Nama : Cucu Munawaroh
NIM : 206 200 638
PENDIDIKAN MATEMATIKA A, SMTR VI
A. PENDAHULUAN
Tasawuf
merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang
berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan
tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah
saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan islam
sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada
masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu
hanyalah sebutan sahabat nabi.
Munculnya
istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu
Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam
sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud.
Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah.
Tulisan ini akan berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat dari
sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke tasawuf.
Zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului
tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi seorang calon
sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.
Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid.
Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan
demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid
merupakan sufi.
Secara
etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya
tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya,
berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Zuhud disini berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah
ada ditangan, dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari
tangannya. Bagi Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan
atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang
membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu.
Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak
menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya. Lebih lanjut at-Taftazani menjelaskan bahwa zuhud
adalah tidak bersyaratkan kemiskinan. Bahkan terkadang seorang itu kaya, tapi
disaat yang sama diapun zahid. Ustman bin Affan dan Abdurrahman ibn Auf
adalah para hartawan, tapi keduanya adalah para zahid dengan harta yang
mereka miliki.
Zuhud merupakan salah satu maqam yang sangat penting dalam tasawuf.
Hal ini dapat dilihat dari pendapat ulama tasawuf yang senantiasa mencantumkan zuhud
dalam pembahasan tentang maqamat,meskipun dengan sistematika yang
berbeda – beda. Al-Ghazali menempatkan zuhud dalam sistematika : al-taubah,
al-sabr, al-faqr, al-zuhud, al-tawakkul, al-mahabbah, al-ma’rifah dan
al-ridla. Al-Tusi menempatkan zuhud dalamsistematika : al-taubah,al-wara’,al-zuhd,
al-faqr,al-shabr,al-ridla,al-tawakkul, dan al-ma’rifah. Sedangkan al-Qusyairi menempatkan zuhud dalam
urutan maqam : al-taubah,al-wara’,al-zuhud, al-tawakkul dan al-ridla.
Jalan
yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan dapat ditempuh dengan mudah.
Jalan itu sulit,dan untuk pindah dari maqam satu ke maqam yang
lain menghendaki usaha yang berat dan waktu yang bukan singkat, kadang – kadang
seorang calon sufi harus bertahun – tahun tinggal dalam satu maqam.
Benih
– benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat
dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad SAW.
Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari –hari ia berkhalwat di gua Hira
terutama pada bulan Ramadhan. Disana Nabi banyak berdzikir bertafakur dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan diri Nabi di gua Hira ini
merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalwat. Sumber lain
yang diacu oleh para sufi adalahkehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan
dengan keteduhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh
sebab itu setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak
dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan
sufi di abad – abad sesudahnya.
Setelah
periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabiin (sekitar abad ke I dan ke
II H). Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah darimasa
sebelumnya. Konflik –konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin
Affan berkepanjangan sampai masa – masa sesudahnya.Konflik politik tersebut
ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok
kelompok Bani Umayyah,Syiah, Khawarij, dan Murjiah.
Pada
masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem
pemerintahan monarki, khalifah – khalifah BaniUmayyah secara bebas berbuat
kezaliman – kezaliman, terutama terhadap kelompok Syiah, yakni kelompok lawan
politiknya yang paling gencar menentangnya.Puncak kekejaman mereka terlihat
jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Alibin Abi Thalib di Karbala. Kasus
pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam
ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti – hentinya itu membuat
sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati
Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka
menyebut kelompoknya itu dengan Tawwabun (kaum Tawabin). Untuk
membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan
sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaumTawabin itu dipimpin oleh Mukhtar bin
Ubaid as-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 H.
Suatu
kenyataan sejarah bahwa kelahiran tasawuf bermula dari gerakan zuhud
dalam Islam.Istilah tasawuf baru muncul pada pertengahan abad III Hijriyyah
oleh Abu Hasyim al-Kufy (w.250 H.) dengan meletakkan al-sufy di belakang
namanya. Pada masa ini para sufi telah ramai membicarakan konsep tasawuf yang
sebelumnya tidak dikenal.Jika pada akhir abad II ajaran sufi berupa kezuhudan,
maka pada abad ketiga ini orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam
kecintaan (fana fi mahbub), bersatu dalam kecintaan (ittihad fi
mahbub), bertemu dengan Tuhan (liqa’) dan menjadi satu dengan Tuhan
(‘ain al jama’). Sejak itulah muncul karya
–karya tentang tasawuf oleh para sufi pada masa itu seperti al-muhasibi (w. 243
H.), al-Hakim al-Tirmidzi (w. 285 H.), dan al-Junaidi (w. 297 H.). Oleh karena
itu abad II Hijriyyah dapat dikatakan sebagai abad mula tersusunnya ilmu
tasawuf.
SEJARAH PERKEMBANGAN
TASAWUF
Menurut sejarah, orang yang pertama kali memakai kata “sufi” adalah Abu Hasyim al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465 H), istilah ”tasawuf” telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad ke 2 Hijriyah itu itu belum diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi; yang terlihat adalah aliran Zuhud (penganutnya disebut zahid).
Seperti
diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke 2 H. (seperti al Hasan
al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al
Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka yang hidup pada
abad2-abad berikutnya (eperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi, al
Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi)
telah mengolah atau mengembangkan sikap atau emosi agamadalam hati mereka
dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebelum munculnya Ar Rabbi’ah al Adawiyah
(w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh
para zahid menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan
yang diridhai oleh Tuhan didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab
Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-Nya.
Untuk tiba
pada identifikasi akhir tasawuf denga thariqah, yang kita ketahui terjadi pada
abad ke 3 H, kita harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi
Islam yang mengakibatkan timbulnya tasawuf. Ada sejumlah peristiwa yang
berlangsung pada masa itu, yang kesemuanya membuat tasawuf mengemuka : 1)
kecenderungan mencampuradukan asketisme dengan jalan itu; 2) semakin mantapnya
aliran-aliran yurisprudensi eksetorik; 3) pernyataan-pernyataan kaum syi’ah
mengenai para imam; 4) munculnya filsafat Islam; 5) meningkatnya formalism
ahli-ahli hokum; dan 6) tuntutan untuk memastikan bahwa pesan integral dari
wahyu, sejak saat itu dikaitkan dengan tasawuf. Jika diperhatikan keenam hal
tersebut, kelihatan kaitan erat dengan kemunculan tasawuf.
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia
islam, dari segi sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra,
baik dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra
menganggap bahwa tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari
agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan
orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini.
Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada
persoalan pro dan kontra itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan
paham tasawuf dalam tinjauan yang lebih universal karena tentang asal usul atau
ajaran tasawuf, kini semakin banyak orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan
paham itu disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan
bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan dari
unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan
sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam konteks
kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf yang ada
di dunia islam terpengaruhi dengan konteks kebudayaan tersebut atau tidak.
1. Unsur Nasrani (Kristen)
Bagi mereka yang
berbbanggpan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan argumennya
pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara orang Arabdan kaum Nasrani pada
masa jahiliyah maupun zaman islam. Kedua adanya segi-segi kesamaan antara
kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran cara
mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-masih dan
ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
2.Unsur Hindu Budha
Tasawuf dan system
kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir. Darwis
Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan
ajaran hindu. Demikian juga pada paham reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia
versi Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
3. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani
seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir Daulah Amawiyah dan
puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman penerjemahan
filsafat Yunani.
4. Unsur Persia dan Arab
Sebenarnya Arab dan
Persia
memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang
menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia
hingga orang-orang Persia
itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah
zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama manu dan mazdaq; antara istilah
hakikat Muhammad dan paham Hormuz dalam agama zarathustra.
A. Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Tasawuf Dalam Islam
- Pertumbuhan Tasawuf
Jauh sebelum lahirnya agama islam, memang sudah ada ahli
Mistik yang menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada
Tuhan-Nya; antara lain terdapat pada India Kuno yang beragam Hindu maupun
Budha. Orang-orang mistik tersebut dinamakan Gymnosophists oleh penulis barat
dan disebut al-hukama’ul uroh oleh penulis Arab. Yang dapay diartikan sebagai
orang-orang bijaksana yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena
ahli-ahli mistik orang-orang India
selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya.
Selanjutnya dapat dikemukakan beberapa nash yang
mengandung ajaran tasawuf yaitu:
a.
Nash-nash
al-qur’an, antara lain QS; Al-Ahzab ayat 41-42 yang artinya: : Hai orang-orang
yang beriman berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya
di waktu pagi dan petang”.
b.
Nash-nash
hadits yang antara lain artinya berbunyi;” Bersabda Rosulullah saw: takutilah
firasat orang-orang mu’min, karena ia dapat memandang dengan nur (petunjuk
Allah). H.R.Bukhary yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudriyyi.
Kehidupan Rosulullah saw yang menggambarkan kehidupan
sebagai sufi yang sangat sederhana, karena beliau menjauhkan dirinya dari
kehidupan mewah, yang sebenarnya merupakan amalan zuhud dalam ajaran Tasawuf.
- Perkembangan Tasawuf
a.
Pada abad
pertama dan kedua Hijriyah
1.
Perkembangan
tasawuf pada masa sahabat
Para sahabat juga mencontohi kehidupan rosulullah yang serba sederhana,
dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhannya.
Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama,
dan berfungsi sebagai maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan
shufi, para sahabat-sahabat tersebut antara lain, Khulafaurrasyidin, Salman
Al-Farisiy, Abu Dzarr Al-Ghifary, dll.
2.
Perkembangan
tasawuf pada masa tabi’in
Ulama-ulama sufi dari kalangan tabi’in adalah murid dari
ulama-ulama sufi dari kalangan shahabat. Kalau berbicara tasawuf dan
perkembangannya pada abad pertama, dengan mengemukakan tokoh-tokohnya dari
kalangan shahabat, maka pembicaraan perkembangan tasawuf pada abad kedua dengan
tokoh-tokohnya pula. Tokoh-tokoh ulama sufi Tabi’in antara lain, Al-Hasan
Al-Bashry,Rabi’ah Al-Adawiyah, Sufyaan bin sa’id Ats-Tsaury, Daud Ath-Thaaiy,
dll.
b.
Pada abad
ketiga dan keempat hijriyyah.
1.
Perkembangan
tasawuf pada abad ketiga hijriyyah
Pada abad ini perkembangan tasawuf pesat, hal ini
ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti
ajaran tasawuf yang berkembang pada masa itu, sehingga mereka membaginya ke
dalam tiga macam, yakni; Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, ilmu akhlaq dan
Metafisika. Tokoh-tokoh sufi pada masa ini diantaranya; Abu Sulaiman
Ad-Daaraany, Ahmad bin Al-Hawaary Ad-Damasqiy, Abul Faidh Dzuun Nun bin Ibrahim
Al-Mishry, dll.
2.
Perkembangan
tasawuf pada abad ke empat hijriyyah
Pada abad ini ditamdai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang
lebih pesat dibandingkan dengan kemajuannya di abad ketiga hijriyyah, karena
usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing.
Tokoh-tokoh sufinya antara lain Musa Al-Anshaary, Abu Hamid bin Muhammad, Abu
Zaid Al-Adamy, Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahhab, dll.
c.
Pada abad
kelima hijriyyah
Disamping adanya pertentangan yang turun temurun antara
Ulama sufi dengan ulama Fiqih, maka pada abad kelima ini, keadaan semakin rawan
ketika berkembangnya mahzab Syi’ah ismaa’iliyah; yaitu suatu mahzab yang hendak
mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib.
Karena menganggapnya bahwa dunia ini harus diatur oleh imam, karena dialah yang
langsung menerima petunjuk dari Rosulullah saw.
Menurut mereka ada 12 imam yang berhak mengatur dunia
ini yang disebut sebagai imam mahdi, yang akan mmenjelma ke dunia dengan
membawa keadilan dan memurnikan agama islam. Kedua belas imam itu adalah:
-
Ali bin
Abi Thalib
-
Hasan bin
Ali
-
Husein bin
Ali
-
Ali bin
Husein
-
Muhammad
Al-Baakir bin Ali bin Husein
-
Ja’far
shadiq bin Muhammad Al Baakir
-
Musa
Al-Kazhim bin Ja’far Shadiq
-
Ali Ridhaa
bin Kazhim
-
Muhammad
Jawwad bin Ali Ridha
-
Ali
Al-Haadi bin Jawwaad
-
Hasan
Askary bin Al-Haadi
-
Muhammad
bin Hasan Al-Mahdi
d.
Pada abad
keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah
1.
Perkembangan
tasawuf pada abad keenam Hijriyyah; para ulama yang sangat berpengaruh pada
zaman ini adalah Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy, Al-Ghaznawy,
2.
Perkembangan
tasawuf pada abad ketujuh Hijriyyah; ada beberapa ahli tasawuf yang berpengaruh
di abad ini diantaranya; Umar Abdul Faridh, Ibnu Sabi’iin, Jalaluddin Ar-Ruumy,
dll.
e.
Pada abad
kesembilan, kesepuluh Hijriyyah dan sesudahnya.
Dalam beberapa abad ini, betul-betul ajaran tasawuf
sangat sunyi di dunia islam, artinya nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya
pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah. Factor yang menyebabkan
runtuhnya ajaran tasawuf ini antara lain; ahli tasawuf sudah kehilangan
kepercayaan di kalangan masyarakat islam. Serta adanya penjajah bangsa eropa
yang beragama Nasrani ynag menguasai seluruh negeri islam.
B. Perkembangan Tasawuf Di
Indonesia
Tersebarnya ajaran
tasawuf di Indonesia
tercatat sejka masuknya agama islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang
muslim mengislamkan orang-orang Indonesia,
tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga mengguanakan pendekatan
tasawuf.
KESIMPULAN
· Zuhud adalah fase yang mendahului tasawuf.
· Munculnya aliran –aliran zuhud pada abad I dan II H sebagai reaksi
terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar – pembesar negara
sebagai akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syiria,
Mesir, Mesopotamia dan Persia.
Orang melihat perbedaan besar antara hidup sederhana dari Rasul serta para
sahabat.
· Pada akhir abad ke II Hijriyyah peralihan dari zuhud ke
tasawuf sudah mulai tampak. Pada masa ini juga muncul analisis –analisis
singkat tentang kesufian. Meskipun demikian,menurut Nicholson,untuk membedakan
antara kezuhudan dan kesufian sulit dilakukan karena umumnya para tokoh
kerohanian pada masa ini adalah orang – orang zuhud. Oleh sebab itu
menurut at-taftazani,mereka lebih layak dinamai zahid daripadasebagai
sufi.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Aceh,
Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo,
Ramadhani,1984.
-
Al-Taftazani,
Abu al-Wafa, al-Ghanimi, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islamy, Qahirah, Dar
al-Tsaqafah , 1979.
-
Al-Tusi, al-Luma’,
Mesir,dar al-Kutub al-Hadisah,1960.
-
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993.
-
Hasan,
Abd-Hakim, al-Tasawuf fi Syi’r al-Arabi,Mesir,al-Anjalu
al-Misriyyah,1954.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar