Kamis, 24 April 2014

ASAS BK



ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING Presentation Transcript
  • Presentasi ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan konseling Dosen Pengampu: Bp wahidin Spd.i Mp.d Kelompok 4 M. Syukron Eki Adha Neneng Sa’baniah JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012/2013
  • } Menurut Ferdy Pantar, penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip- prinsip tertentu, juga harus memenuhi sejumlah asas bimbingan }bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
  • Ø Asas Kerahasiaan Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan bimbingan dan konseling, kadang-kadang klien harus menyampaikan hal-hal yang sangat pribadi/rahasia kepada konselor. Oleh karena itu konselor harus menjaga kerahasiaan data yang diperolehnya dari kliennya. Asas ini dikatakan asas juga sebagai asas kunci dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
  • } Asas Kesukarelaan Dalam memahami pengertian bimbingan dan konseling telah dikemukakan bahwa bimbingan merupakan proses membantu individu (bimbingan bukan }merupakan suatu paksaan).  Asas Keterbukaan Asas ini merupakan asas penting bagi konselor / guru pembimbing, karena hubungan tatap muka antara konselor dan klien merupakan pertemuan bathin tanpa tedeng aling-aling. Dengan adanya keterbukaan ini dapat ditumbuhkan kecenderungan pada klien untuk membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi penghalang bagi perkembangan psikisnya.
  • } Asas Kekinian Asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling, yakni permasalahan yang dihadapi klien adalah dalam kondisi sekarang. Adapun kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat klien pada }saat sekarang. Asas Kedinamisan Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
  • } Asas Keterpaduan Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling }menunjang, harmonis, dan terpadu. Asas Kenormatifan Asas yang menghendaki agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan- kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan siswa/klien dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma- norma tersebut.
  • } Asas Kemandirian Salah satu tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar konselor berusaha menghidupkan kemandirian didalam diri klien. Schudt berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa: “klien akan terus menyatakan ketergantungannya, selama ketergantungan itu memperoleh respon dari konselor, sebaliknya rasa ketergantungan itu akan berhenti bila }tidak ditanggapi oleh konselor.” Asas Kegiatan Dalam proses layanan bimbingan dan konseling kadang-kadang konselor memberikan beberapa tugas dan kegiatan kepada kliennya. Dalam hal ini klien harus mampu melakukan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan.
  • } Asas Keahlian Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para petugas harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai. Pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kepribadian yang ditampilkan oleh konselor/guru pembimbing }akan menunjang hasil konseling. Asas Alih Tangan Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang menangani masalah-masalah yang cukup pelik. Berhubung hakekat masalah yang dihadapi klien adalah unik (kedalamannya,keluasannya dan kedinamisannya), disamping pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh konselor juga terbatas, maka ada kemungkinan suatu masalah belum dapat diatasi setelah proses konseling berlangsung. Dalam hal ini konselor perlu mengalihtangankan klien pada pihak lain (konselor) yang lebih ahli untuk menangani masalah yang sedang dihadapi oleh klien }tersebut. Asas Tut Wuri Handayani Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju.
  •  Demikianlahasas-asas penting yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.}

Kesalah Pahaman Terhadap BK


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai Khalifah di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus.
Banyak orang yang mendapatkan layanan sekaligus dalam satu waktu. Layanan ini juga sesuai dengan teori belajar karena mengandung aspek social yaitu belajar bersama. Peserta layanan akan berbagi ide dan saling mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya.
Aktif, mandiri melaui aktivitas langsung melalui sikap 3M (mendengar dengan aktif, memahami dengan positif dan merespon dengan tepat), sikap seperti seorang konselor. Berbagi pendapat, ide dan pengalaman, empati, menganalisa, aktif membina keakraban, membina keikatan emosional, mematuhi etika kelompok, menjaga kerahasiaan, perasaan dan membantu serta membina kelompok untuk untuk menyukseskan kegiatan kelompok.

B. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua serta sebagai pemenuh tugas mata kuliah Dinamika Kelompok.

C. Sistematika Makalah

Kiprah bimbingan dan konseling kelompok dewasa ini tidak lagi hanya terbatas pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan menjangkau seting luar sekolah dan masyarakat. Dalam era kesejagatan saat ini, individu dituntut agar selalu mengembang kanata umum perbaiki kecakapannya dalam memilih informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat pengembangan atau perbaikan kecakapan semacam ini perlu dilakukan secara terus menerus dalam berbagai aspek kehidupan melalui proses belajar sepanjang hayat. Konseling merupakan wahana pelayanan yang mampu memfasilitasi individu dan kelompok untuk menghadapi perubahan yang pesat dan ragam informasi yang amat kompleks.
Pelayanan konseling yang diluncurkan dengan kerangka kerja kelompok dapat berbentuk Layanan Konseling  Kelompok (KKp) atau Layanan Bimbingan Kelompok (BKp). Kondisi riil di lapangan menunjukkan adanya bahwa Layanan KKp atau BKp ini semakin menjadi unggulan dan primadona dalam keseleruhan penyelenggaraan program konseling. Kondisi ini terjadi karena Layanan KKp dan/atau BKp memiliki beberapa keunggulan mendasar, antara lain :
a.       Membantu seseorang atau sejumlah orang yang tidak siap dan terbuka secara perorangan menemui konselor,
b.      Memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih berani berbicara dan terbuka saat bersama-sama temannya,
c.       Dapat melayani sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan,
d.      Menimbulkan keakraban, membangun suasana saling percaya, saling membantu, dan empati diantara sesama anggota kelompok dan konselor,
e.      Menemukan alternative pemecahan masalah yang lebih banyak dan bervariasi, karena mengemukan berbagai pemikiran dari anggota,
f.        Praktis, dalam arti dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor.

Konsekuen silogis dari perspektif yang dideskripsikan di atas adalah adanya tuntutan pelayanan KKp dan atau BKp  yang profesional. konseling, dalam bentuk perorangan atau kelompok, esensinya  merupakan proses bantuan untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien yang mengahadapi masalah dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan). Bantuan dimaksud diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang kearah yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya kearah peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan dalam proses konseling terjadi dalam suasana professional dengan menyediakan kondisi yang kondusif bagi perubahan dan pengembangan klien


BAB II
PEMBAHASAN

A.    BEBERAPA KESALAHPAHAMAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK

Prayitno Guru Besar Konseling dalam bukunya (Dasar-dasar bimbingan dan konseling) menjelaskan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling kelompok merupakan barang impor yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong baru. Apalagi untuk penggunaan istilah saja masih belum adanya kesepakatan semua pihak, ada yang menggunakan istilah Penyuluhan dan Bimbingan, Penyuluhan dan konseling (ataupun hanya memakai istilah konseling saja. Makanya sering terjadinya kesalahpahaman di bidang bimbingan dan konseling ini. Patterson (dalam shertzer/stone, Fundamental of couseling) menjelaskan ada beberapa isu tentang pelayangan konseling salah satunya adalah, Profesi konseling adalah pekerjaan profesi profesional namun menjadi tidak profesional karena pelaksanaannya. Dikarenakan adanya pelaksanaan dari guru pembimbing yang salah sehingga profesi konseling tidak menjadi profesional.
Prayitno menjelaskan ada beberapa kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling kelompok  yang sampai saat ini terjadi dalam pelaksanaan konseling tersebut yakni sebagai berikut;

1.        Bimbingan dan konseling kelompok disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat yang berbeda kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling kelompok.
a.     Bahwa bimbingan dan konseling kelompok sama saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya sudah termasuk ke dalam usaha sekolah yang menyelenggararakan pendidikan. Sekolah tidak perlu bersusah payah menyelenggarakan bimbingan dan konseling kelompok secara mantap dan mandiri. Pendapat ini cenderung mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan dan sama sekali tidak melihat pentingnya bimbingan dan konseling kelompok.
b.    Bimbingan dan konseling kelompok harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga ahli dengan perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan ini harus secara nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.
Kedua pendapat tersebut diatas adalah pandangan-pandangan ekstrem yang perlu dievaluasi. Memang secara umum bimbingan dan konseling kelompok di sekolah termasuk ke dalam ruang lingkup upaya pendidikan, namun bukan berarti pengajaran (yang baik) saja akan menjangkau seluruh misi pendidikan di sekolah. Sekolah juga harus memperhatikan kepentingan peserta didik untuk bisa membuat mereka berkembang secara optimal. Maka dalam hal ini, peran bimbingan dan konseling kelompok adalah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan peserta didik.

2.    Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan ”barangsiapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Konselor didorong untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengakua bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang ajar, atau merugikan.
Berdasarkan pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Padahal sebaliknya, dari segenap anggapan yang merugikan itu, di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa. Petugas bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring petunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku positif yang dikehendaki.

3.    Bimbingan dan konseling kelompok dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
Pelayanan bimbingan dan konseling kelompok menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasehat, pada umumnya klien sesuai dengan problem yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pembrian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih tangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masayarakat, dan sebagainya.
Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satiu dan upaya lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan.

4.    Bimbingan dan konseling kelompok dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental
Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor seyogyanya tidak hanya menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya. Maka petugas bimbingan dan konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling, serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi perkembangan segenap individu.

5.   Bimbingan dan konseling kelompok dibatasi hanya untuk klien-kliean tertentu saja.
Bimbingan dan konseling kelompok tidak mengenal penggolonan siswa-siswa atas dasar mana golongan siswa tertentu dalam memperoleh palayanan yang lebih dari golongan yang lainnya. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan konseling, kapan, bagaimana, dan di mana pelayanan itu diberikan. Pertimbangannya semata-mata didasarkan atas sifat dan jenis masalah yang dihadapi serta ciri-ciri keseorangan siswa yang bersangkutan. Petugas bimbingan dan konseling membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling.

6.    Bimbingan dan konseling kelompok melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”
Ada asumsi bahwa bimbingan konseling kelompok hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Bukankah jika segenap fungsi yang ada pada diri seseorang yang normal dapat berjalan dengan baik, dia akan dapat menjalin kehidupannya secara normal pula? Kehidupan yang normal ini pasti menuju kebaikan dan kewajaran. Sayangnya, bekerjanya fungsi-fungsi yang sebenarnya normal itu kadang-kadang terganggu atau arahnya tidak tetap sehingga memerlukan bantuan konselor demi lebih lancar dan lebih terarahnya kegiatan fungsi-fungsi tersebut.
Jika seseorang ternyata mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat sakit jiwa, maka orang tersebut sudah seyogianya menjadi klien psikeater. Masalahnya ialah masih banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau setidak-tidaknya menyangka seseorang mengalami keabnormalan mental atau ketidaknormalan jiwa, sehingga terlalu cepat pula menghentikan pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling dan menyarankan klien agar pergi saja ke psikeater. Hal ini tentu saja tidak pada tempatnya atau bahkan berbahaya. Klien yang sebenarnya tidak sakit, tetapi oleh konselor dikirim ke dokter atau psikeater, pertama-tama akan menganggap bahwa konselor tersebut sebenarnya ahli; keahlianya adalah semua atau setidak-tidaknya diragukan. Sebagai akibatnya, klien tidak lagi mempercayainya. Konselor-konselor yang demikian itu akan memudarkan citra profesi bimbingan dan konseling. Kedua, klien berkemungkinan akan mempersepsi masalah yang dialaminya secara salah. Atau mungkin akan memprotes pengiriman yang salah alamat itu dan memeberikan reaksi-reaksi lain yang justru memperberat masalah yang dialaminya.

7.   Bimbingan dan konseling kelompok bekerja sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling kelompok bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, social dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerjasama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi oleh klien.
Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu seringkali terkait dengan orangtua siswa, guru dan pihak-pihak lain; terkait pila dengan berbagai unsure lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, penanggulangan tidak dilakukan sendiri oleh konselor saja. Dalam hal ini peranan guru, orang tua danpihak-pihak llain sering kali sangat menentukan. Konselor harus pandai menjalin hubungan kerjasama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah.



8.    Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
Sesuai asas kegiatan, disamping kinselor bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lainpun, terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakannpada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

9.    Bimbingan dan konseling kelompok berpusat pada keluhan pertama saja
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Bahkan kadang– kadang masalah yang sebenarnya, sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu. Usaha pelayanan seharusnya dipusatkan pada masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluahan atau masalah yang pertama disampaikan oleh kien. Konselor harus mampu menyelami sedala-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.

10.  Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling kelompok dapat dilakuka oleh siapa saja.
Pekerjaan bimbingan dan konseling kelompok dapat dilakukan oleh siapa saja, jika dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran saja. Tapi jika pekerjaan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip keilmuan (mengikuti filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Salah satu ciri profesionalnya adalah pelayanan itu dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup.

11.  Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling kelompok dengan pekerjaan dokter atau psikiater
Memang dalam hal-hal tertentu terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pkerjaan dokter atau pskiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya. Di samping itu, baik konselor maupun dokter atau psikiater, memakai teknik-teknik yang sudah teruji pada bidang pelayananya masing-masing untuk mengungkapkan masalah klin/pasien, untuk melakukan pragnosis dan diagnosis, dan akhirnya menetapkan cara-cara pengentasan masalah atau penyembuhannya. Namun demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Baik dokter atau psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang sehat yang sedang mengalami masalah.
Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater ialah dengan memakai obat dan resep serta teknik pengobatan dokter atau psikiater lainnya, sedangkan bimbingan dan konseling memberikan jalan pemecahan masalah melalui jalan pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, penguatan tingkah laku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan, serta teknik-teknik bimbingan dan konseling lainnya, sedangkan bimbingan dan konseling memberikan jalan pemecahan masalah melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, penguatan tingkah laku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan, serta upaya-upaya perbaikan, serta tehnik-tehnik bimbingan dan konseling lainnya.

12.  Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling kelompok harus segera dilihat
Usaha-usaha bimbingan dan konseling kelompok bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut aspek-aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini tidak bisa didesak-desakkan agar cepat matang dan selesai. Pendekatan ingin mencapai hasil segera justeru dapat melemahkan proses itu sendiri. Ini bukan berarti bahwa usaha bimbingan dan konseling boleh santai-santai saja menghadapi masalah klien, karena proses bimbingan dan konseling adalah hal yang serius dan penuh dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.
Petugas bimbingan dan konseling harus berusaha sebaik dan seoptimal mungkin dalam menghadapi masalah klien.


13.  Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Segala cara yang dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun.
Pada dasarnya, pemakaian suatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling, dan sarana yang tersedia.

14.  Memusatkan usaha bimbibingan dan konseling kelompok hanya pada penggunaan instrumentasi dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya)
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah ketrampilan pribadi. Dengan kata lain koselor tidak seharusnya terganggu dengan ada atau tiadanya instrument-instrumen pembantu (tes, inventori, angket, dan sebagainya). Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secar optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.

15.  Bimbingan dan konseling kelompok dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja
Berat atau ringannya sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan. Oleh karena itu, memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang dihadapi klien tidaklah perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan masalah. Yang terpenting adalah bagaimana menanganinya dengan cermat dan tuntas.
Apabila seluruh kemampuan konselor tidak bisa mengatasi masalah klien, maka diperlukan pengalihtanganan. Pengalihtanganan tidak harus sekaligus kepada psikiater atau ahli-ahli lain diluar bidang bimbingan dan konseling. Alih tangan pada tahap pertama hendaknya dilakukan kepada sesama konselor sendiri yang memiliki keahlian yang lebih tinggi. Dan bila ternyata ditemukan gejala-gejala kelainan kejiwaan misalnya, maka ahli tangan sebaiknya diserahkan kepada psikiater.
Timbul pertanyaan kita bersama, mengapa kesalahpahaman ini terjadi? Ada beberapa penyebabnya yakni;
1.        Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena bidang BK masih tergolong baru dan merupakan produk impor sehingga menyebabkan para pelaksanaannya dilapangan belum terlalu mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno: Dasar-dasar bimbingan dan konseling, 2004).
2.        Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari tamatan BK itu sendiri yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan juga pelaksanaan yang belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program yang akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun semesteran, walaupun dia dari tamatan BK itu sendiri.
3.        Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan Konseling itu sendiri, di Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan BP, BK, dan konseling, dan ini juga mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas BK dilapangan.
Padahal Istilah “konseling” sebagai pengganti “bimbingan dan konseling” semakin menguat sejak digunakan istilah Konselor dalam UU No. 20/2003 tentang SPN, secara resmi istilah konseling telah digunakan dalam permendiknas no.22/2006 tentang Standarisasi Untuk Satuan Dasar Dan Menengah, Rumusan tentang Istilah “Bimbingan dan Konseling” dan istilah Konseling dapat dilihat sebagai berikut dalam SK Mendiknas no. 25/1995;
“Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mempu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku”
Sedangkan Dalam Permendiknas No.22/2006:
“Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik baik secara perorangan maupun kelompok, agar mempu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku”.
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk memperkuat status BK di indonesia tentang istilah dan pelaksanaan BK, akan tetapi tetap saja belum semaksimal mungkin pelaksanaan BK dengan semestinya, ini sangat memprihatinkan sekali, padahal Guru BK bermanfaat sekali bagi perkembangan anak disekolah untuk menjadi lebih bagi.



BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
                Dari makalah ini dapat kami simpulkan bahwa kelompok dalam bimbingan konseling merupakan kumpulan sejumlah orang yang ikut berperan serta dalam proses kegiatan bimbingan dan konseling.
Layanan konseling kelompok dapat merupakan wilayah penjajagan awal bagi (calon) klien untuk memasuki layanan konseling perorangan, kemudian kelompok bimbinangan konseling juga diunggulkan karena dinamika kelompok yang terjadi dalam kelompok konseling mencerminkan suasana kehidupan nyata yang dijumpai masyarakat luas.

B. Saran
                Pemakalah pada kesempatan ini menyarankan agar tidak dikesampingkannya kelompok dalam bimbingan konseling karena layanan konseling kelompok ini adalah metode konseling yang banyak keunggulanya dan dengan suasana kelompok tersebut akan terjalin hubungan antar individu yang memiliki latar belakang cerita yang variatif.
               







Pustaka

Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
I.Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar