekatan,
model, dan prosedur pengembangan kurikulum. Secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi:
1. penulis, sebgai wahana penambah pengetahuan dan konsep
keilmuan khususnya tentang konsep pendekatan, model, dan prosedur pengembangan
kurikulum;
2. pembaca, sebagai media informasi tentang konsep pendekatan,
model, dan prosedur pengembangan kurikulum baik secara teoretis maupun secara
praktis.
E. Metode Penelitian
Metode yang
digunakan penulis pada makalah ini yaitu menggunakan metode kepustakaan, yaitu
mencari sumber dari buku atau media, baik konvensional maupun elektronik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum.
1. Sudut pandang kebijakan pengembangan
kurikulum.
Somantrie ( dalam http://dedyamrilismail.blogspot.com)
menyatakan bahwa analisis kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan melalui
beberapa tahapan, yaitu :
a.
Analisis kebutuhan.
b.
Merumuskan kebutuhan dan desain kurikulum.
c.
Menyusun kurikulum, yang memanfaatkan pengalaman atau kajian para ahli
kurikulum. Untuk itu dalam menyusun kurikulum perlu ditelaah tiga sumber
penentuan tujuan yang harus dicapai sekolah.
d.
Unsur yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Nana Syaodih Sukmadinata (Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek, 2011, p. 155)
mengemukakan”…dalam mengembangkan kurikulum banyak pihak yang berturut
berpartisipasi, yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru guru dan orang tua murid serta
tokoh-tokoh masyarakat”.
a.
Administator Pendidikan
Terdiri atas
direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor
wilayah, kepala kantor kabupaten, dan kecamatan serta kepala sekolah.
b.
Para ahli
Terdiri dari
ahli pendidikan, ahli kurikulum, dan ahli bidang studi/ disiplin ilmu.
c.
Peranan Guru
Guru sebagai
perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum di kelasnya. Dia juga mengolah
dan meramu kembali kurikulum dari pusat yang disajikan di kelasnya.
d. Orang
tua murid
Dalam hal
ini tidak semua orang tua berperan aktif hanya saja orang tua yang cukup waktu
dan latar belakang yang memadai. Orang tua dan guru ini saling bekerjasama.
Orang tua mengamati perkembangan anaknya di rumah. Jadi pada intinya orang tua
itu juga sangat berpengaruh untuk pelaksanaan Kurikulum berjalan dengan
sepenuhnya.
e.
Tokoh- tokoh masyarakat
Mungkin sama
saja seperti orang tua di rumah. Karena Orang tua serta tokoh-tokoh masyarakat
ini berada di luar sekolah namun tetap saja peran orang tua lebih kuat dari
tokoh-tokoh masyarakat.
f.
Beberapa pengaruh terhadap pengembangan kurikulum.
Menurut Dedy
Amril Ismail (Ismail, 2009) menurutnya,
“pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara langsung
maupun tidak. Pengaruh langsung misalnya datang dari lembaga eksekutif dan
legislatif yang mempunyai kepentingan dengan kurikulum. Pengaruh tidak langsung
datang dari masyarakat yang merasa langsung atau tidak langsung terlibat atau
mempunyai kepentingan”.
2. Sudut pandang kebijakan pengorganisasian
isi kurikulum.
Pengorganisasian kurikulum berkenaan penjurusan dan
ada juga yang berkenaan dengan isi kurikulum atau bahan ajar. Pengorganisasian
isi kurikulum yang biasa, yaitu yang dikelompokan berdasarkan mata pelajaran
atau biasa disebut seprated subject curriculum, dan juga pengorganisasian yang
bersifat terpadu.
Menurut Rusman (Rusman,
2009, p. 27), “…organisasi kurikulum harus mempertimbangkan dua hal:
pertama, berguna bagi siswa sebagai individu yang dididik dalam menjalani
kehidupannya dan kedua, isi kurikulum tersebut harus siap untuk dipelajari
siswa”. Organisasi isi kurikulum dilandasi oleh landasan logis dan psikologis.
3.
Sudut pandang orientasi penyusunan kurikulum.
Menurut Sukadinata
(Musthofa, 2012), ”…mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah
penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement)”. Pengembangan
kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar,
struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran,
hingga pedoman pelaksanaannya. Hal lain
yang berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun pusat
menjadi rencana dan persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh
guru, seperti penyusunan Rencana Tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan
sebagainya.
B. Model-model
Pengembangan Kurikulm.
1.
Pengembangan Kurikulum Model Humanistik
Mempertinggi harkat
manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar
pengembangan program pendidikan. Peserta didik menjadi subjek yang pusat
kegiatan pendidikan, agar mempunyai kemampuan, potensi dan kekuatan untuk
berkembang. Tugas pendidik hanya menciptakan situasi yang permisif dan
mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.
Kurikulum model humanistik menjadikan manusia yang bisa menciptakan unsur
kreativitas, spontanitas, kemandirian, kebebasan, aktivitas, pertumbuhan diri, termasuk
keutuhan anak sebagai keseluruhan, minat, dan motivasi intrinsik.
2.
Pengembangan Kurikulum Model Subjek Akademik
Dalam menyusun kurikulum atau program
pendidikan didasarkan pada sistemisasi disiplin ilmu masing-masing.
Pengembangan kurikulum subjek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih
dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang
diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Model kurikulum ini
sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat
intelektual.
3.
Pengembangan Kurikulum Model Rekonstruksi Sosial
Dalam menyusun kurikulum atau program
pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat,
selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara
secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum model ini difokuskan pada
problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber
dari aliran pendidikan interaksional.
4.
Pengembangan Kurikulum Model Teknologis (Sistemis)
Kurikulum sebagai model teknologi
pendidikan menekankan pada penyusunan program pengajaran dan rencana pelajaran
dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini dapat menggunakan
sistem saja, atau juga dengan alat atau media. Dalam konteks kurikulum model
teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek, yakni hardware berupa
alat benda keras seperti proyektor, TV, LCD, radio, dan sebagainya, dan software berupa
teknik penyusunan kurikulum, baik secara mikro maupun makro.
Model-model pengembangan kurikulum menurut
beberapa ahli kurikulum:
1.
Model Ralph W. Tyler
Menurut Tyler ada empat tahap yang harus
dilakukan untuk pengembangan kurikulum
a.
Menentukan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan harus menggambarkan
perilaku akhir peserta didik setelah mengikuti program pendidikan, sehingga
tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas agar mempermudah tujuan untuk
dicapai. Arah penentuan tujuan pendidikan ada lima faktor, yaitu: pengembangan
kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, sikap kemasyarakatan, minat
peserta didik, dan sikap sosial.
b.
Menentukan proses pembelajaran
Aspek yang harus diperhatikan dalam
penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang peserta didik.
Dalam proses pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan atau sumber belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sehingga menjadi perilaku yang utuh.
c.
Menentukan organisasi pengalaman belajar
Di dalamnya harus mencakup tahapan-tahapan
belajar dan isi atau materi belajar. Pengorganisasian pengalaman belajar bisa
dilakukan baik secara vertical maupun horizontal, serta memperhatikan aspek
kesinambungan.
d.
Menentukan evaluasi pembelajaran
Jenis penilaian yang akan digunakan, harus
sesuai dengan sifat dari tujuan pendidikan, materi pembelajaran, proses belajar
yang telah ditetapkan sebelumnya, serta prinsip-prinsip evaluasi yang ada.
2. Model John D. Mc Neil
Menurut John D. Mc Neil ada empat macam
konsep kurikulum, yaitu:
a.
Kurikulum Humanistik
b.
Kurikulum Rekontruksi Sosial
c.
Kurikulum Teknologi
d.
Kurikulum Subjek Akademik
3. Menurut Peter F. Olivia
Perencanaan kurikulum terjadi pada
berbagai tingkatan. Kurikulum dapat terlibat pada beberapa tingkat kurikulum
dalam waktu yang sama. Guru yang terlibat dalam perencanaan kurikulum di
tingkat kelas, guru juga yang paling berpartisipasi dalam kurikulum. Tingkat
perencanaan di mana fungsi guru dapat dikonseptualisasikan sebagai sosok yang
ditunjukkan.
C. Prosedur
Umum Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama yaitu Pedoman
Kurikulum dan Pedoman Instriktusional.
1.
Pedoman Kurikulum
Pedoman
kurikulum merupakan sebuah susunan untuk menentukan garis besar dari kurikulum
tersebut. Dalam pedoman kurikulum meliputi :
a. Latar Belakang, berisi tentang
rumusan falfasah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran,
rasional bidang study atau mata kuliah, serta struktur organisasi bahan
pelajaran.
b. Silabus, mata pelajaran secara lebih
terperinci yang diberikan yaitu ruang lingkup dan urutan penyajiannya.
c. Desain Evaluasi, strategi refisi
atau perbaikan kurikulum mengenai bahan pelajaran dan organisasi bahan dan
strategi instruksionalnya.
2.
Pedoman Instruktional
Pedoman
Instruktional bersubjek kepada pihak pengajar. Pengajar tersebut menguraikan
isi dari pedoman kurikulum hingga lebih mendetail. Hal ini berfungsi agar
kegiatan belajar mengajar benar-benar bersumber dari pedoman kurikulum.
D. Kurikulum
Muatan Lokal
Di Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman adat
istiadat, tata cara, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dan lain-lain
merupakan salah satu ciri khas yang memperkaya nilai kehidupan bangsa
Indonesia. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan sangat
diarahkan untuk menunjang dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan setiap siswa. Di mana sekolah tempat program
pendidikan yang merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun
mata pelajaran yang berbasis muatan lokal. Di mana mata pelajaran ini pun
dilandasi oleh badan hukum berupa undang-undang dan peraturan sebagai berikut, UU No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah, undang-undang Republik Indonesia No 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional pasal 37 ayat (1) dan pasal 38 ayat (2), dan peraturan pemerintah
Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Kita ketahui
bahwa pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Adapun KTSP yaitu kurikulum oprasional yang disusun dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP juga terdiri atas tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan , kalender pendidikan dan silabus. Kedua pengertian di atas sangat
erat dan penting terhadap mata pelajaran di setiap satuan pendidikan
salahsatunya mata pelajaran muatan lokal. Kurikulum muatan lokal merupakan
langkah strategis bidang pendidikan formal dalam mengembangkan sumber daya
manusia, untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dalam
mengelola seluruh potensi yang dimiliki
Adapun
tujuan umum mata pelajaran muatan lokal ini adalah dapat menjadi acuan bagi
satuan pendidikan mulai dari SD sampai SMA/SMK. Tujuan khususnya adalah untuk
bekal pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa agar mereka memiliki
wawasan yang lebih besar tentang keadaan lingkungan, kebutuhan dan nilai-nilai
yang berlaku di daerahnya serta bisa membangun pembangunan nasional.
Muatan lokal
merupakan salah satu kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompetensi siswa
yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah yang materinya tidak dapat
dikelompokan kedalam mata pelajaran yang ada. Muatan lokal juga merupakan
bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada standar isi di
dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional
sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum
nasional. Suatu sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal
setiap semester hal ini berarti dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
dua mata pelajaran muatan lokal.
Ruang
lingkup muatan lokal meliputi keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah
disini dimana di daerah tersebut pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan
alam, sosial, ekonomi dan budaya. Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang
diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup
dan peningkatan sumber daya manusia yang di sesuaikan dengan arah perkembangan
daerah serta potensi yang bersangkutan. Oleh karena itu mta pelajaran muatan lokal
sangat berguna bagi suatu daerah.
Pengembangan
mata pelajaran muatan lokal dengan
memberlakukan KTSP yang membawa dampak bagi sekolah dalam melaksanakan KBM
sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajara sudah mempunyai
kopetensi dan kompetensi dasar. Sementara itu untuk mata pelajaran muatan lokal
yang merupakan kegiatan kulikuler yang harus di ajarkan di kelas tidak
mempunyai kopetensi dan kopetensi dasarnya. Pembangunan kopetensi dan kopetensi
dasar untuk muatan lokal bukanlah pekerjaan yang mudah karena harus
dipersiapkan beberapa hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran muatan
lokal.
Sama halnya
dengan masalah perkembangan mata pelajaran muatan lokal di atas muatan lokal
ini sepenuhnya di tangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan
penanganan secara professional dalam merencanakan dan melaksanakannya. Hal ini
yang mempunyai wewenang penuh adalah sekolah dan komite sekolah dimana
penentuan kajian muatan dilaksanakan pada, tersedianya sarana prasarana, tidak
bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa.
Berdasarkan
kajian dari beberapa sumber di atas. berbagai jenis kebutuhan ini dapat
mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah lain. Pengembangan standar kompetensi dan
kompetensi
dasar merupakan langkah awal untuk membuat mata pelajaran muatan lokal agar
dapat dilaksanakan di sekolah. Dalam hal ini silabus juga berperan penting
terhadap mata pelajaran muatan lokal yang mencakup, mengembangkan indikator,
mengalokasikan waktu dan lain-lain.
Berikut ini
adalah hal yang harus diprhatikan dalam pelaksanaan mata pelajaran muatan
lokal.
1. Sekolah yang
dapat mengembangkan kopetensi dan kopetensi dasar beserta silabusnya berarti
dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu
maka sebaliknya namun bisa dengan cara melakukan kegiatan yang direncanakan
oleh sekolah.
2.
Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Pelaksanaan kegiatan belajar diatur sedemikian rupa supaya tidak memberatkan
peserta didik dan menggangu penguasaan pada kurikulum Nasional.
3.
Alokasi waktu untuk bahan kajian muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu
efektif untuk mata pelajaran lokal pada setiap semester.
Terlepas
dari hal diatas dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, evaluasi dan ditindaklanjuti oleh guru.
Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memerhatikan
masukan hasil evaluasi hasil belajar. Komponen silabus minimal memuat:
identitas sekolah, standar kopetensi dan kopetensi dasar, materi pembelajaran.
Setelah silabus selesai dibuat guru harus merencanakan pelaksanaan pembelajaran
untuk satu kali tatap muka. Penilain pencapaian kopetensi dasar peserta didik
dilakukan berdasarkan tes dan nontes mau itu berupa lisan atau tertulis,
pengamatan kinerja, pengukuran sikap dan hasilkarya siswa berupa tugas.
E.
Model Pengembangan Kurikulum KTSP serta Kesesuaian Isi Kurikulum dengan Keadaan
di Lapangan
1. Tinjauan Teoritis
Model kurikulum yang diterapkan di Indonesia
saat ini merupakan kurikulum 2006 atau disebut sebagai KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan). KTSP juga merupakan perbaikan dari KBK (kurikulum Berbasis
Kompetensi). KTSP berpacu kepada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan dijabarkan ke dalam PP Nomor 19 tahun 2005. Arahan yang dijabarkan
dalam PP Nomor 19 tahun 2005 berupa Standar Isi, Standar Proses, standar
Kompetensi Kelulusan, Standar Pendidik dan tenaga kependidikan, Standar Sarana
dan Prasarana, Standar Pengelolaan, standar Pembiayaan dan Standar Penilaian
Pendidikan.
2. Kenyataan yang ada
Pada standar
Isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, KTSP dan
kalender pendidikan. Pada bagian kalender pendidikan seringkali tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Biasanya waktu efektif untuk belajar lebih sedikit
dibandingkan dengan hari libur. Kadang kala dalam kenyataannya guru seringkali
memiliki urusan pribadi yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga berdampak
kepada siswa. Jadwal tatap muka yang seharusnya dilakukan menjadi tidak
terselenggarakan. Hal ini berpengaruh kepada akhir dari waktu pembelajaran.
Akibat waktu yang terbatas seringkali materi yang diajarkan tidak tuntas.
Standar
proses KTSP berisikan kepada proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotofasi peserta didik dalam berperan aktif,
memberikan ruang yang cukup, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik peserta didik. Tetapi seringkali proses pembelajaran
yang dilakukan dinilai kurang menarik, guru hanya menggunakan metode ceramah di
dalam kelas yang membuat peserta didik merasa bosan.
Pada standar kompetensi lulusan yang diterapkan bagi
SMA memiliki tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan,
kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu,
teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika melihat
salah satu aspek seperti “berakhlak mulia” jelas sekali bahwa standar
kompetensi lulusan tidak tercapai. Karena pada kenyataannya banyak sekali
kecurangan terutama pada pelaksanaan UAN.
Masalah-masalah yang diutarakan di atas merupakan
sebagian masalah kecil yang terjadi di lapangan akibat ketidaksesuaian
pengembangan kurikulum yang diterapkan dalam undang-undang dengan kenyataan
yang ada. Jika ditambahkan dengan masalah standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana standar biaya serta standar lainya maka
ketidaksesuain tersebut semakin bertambah jelas.
3. Hasil/ kesimpulan
Model
pengembangan kurikulum yang diterapkan di Indonesia berupa KTSP belum
sepenuhnya diteapkan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang standar pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan adanya ketidakcocokan
antara undang-undang yang berlaku dengan kenyataan di lapangan.
Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik dari
pemerintah, tenaga pendidik maupun siswa agar dapat melaksanakan pengembangan
kurikulum ini dengan sebaik-baiknya. Perlu adanya suatu terobosan
baru untuk menghentikan masalah yang timbul bahkan sudah seperti membudaya.
Kesalahan yang dilakukan sepertinya selalu sama. Maka diperlukan adanya
kesadaran dari setiap elemen yang terlibat di dalamnya.
BAB III
PENUTUP
A. Analisis
Setelah membaca uraian pada bab sebelumnya ada
beberapa hal yang kami amati yaitu pendekatan, model serta prosedur
pengembangan kurikulum berpacu kepada Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20
tahun 2003, yang kemudian dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dalam
penjabarannya terdapat kurikulum muatan lokal yang berfungsi sebagai penunjang
keterampilan, lingkungan hidup serta kelebihan dari daerah masing-masing.
Muatan lokal juga berfungsi untuk menggali bakat, pengetahuan, serta
kreatifitas siswa terhadap potensi daerahnya.
Dalam
pelaksanaan pengembangan kurikulum di Indonesia digunakan model pengembangan
kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP yang berlandaskan
kepada undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003 serta penjabaran dari
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 memiliki sejumlah permasalahan.
Permasalahan ini dikarenakan ketidaksesuaian dengan kondisi di lapangan.
Kemungkinan ketidaksesuaian ini dikarenakan pihak-pihak yang terlibat dalam
proses pengembangan kurikulum tidak mengerti atau tidak memahami landasan hukum
yang ada. Sehingga terjadilah sejumlah pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Menindaklanjuti
permasalahan di atas seharusnya adanya sebuah ketegasan dan kerjasama dari
pemerintah serta tenaga kependidikan untuk mencapai tujuan dari landasan hukum
yang ada. Serta adanya sejumlah perbaikan-perbaikan yang mengakibatkan kejadian
serupa tidak terulang kembali.
B. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya kami dapat
mengemukakan simpulan sebagai berikut.
1.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum jika dilihat dari berbagai sudut kebijakan,
berisiskan berbagai hal dalam pengembangan kurikulum khususnya unsur yang
terlibat dalam pengembangan kurikulum, organisasi isi kurikulum yang mencakup
bisa dikatakan konten materi, dan orientasi penyusunan kurikulum atau bisa
dikatakan orientasi pengembangan kurikulum.
2.
Secara umum model-model pengembangan kurikulum berdasarkan kepada empat
aspek model humanistic, model subjek
akademik, model rekonstruksional social dan model teknologis. Model tersebut
berdasarkan kepada pendapat seorang ahli yaitu John D. Mc Neil. Selain dari
model tersebut terdapat juga sejumlah ahli seperti Ralph W Tyler serta Peter F
Olivia.
Indonesia sendiri menerapkan gabungan dari
model-model yang tercantum tersebut. Di Indonesia mengembangkan empat tahapan
yang dirumuskan oleh Ralph W Tyler. Kemudian guru juga dapat berperan aktif
dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan pendapat Peter F Olivia. Tidak luput
juga dengan model pengembangan kurikulum yang oleh John D Mc Neil.
3.
Dalam prosedur pengembangan kurikulum terdapat dua proses yaitu pedoman
kurikulum dan pedoman instruksional. Pedoman kurikulum berisi mengenai latar
belakang silabus serta evaluasi yang mengacu kepada perencanaan pengembangan
kurikulum yang ada. Sementara pedoman instruksional bersubjek kepada guru
selaku orang yang melakukan penguraian isi dari kurikulum hingga lebih
mendetail.
4.
Fungsi dari adanya muatan lokal yaitu untuk memperluas pengetahuan siswa sesuai
dengan kondisi daerahnya. Muatan lokal merupakan salah satu sarana untuk siswa
dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan seni yang dimiliki oleh
potensi daerah masing-masing. Penerapan kulikuler muatan lokal antara satu
daerah dengan daerah lain berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, D. A (2009, November 3) kebijakan-pengembangan-kurikulum. Retrieved September 23, 2012, from www.dedyamrilismail.blogspot.com: http://dedyamrilismail.blogspot.com
Kusdi Raharjo, d. (2011, Juni). Pengembangan-Kurikulum. Retrieved
September 22, 2012, from www.wempi.staff.ub.ac.id: http://wempi.staff.ub.ac.id
Mahuri. (2011, Juni 23). Model Pengembangan Kurikulum yang Sering
Digunakan di Indonesia. http://mahurianasla.blogspot.com
Musthofa, M. Z. (2012, Januari 10). Pendekatan Pengembangan Kurikulum. Retrieved
September 22, 2012, from www.willzen.blogspot.com: http://willzen.blogspot.com
Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sukmadinata, N. S. (2011). Pengembangan
Kurikulum-Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Junaidi, Wawan (2012, Februari 21) Proses
Pengembangan Kurikulum. http://wawan-junaidi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar