03.01 Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bimbingan
dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal,
dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK
Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan
dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi
individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang
efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu
dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses
perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan
melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang
tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun
interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu
untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran
dalam konteks adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai
pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan
peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional
Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.”
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah
satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003,
pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara
tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap
tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja,
dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran
tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan
semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang
atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik,
emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007)
menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat
dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah,
besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil
keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun
manajemen.
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu
peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan
keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak
hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik.
Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik
tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’ saja”, melainkan untuk
seluruh peserta didik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
a. Jenis
Layanan dan Kegiatan Bimbingan dan
Konseling
b. Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
JENIS
LAYANAN DAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Dalam rangka pencapaian tujuan
Bimbingan dan Konseling di sekolah, terdapat beberapa jenis layanan yang
diberikan kepada siswa, diantaranya:
1. Layanan Orientasi
Layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama
lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan
memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu,
sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal
semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi
untuk pencegahan dan pemahaman.
2.
Layanan
Informasi
Layanan yang memungkinan peserta didik
menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar,
pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah
membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang
sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan
informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi
untuk pencegahan dan pemahaman.
3. Layanan Konten
Layanan yang memungkinan peserta
didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan
kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai
aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik
dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
4. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan yang memungkinan
peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok
belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra
kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat,
minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran
berfungsi untuk pengembangan.
5. Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinan
peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk
mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan
layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan
masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk
pengentasan dan advokasi.
6. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinan
sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh
bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan
pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan
tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat
memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang
pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan
atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi
untuk pemahaman dan Pengembangan .
7. Layanan Konseling Kelompok
Layanan yang memungkinan
peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok,
dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan
dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan
Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
8. Konsultasi
yaitu layanan yang membantu
peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan
cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah
peserta didik.
9. Mediasi
yaitu layanan yang membantu
peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
Untuk menunjang kelancaran
pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu
dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup :
1. Instrumentasi Data;
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta
didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes,
dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala
karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan.
- Himpunan Data;
Merupakan kegiatan untuk
menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan,
sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
- Konferensi Kasus;
Merupakan kegiatan untuk membahas
permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak
yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun
komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien
dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
- Kunjungan Rumah;
Merupakan kegiatan untuk
memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan
orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan
membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan
permasalahan klien.
- Alih Tangan Kasus;
Merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan
yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan
memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada
guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan
agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas
permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.
B. BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI
a. Pengertian
dan Ciri-Ciri Profesi
Belum ada
kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar
pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Yang
jelas profesi selalu menyangkut pekerjaan. Ada yang mengatakan bahwa profesi
adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”.
Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum,
pendidikan, dan kependetaan. Untuk mencegah kesimpang siuran arti profesi dan
hal-hal yang berkaitan dengan itu, berikut dikemukakan beberapa istilah yang
berkaitan dan kiri-ciri profesi.
1.
Beberapa Istilah Tantang Profesi
a.
Profesi adalah jabatan yang menuntut keahlian
seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial
b.
Profesional mengacu pada dua hal yaitu, pertama
orang yang menyandang suatu profesi. Kedua, penanpilan seorang dalam melakukan
pekerjaan sesuai profesinya.
c.
Profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu
tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya
suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu
profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
d.
Profesionalitas merupakan kemampuan sikap
seorang anggota profesi untuk bertindak secara professional.
e.
Profesionalisasi meruju kepada suatu proses
pengembangan keprofesionalan para anggota suatu profesi.
2. Ciri-ciri Profesi
Secara umum
ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
a.
Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya
keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan
pengalaman yang bertahun-tahun.
b.
Adanya kaidah dan standar moral yang sangat
tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada
kode etik profesi.
c.
Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya
setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah
kepentingan masyarakat.
d.
Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi.
Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana
nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin
khusus.
e.
Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari
suatu profesi.
Menurut
Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu
profesi, yaitu:
a.
Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari
jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas.
b.
Suatu teknik intelektual.
c.
Penerapan praktis dari teknik intelektual pada
urusan praktis .
d.
Suatu periode panjang untuk pelatihan dan
sertifikasi .
e.
Beberapa
standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f.
Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi
sendiri.
g.
Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu
kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya.
h.
Pengakuan sebagai profesi.
i.
Perhatian yang profesional terhadap penggunaan
yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi.
j.
Hubungan yang erat dengan profesi lain.
Menurut
Robert W. Richey sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto, memberi batasan
ciri-ciri yang terdapat pada profesi.
a.
Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang
ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
b.
Seorang pekerja profesional, secara relatif
memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta
prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c.
Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki
profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d.
Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan,
tingkah laku, sikap dan cara kerja.
e.
Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang
tinggi.
f.
Adanya organisasi yang dapat meningkatkan
standar palayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g.
Memberikan kesempatan untuk kemajuan,
spesialisasi dan kemandirian, dan kedelapan, memandang profesi sebagai suatu
karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
Di lain
pihak, D. Westby Gibson (1965) dalam Suharsini Arikuto, menjelaskan ada empat
ciri yang melekat pada profesi:
a.
Pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan
tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai
suatu profesi.
b.
sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan
sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
c.
Diperlukannya persiapan yang sengaja dan
sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan professional.
d.
Dimilikinya organisasi profesional yang
disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga
berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak-tindak etis
profesional kepada anggotanya.
3.
Syarat-Syarat Suatu Profesi
a.
Melibatkan kegiatan intelektual.
b.
Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c.
Memerlukan persiapan profesional yang alam dan
bukan sekedar latihan.
d.
Memerlukan latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan.
e.
Menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen.
f.
Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
g.
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
h.
Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal
ini adalah kode etik.
4.
Prinsip-Prinsip Etika Profesi
a.
Tanggung jawab
-
Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya.
-
Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan
orang lain atau masyarakat pada umumnya.
b.
Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
c.
Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
b.
Pengembangan profesi bimbingan konseling
1.
Standarisasi untuk kerja professional konselor
Sebagai bahan perbandingan berikut yang disajikan untuk kerja konselor yang
di tetapkan oleh American School
Counselor Association ( ASCA ) dicatatkan hanya gugus – gugusnya saja:
a.
Menyusun progam bimbingan dan konseling.
b.
Menyelenggarakan konseling peorangan.
c.
Memahami diri siswa.
d.
Merencanakan pendidikan dan pengembangan
pekerjaan siswa.
e.
Mengalihtangankan siswa.
f.
Menyelenggarakan penempatan siswa.
g.
Memberikan bantuan kepada orang tua.
h.
Mengadakan konsultasi dengan staf.
i.
Mengadakan hubungan dengan masyarakat.
2.
Standarisasi penyiapan Konselor
Tujuannya ialah agar ( calon ) konselor memiliki wawasan dan menguasai
serta dapat melaksanakan dengan sebaik – baiknyamateri dan ketrampilan yang
terkandung didalam butir – butir rumusan untuk kerja. Konselor Amerika Serikat
( dalam Mortensen & Schmuller, 1976 ) mengemukakan syarat – syarat pribadi
yang harus dimiliki oleh konselor sebagai berikut:
(1) Memiliki bakat skolastik yang memadai untuk mengikuti pendidikan tingkat
sarjana atau yang lebih tinggi.
(2) Memiliki minat dan kemauan yang besar untuk bekerja sama dengan orang lain.
(3) Memiliki kemampuan untuk bekerja dengan orang – orang dari berbagai latar
belakang.
(4)
Memiliki
kematangan pribadi dan social, melipupi kepekaan terhadap orang lain,
kebijaksanaan, rasa humor, bebas dari kecenderungan – kecenderungan suka
menyendiri, mampu mengambil pelajaran dari kesalahan – kesalahan, dan mampu
menerima kritik, berpenampilan menyenangkan, sehat, suara menyenangkan, memilki
daya tarik, dan bebas dari tingkah laku yang tidak menyenangkan.
c.
Penyiapan dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan
a.
Jabatan yang melibatkan Kegiatan intelektual
b.
Jabatan yang menggeluti bidang tubuh ilmu yang
khusus
c.
Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang
lama
d.
Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan
yang sinambung
e.
Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan
keanggotaan yang permanen
f.
Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
g.
Jabatan yang mementingkan layanan diatas
kepentingan pribadi
h.
Jabatan yang mempunyai organisasi professional
yang kuat dan terjalin rapat
d.
Kode Etik Professional Keguruan
1.
Pengertian Kode Etik
Kode yaitu
tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang
disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita,
keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti
kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik yaitu norma atau azas yang
diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari
di masyarakat maupun di tempat kerja.
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi
sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur
tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan
tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah
satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik
pertama untuk profesi dokter.
2.
Tujuan Kode Etik
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan
berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi.
Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak
adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan
efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi
lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam
kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan
membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi
pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan.
Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik
itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan
membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan
pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai
dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging
dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan
juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik
dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.
Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada
pelanggar kode etik.
Jadi secara
garis besarnya TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1.
Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2.
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota.
3.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota
profesi.
4.
Untuk meningkatkan mutu profesi.
5.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6.
Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7.
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
8.
Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun yang
menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code
of conduct) profesi adalah:
1.
Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan
tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.
Standar-standar etika membantu tenaga ahli
profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi
dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.
Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga
reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan
kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.
Standar-standar etika mencerminkan /
membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar
etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode
etik) profesi dalam pelayanannya
5.
Standar-standar etika merupakan dasar untuk
menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.
Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah
tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang
melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk
organisasi profesinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bimbingan
dan konseling pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap
timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun masa yang akan dating.
Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling, layanan ini
tidak terbatas pada individu yang bermasalah saja, tetapi meliputi seluruh
siswa. (Nurihsan, 2006: 42)
Sejalan
dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling harus membantu
memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin,
sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang.
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses
pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu kepala
sekolah, guru, konselor, dan pengawas. Kegiatan bimbingan dan konseling
mencakup banyak spek dan saling kait mengkait, sehingga tidak memungkinkan jika
layanan bimbingan dan konseling hanya menjadi tanggung jawab konselor saja.
(Soetjipto, 2004: 99
B.KRITIK DAN SARAN
Demikianlah
isi makalah ini. kami sangat
menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya. Dan kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, A. 2004. Kepribadian siswa. Bandung: Binacipta.
Suwarsono, Alvin Y.S.O. 2005. Bimbingan konseling dalam pembentukan
kepribadan siswa. Jakarta: LP3ES.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar