ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING Presentation
Transcript
- Presentasi ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan konseling Dosen Pengampu: Bp wahidin Spd.i Mp.d Kelompok 4 M. Syukron Eki Adha Neneng Sa’baniah JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012/2013
- } Menurut Ferdy Pantar, penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip- prinsip tertentu, juga harus memenuhi sejumlah asas bimbingan }bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
- Ø Asas Kerahasiaan Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan bimbingan dan konseling, kadang-kadang klien harus menyampaikan hal-hal yang sangat pribadi/rahasia kepada konselor. Oleh karena itu konselor harus menjaga kerahasiaan data yang diperolehnya dari kliennya. Asas ini dikatakan asas juga sebagai asas kunci dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
- } Asas Kesukarelaan Dalam memahami pengertian bimbingan dan konseling telah dikemukakan bahwa bimbingan merupakan proses membantu individu (bimbingan bukan }merupakan suatu paksaan). Asas Keterbukaan Asas ini merupakan asas penting bagi konselor / guru pembimbing, karena hubungan tatap muka antara konselor dan klien merupakan pertemuan bathin tanpa tedeng aling-aling. Dengan adanya keterbukaan ini dapat ditumbuhkan kecenderungan pada klien untuk membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi penghalang bagi perkembangan psikisnya.
- } Asas Kekinian Asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling, yakni permasalahan yang dihadapi klien adalah dalam kondisi sekarang. Adapun kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat klien pada }saat sekarang. Asas Kedinamisan Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
- } Asas Keterpaduan Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling }menunjang, harmonis, dan terpadu. Asas Kenormatifan Asas yang menghendaki agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan- kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan siswa/klien dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma- norma tersebut.
- } Asas Kemandirian Salah satu tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar konselor berusaha menghidupkan kemandirian didalam diri klien. Schudt berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa: “klien akan terus menyatakan ketergantungannya, selama ketergantungan itu memperoleh respon dari konselor, sebaliknya rasa ketergantungan itu akan berhenti bila }tidak ditanggapi oleh konselor.” Asas Kegiatan Dalam proses layanan bimbingan dan konseling kadang-kadang konselor memberikan beberapa tugas dan kegiatan kepada kliennya. Dalam hal ini klien harus mampu melakukan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan.
- } Asas Keahlian Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para petugas harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai. Pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kepribadian yang ditampilkan oleh konselor/guru pembimbing }akan menunjang hasil konseling. Asas Alih Tangan Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang menangani masalah-masalah yang cukup pelik. Berhubung hakekat masalah yang dihadapi klien adalah unik (kedalamannya,keluasannya dan kedinamisannya), disamping pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh konselor juga terbatas, maka ada kemungkinan suatu masalah belum dapat diatasi setelah proses konseling berlangsung. Dalam hal ini konselor perlu mengalihtangankan klien pada pihak lain (konselor) yang lebih ahli untuk menangani masalah yang sedang dihadapi oleh klien }tersebut. Asas Tut Wuri Handayani Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju.
- Demikianlahasas-asas penting yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.}
Kesalah Pahaman Terhadap BK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai Khalifah di bumi
yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan
yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta
dengan tulus.
Banyak orang yang mendapatkan
layanan sekaligus dalam satu waktu. Layanan ini juga sesuai dengan teori
belajar karena mengandung aspek social yaitu belajar bersama. Peserta layanan
akan berbagi ide dan saling mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia
seutuhnya.
Aktif, mandiri melaui
aktivitas langsung melalui sikap 3M (mendengar dengan aktif, memahami dengan
positif dan merespon dengan tepat), sikap seperti seorang konselor. Berbagi
pendapat, ide dan pengalaman, empati, menganalisa, aktif membina keakraban,
membina keikatan emosional, mematuhi etika kelompok, menjaga kerahasiaan, perasaan dan membantu serta
membina kelompok untuk untuk menyukseskan kegiatan kelompok.
B. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua serta sebagai pemenuh tugas mata kuliah
Dinamika Kelompok.
C. Sistematika Makalah
Kiprah bimbingan dan konseling kelompok dewasa ini tidak lagi hanya
terbatas pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan menjangkau seting luar
sekolah dan masyarakat. Dalam era kesejagatan saat ini, individu dituntut agar
selalu mengembang kanata umum perbaiki kecakapannya dalam memilih informasi
agar dapat mengambil keputusan secara tepat pengembangan atau perbaikan
kecakapan semacam ini perlu dilakukan secara terus menerus dalam berbagai aspek
kehidupan melalui proses belajar sepanjang hayat. Konseling merupakan wahana
pelayanan yang mampu memfasilitasi individu dan kelompok untuk menghadapi
perubahan yang pesat dan ragam informasi yang amat kompleks.
Pelayanan konseling yang diluncurkan dengan kerangka
kerja kelompok dapat berbentuk Layanan Konseling Kelompok (KKp) atau
Layanan Bimbingan Kelompok (BKp). Kondisi riil di lapangan menunjukkan adanya
bahwa Layanan KKp atau BKp ini semakin menjadi unggulan dan primadona dalam
keseleruhan penyelenggaraan program konseling. Kondisi ini terjadi karena
Layanan KKp dan/atau BKp memiliki beberapa keunggulan mendasar, antara lain :
a. Membantu seseorang atau sejumlah orang yang tidak siap dan
terbuka secara perorangan menemui konselor,
b. Memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih
berani berbicara dan terbuka saat bersama-sama temannya,
c. Dapat melayani sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan,
d. Menimbulkan keakraban, membangun suasana saling percaya, saling
membantu, dan empati diantara sesama anggota kelompok dan konselor,
e. Menemukan alternative pemecahan masalah yang lebih banyak dan
bervariasi, karena mengemukan berbagai pemikiran dari anggota,
f.
Praktis, dalam arti dapat
dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau
di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu
kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor.
Konsekuen silogis dari perspektif yang dideskripsikan di atas adalah
adanya tuntutan pelayanan KKp dan atau BKp yang profesional. konseling,
dalam bentuk perorangan atau kelompok, esensinya merupakan proses bantuan
untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka
antara dua orang individu (klien yang mengahadapi masalah dengan konselor yang
memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan). Bantuan dimaksud diarahkan agar
klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang kearah
yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya kearah peningkatan
kualitas kehidupan sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan
dalam proses konseling terjadi dalam suasana professional dengan menyediakan
kondisi yang kondusif bagi perubahan dan pengembangan klien
BAB II
PEMBAHASAN
A. BEBERAPA
KESALAHPAHAMAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK
Prayitno Guru Besar Konseling dalam bukunya
(Dasar-dasar bimbingan dan konseling) menjelaskan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling kelompok merupakan barang impor yang pengembangannya di
Indonesia masih tergolong baru. Apalagi untuk penggunaan istilah saja masih
belum adanya kesepakatan semua pihak, ada yang menggunakan istilah Penyuluhan
dan Bimbingan, Penyuluhan dan konseling (ataupun hanya memakai
istilah konseling saja. Makanya sering terjadinya kesalahpahaman di
bidang bimbingan dan konseling ini. Patterson (dalam shertzer/stone, Fundamental
of couseling) menjelaskan ada beberapa isu tentang pelayangan konseling
salah satunya adalah, Profesi konseling adalah pekerjaan profesi profesional
namun menjadi tidak profesional karena pelaksanaannya. Dikarenakan adanya
pelaksanaan dari guru pembimbing yang salah sehingga profesi konseling tidak
menjadi profesional.
Prayitno menjelaskan ada beberapa
kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling kelompok yang sampai saat ini terjadi dalam
pelaksanaan konseling tersebut yakni sebagai berikut;
1.
Bimbingan dan konseling kelompok disamakan saja dengan atau
dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat
yang berbeda kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling kelompok.
a. Bahwa bimbingan dan konseling kelompok sama
saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya sudah termasuk ke dalam usaha
sekolah yang menyelenggararakan pendidikan. Sekolah tidak perlu bersusah payah
menyelenggarakan bimbingan dan konseling kelompok secara mantap dan mandiri.
Pendapat ini cenderung mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain
dari pendidikan dan sama sekali tidak melihat pentingnya bimbingan dan
konseling kelompok.
b. Bimbingan dan konseling kelompok harus benar-benar
dilaksanakan secara khusus oleh tenaga ahli dengan perlengkapan yang
benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan ini harus secara nyata dibedakan dari
praktek pendidikan sehari-hari.
Kedua pendapat
tersebut diatas adalah pandangan-pandangan ekstrem yang perlu dievaluasi.
Memang secara umum bimbingan dan konseling kelompok di sekolah termasuk ke
dalam ruang lingkup upaya pendidikan, namun bukan berarti pengajaran (yang
baik) saja akan menjangkau seluruh misi pendidikan di sekolah. Sekolah juga
harus memperhatikan kepentingan peserta didik untuk bisa membuat mereka
berkembang secara optimal. Maka dalam hal ini, peran bimbingan dan konseling
kelompok adalah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan peserta
didik.
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi
sekolah
Masih banyak
anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang
harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah.
Anggapan ini mengatakan ”barangsiapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan
dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula
konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian.
Konselor ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk
mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Konselor didorong untuk
mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengakua bahwa ia telah berbuat
sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang ajar, atau merugikan.
Berdasarkan
pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor
karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib,
ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Padahal
sebaliknya, dari segenap anggapan yang merugikan itu, di sekolah konselor
haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa. Petugas bimbingan dan konseling
adalah kawan pengiring petunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah
laku positif yang dikehendaki.
3. Bimbingan dan konseling kelompok dianggap
semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
Pelayanan
bimbingan dan konseling kelompok menyangkut seluruh kepentingan klien dalam
rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan
pemberian nasehat, pada umumnya klien sesuai dengan problem yang dialaminya,
memerlukan pula pelayanan lain seperti pembrian informasi, penempatan dan
penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih tangan kepada petugas yang
lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masayarakat, dan
sebagainya.
Konselor juga
harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang
satiu dan upaya lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian
yang terpadu dan bersinambungan.
4. Bimbingan dan konseling kelompok dibatasi pada
hanya menangani masalah yang bersifat incidental
Pada hakikatnya
pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu,
sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor seyogyanya tidak hanya
menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya. Maka petugas bimbingan dan
konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan
konseling, serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah
ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi
perkembangan segenap individu.
5. Bimbingan dan konseling kelompok dibatasi hanya
untuk klien-kliean tertentu saja.
Bimbingan dan konseling kelompok tidak mengenal penggolonan siswa-siswa
atas dasar mana golongan siswa tertentu dalam memperoleh palayanan yang lebih
dari golongan yang lainnya. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama
untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan konseling, kapan, bagaimana, dan di
mana pelayanan itu diberikan. Pertimbangannya semata-mata didasarkan atas sifat
dan jenis masalah yang dihadapi serta ciri-ciri keseorangan siswa yang
bersangkutan. Petugas bimbingan dan konseling membuka pintu yang
selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan
pelayanan bimbingan dan konseling.
6. Bimbingan dan konseling kelompok melayani
“orang sakit” dan/atau “kurang normal”
Ada asumsi bahwa
bimbingan konseling kelompok hanya melayani orang-orang normal yang mengalami
masalah tertentu. Bukankah jika segenap fungsi yang ada pada diri seseorang
yang normal dapat berjalan dengan baik, dia akan dapat menjalin kehidupannya
secara normal pula? Kehidupan yang normal ini pasti menuju kebaikan dan
kewajaran. Sayangnya, bekerjanya fungsi-fungsi yang sebenarnya normal itu
kadang-kadang terganggu atau arahnya tidak tetap sehingga memerlukan bantuan
konselor demi lebih lancar dan lebih terarahnya kegiatan fungsi-fungsi
tersebut.
Jika seseorang
ternyata mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat sakit
jiwa, maka orang tersebut sudah seyogianya menjadi klien psikeater. Masalahnya
ialah masih banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau setidak-tidaknya
menyangka seseorang mengalami keabnormalan mental atau ketidaknormalan jiwa,
sehingga terlalu cepat pula menghentikan pelayanan-pelayanan bimbingan dan
konseling dan menyarankan klien agar pergi saja ke psikeater. Hal ini tentu
saja tidak pada tempatnya atau bahkan berbahaya. Klien yang sebenarnya tidak
sakit, tetapi oleh konselor dikirim ke dokter atau psikeater, pertama-tama
akan menganggap bahwa konselor tersebut sebenarnya ahli; keahlianya adalah
semua atau setidak-tidaknya diragukan. Sebagai akibatnya, klien tidak lagi
mempercayainya. Konselor-konselor yang demikian itu akan memudarkan citra
profesi bimbingan dan konseling. Kedua, klien berkemungkinan akan
mempersepsi masalah yang dialaminya secara salah. Atau mungkin akan memprotes
pengiriman yang salah alamat itu dan memeberikan reaksi-reaksi lain yang justru
memperberat masalah yang dialaminya.
7. Bimbingan dan konseling kelompok bekerja sendiri
Pelayanan
bimbingan dan konseling kelompok bukanlah proses yang terisolasi, melainkan
proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, social dan
lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin
menyendiri. Konselor perlu bekerjasama dengan orang-orang yang diharapkan dapat
membantu penanggulangan masalah yang dihadapi oleh klien.
Di sekolah
misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.
Masalah itu seringkali terkait dengan orangtua siswa, guru dan pihak-pihak
lain; terkait pila dengan berbagai unsure lingkungan rumah, sekolah dan
masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, penanggulangan tidak dilakukan sendiri
oleh konselor saja. Dalam hal ini peranan guru, orang tua danpihak-pihak llain
sering kali sangat menentukan. Konselor harus pandai menjalin hubungan
kerjasama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang
mengalami masalah.
8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain
pasif
Sesuai asas
kegiatan, disamping kinselor bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan
konseling, pihak lainpun, terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat
dalam proses tersebut. Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan
konselor bergerak dan berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran
usaha pelayanan. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha
bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakannpada konselor saja.
Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha itu hanya dilakukan oleh satu
pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat,
atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
9. Bimbingan dan konseling kelompok berpusat pada
keluhan pertama saja
Pada umumnya
usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau
keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan
masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, seringkali ternyata bahwa
masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar
tampak atau disampaikan itu. Bahkan kadang– kadang masalah yang sebenarnya,
sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu. Usaha pelayanan
seharusnya dipusatkan pada masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh
terpukau oleh keluahan atau masalah yang pertama disampaikan oleh kien.
Konselor harus mampu menyelami sedala-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.
10. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling kelompok
dapat dilakuka oleh siapa saja.
Pekerjaan
bimbingan dan konseling kelompok dapat dilakukan oleh siapa saja, jika dianggap
sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran saja. Tapi
jika pekerjaan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip
keilmuan (mengikuti filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan
kata lain dilaksanakan secara professional, maka pekerjaan ini tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang.
Salah satu ciri
profesionalnya adalah pelayanan itu dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam
bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan
dan latihan yang cukup.
11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling kelompok
dengan pekerjaan dokter atau psikiater
Memang dalam
hal-hal tertentu terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling
dengan pkerjaan dokter atau pskiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau
pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya. Di samping itu, baik konselor
maupun dokter atau psikiater, memakai teknik-teknik yang sudah teruji pada
bidang pelayananya masing-masing untuk mengungkapkan masalah klin/pasien, untuk
melakukan pragnosis dan diagnosis, dan akhirnya menetapkan cara-cara
pengentasan masalah atau penyembuhannya. Namun demikian, pekerjaan bimbingan
dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Baik
dokter atau psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja
dengan orang sehat yang sedang mengalami masalah.
Cara penyembuhan
yang dilakukan dokter atau psikiater ialah dengan memakai obat dan resep serta
teknik pengobatan dokter atau psikiater lainnya, sedangkan bimbingan dan
konseling memberikan jalan pemecahan masalah melalui jalan pengubahan orientasi
pribadi, penguatan mental/psikis, penguatan tingkah laku, pengubahan
lingkungan, upaya-upaya perbaikan, serta teknik-teknik bimbingan dan konseling
lainnya, sedangkan bimbingan dan konseling memberikan jalan pemecahan masalah
melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, penguatan
tingkah laku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan, serta upaya-upaya
perbaikan, serta tehnik-tehnik bimbingan dan konseling lainnya.
12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling
kelompok harus segera dilihat
Usaha-usaha
bimbingan dan konseling kelompok bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut
aspek-aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini
tidak bisa didesak-desakkan agar cepat matang dan selesai. Pendekatan
ingin mencapai hasil segera justeru dapat melemahkan proses itu sendiri.
Ini bukan berarti bahwa usaha bimbingan dan konseling boleh santai-santai saja
menghadapi masalah klien, karena proses bimbingan dan konseling adalah hal yang
serius dan penuh dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.
Petugas
bimbingan dan konseling harus berusaha sebaik dan seoptimal mungkin dalam
menghadapi masalah klien.
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Segala cara yang
dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien dan
berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan
dengan cara yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun.
Pada dasarnya,
pemakaian suatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah,
tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling, dan sarana
yang tersedia.
14. Memusatkan usaha bimbibingan dan konseling kelompok hanya
pada penggunaan instrumentasi dan konseling (misalnya tes, inventori, angket,
dan alat pengungkap lainnya)
Perlu diketahui
bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada
diri konselor adalah ketrampilan pribadi. Dengan kata lain koselor tidak
seharusnya terganggu dengan ada atau tiadanya instrument-instrumen pembantu
(tes, inventori, angket, dan sebagainya). Petugas bimbingan dan konseling yang
baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secar optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15. Bimbingan dan konseling kelompok dibatasi pada hanya
menangani masalah-masalah yang ringan saja
Berat atau
ringannya sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan. Oleh karena
itu, memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang
dihadapi klien tidaklah perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan
usaha pemecahan masalah. Yang terpenting adalah bagaimana menanganinya dengan
cermat dan tuntas.
Apabila seluruh
kemampuan konselor tidak bisa mengatasi masalah klien, maka diperlukan
pengalihtanganan. Pengalihtanganan tidak harus sekaligus kepada psikiater atau
ahli-ahli lain diluar bidang bimbingan dan konseling. Alih tangan pada tahap
pertama hendaknya dilakukan kepada sesama konselor sendiri yang memiliki
keahlian yang lebih tinggi. Dan bila ternyata ditemukan gejala-gejala kelainan
kejiwaan misalnya, maka ahli tangan sebaiknya diserahkan kepada psikiater.
Timbul pertanyaan kita bersama, mengapa
kesalahpahaman ini terjadi? Ada beberapa penyebabnya yakni;
1. Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena
bidang BK masih tergolong baru dan merupakan produk impor sehingga menyebabkan
para pelaksanaannya dilapangan belum terlalu mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno:
Dasar-dasar bimbingan dan konseling, 2004).
2. Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan
dari tamatan BK itu sendiri yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak
efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan juga pelaksanaan yang belum efesin
dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program yang akan dijalankan, baik
program harian, mingguan, bulanan maupun semesteran, walaupun dia dari tamatan
BK itu sendiri.
3. Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan
Konseling itu sendiri, di Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan
BP, BK, dan konseling, dan ini juga mempengaruhi persepsi
masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas BK dilapangan.
Padahal Istilah “konseling” sebagai pengganti “bimbingan
dan konseling” semakin menguat sejak digunakan istilah Konselor dalam UU No.
20/2003 tentang SPN, secara resmi istilah konseling telah digunakan dalam
permendiknas no.22/2006 tentang Standarisasi Untuk Satuan Dasar Dan Menengah,
Rumusan tentang Istilah “Bimbingan dan Konseling” dan istilah Konseling dapat
dilihat sebagai berikut dalam SK Mendiknas no. 25/1995;
“Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan
bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mempu
mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan
karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan
norma-norma yang berlaku”
Sedangkan Dalam Permendiknas No.22/2006:
“Konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik baik secara perorangan maupun kelompok, agar mempu mandiri
dan berkembang secara optimal dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi,
kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai
jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku”.
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan
peraturan baru untuk memperkuat status BK di indonesia tentang istilah dan
pelaksanaan BK, akan tetapi tetap saja belum semaksimal mungkin pelaksanaan BK
dengan semestinya, ini sangat memprihatinkan sekali, padahal Guru BK bermanfaat
sekali bagi perkembangan anak disekolah untuk menjadi lebih bagi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari makalah ini dapat kami
simpulkan bahwa kelompok dalam
bimbingan konseling merupakan kumpulan sejumlah orang yang ikut berperan serta
dalam proses kegiatan bimbingan dan konseling.
Layanan konseling kelompok dapat merupakan wilayah penjajagan awal bagi
(calon) klien untuk memasuki layanan konseling perorangan, kemudian kelompok
bimbinangan konseling juga diunggulkan karena dinamika kelompok yang terjadi
dalam kelompok konseling mencerminkan suasana kehidupan nyata yang dijumpai
masyarakat luas.
B. Saran
Pemakalah
pada kesempatan ini menyarankan agar tidak dikesampingkannya kelompok dalam
bimbingan konseling karena layanan konseling kelompok ini adalah metode
konseling yang banyak keunggulanya dan dengan suasana kelompok tersebut akan
terjalin hubungan antar individu yang memiliki latar belakang cerita yang
variatif.
Pustaka
Depdiknas, (2005),
Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
I.Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah
(Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan
ke dua.
Undang-undang No
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar