Kamis, 17 April 2014

LINGKUNGAN DAN PERANANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN POTENSI PESERTA DIDIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Karena pendidikan telah menunjukkan manusia melalui beberapa pengetahuan sehingga manusia dapat mengerti akan kehidupan melalui pengetahuan itu. Dalam proses pendidikan, anak didik akan mengalami kemunduran atau kemajuan dalam proses belajar yang disebabkan oleh keadaan atau situasi luar baik dari lingkungan, masyarakat, dan orang lain. Pendidikan juga tak lepas dari sarana pendidikan, karena sarana merupakan media pembelajaran yang mempunyai peran vital terhadap pengembangan potensi anak didik. Dalam makalah ini akan dibahas makna lingkungan, sarana dan perannya dalam pengembangan potensi anak didik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian lingkungan dan perannya terhadap pengembangan potensi anak didik?
2.      Apa pengertian sarana pendidikan dan perannya terhadap pengembangan potensi anak didik?

  1. Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini agar mahasiswa dapat memahami pengertian lingkungan dan peranannya terhadap pengembangan potensi anak didik serta mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari sarana pendidikan  beserta peranannya terhadap pengembangan potensi anak didik.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Lingkungan
Dalam kegiatan pendidikan, kita melihat adanya unsur pergaulan dan unsur lingkungan yang keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan ini tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun didalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik.[1]. Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat alam kehidupan yang senantiasa berkembang,. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak dan tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai nilai positif bagi seseorang. Sejauh manakah seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan- keadaan itu tidak selamanya bernilai pendidikan, artinya mempunyai nilai-nilai positif bagi perkembangan seseorang, karena bisa saja merusak perkembangannya.
Disamping itu dapat pula dikemukakan bahwa “lingkungan pribadi” yang membentuk suasana diri, suatu suasana yang bersifat pribadi. Suasana pribadi ini tampak pada diri seseorang yang kita nyatakan dengan kata-kata: tenang, hati-hati, cermat, lembut, kasar. Pernyataan itu mungkin lahir karena kita merasakan demikian adanya, meskipun tidak bergaul dengannya.[2]

B.     Pembinaan Lingkungan Islami
Lingkungan yang harus dibina dengan konsep pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.       Keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat; bagian ini menentukan keseluruhan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai yang kecil, sebagai bagian dari yang besar.[3]
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pendidik pertama, karena di tempat inilah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya sebelum ia menerima pendidikan yang lainnya. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak dikelak kemudian hari. Karena peranannya demikian penting itu maka orang tua harus benar-benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankannya sebagaimana mestinya.[4]. Pembinaan dilakukan pertama kali oleh ayah terhadap anak-anaknya, suami terhadap istrinya. Ayah harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan menjunjung tinggi asas demokrasi dalam keluarga. Ayah harus menjadi suri teladan terhadap keluarga.[5]
Islam mengajarkan rumah tangga yang baik ialah; rumah tangga yang dibangun dengan kehidupan penuh sakinah. Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[6]
Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang dianutnya merupan persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah, oleh karena melalui suasana keluarga yang demikian itu tumbuh perkembangan efektif anak secara "benar" sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Seorang ibu secara intuisi mengetahui alat-alat pendidikan apa yang lebih baik dan dapat digunakan. Sifatnya yang lebih halus dan persasa itu merupakan imbangan terhadap sifat seorang ayah. Keduanya merupakan unsur yang salimg melengkapi dan isi mengisi yang membentuk suatu keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan suatu keluarga.[7]
Dalam rangka membentuk rumah tangga sakinah tersebut islam menetapkan beberapa patokan dalam memilih jodoh. Menurut panitia muzakarah ulama ada 3 untuk memilih jodoh yang baik itu:
a)      Aspek keberagaman dari pasangan hidup Rumah tangga.
b)      Aspek kehormatan diri dalam arti terpeliharanya kesucian seksual dari kedua pasangan yang ingin membentuk hidup rumah tangga.
c)      Islam mencegah terjadinya perkawinan antara terlalu dekat (cosangiun). Perkawinan seperti ini seperti ini bisa menimbulkan akibat tidak baik bagi fisik maupun mental anak.[8]
2.      Masyarakat
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu.[9] Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja mengehendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota dan warga negara. Dengan demikian, dipundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Prof Dr. Oemar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani mengemukakan sebagai berikut:
“Diantara ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab manusia pada pengertian Al-qur’an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai: “makhluk yang bertanggung jawab”. Firman Allah dalam surat At-Thur ayat 21:

Artinya:  Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.[10]
Sekalipun islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat solidaritas, berpadu dan kerjasama membina dan mempertahankan kebaikan. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi disekelilingnya atau terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain itu termasuk orang yang berada dibawah perintah dan pengawasannya seperti istri, anak dan lain-lain.[11] Firman Allzah SWT dalam Surat At-Taubah ayat 71:

  
Artinya: “ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[12]

3.      Sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar misalnya membaca dan rajin berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.[13]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa Yunani “Schola” yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Bangsa Yunani kuno mempunyai kebiasaan bediskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan akal. Lambat laun usaha ini diselenggarakan secara teratur dan berencana (secara formal) sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.[14]
Di sekolah berkumpul anak-anak dengan umur yang hampir sama dengan taraf pengetahuan yang kurang lebih sederajat dan secara sekaligus menerima pelajaran yang sama.

C.    Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Adapun, prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidaqk langsung menunjang pelaksanaan-pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu 1) habis tidaknya dipakai; 2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; 3) hubungannya dengan proses belajar mengajar. Dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama. [15]
a)      Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Contoh; kapur tulis, beberapa bahan kimia untuk praktik guru dan siswa, dsb. Selain itu ada sarana pendidikan yang berubah bentuk. Misalnya kayu, besi, dan kertas karton yang sering digunakan oleh guru dalam mengajar. Contoh: pita mesin ketik/computer, bola lampu dan kertas.
b)      Sarana pendidikan tahan lama. Sarana pendidikan tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dan dalam waktu yang relative lama, contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan oleh raga. Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan ada dua macam sarana pendidikan. Yaitu sarana pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan.
Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan ada dua saran pendidikan, yaitu saran pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan yang tidak bergerak.
a)      Sarana pendidikan yang bergerak: sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakainya, contohnya: almari arsip sekolah, bangku sekolah,dsb.
b)      Sarana pendidikan yang tidak bergerak: semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan, misalnya saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Ditinjau dari hubungannya dengan Proses Belajar Mengajar, Sarana Pendidikan dibedakan menjadi 3 macam bila ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, yaitu: alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran.
a)      Alat pelajaran: alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktik.
b)      Alat peraga: alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai dengan yang konkret.
c)      Media pengajaran; sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu media audio, media visual, dan media audio visual.
Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan berbagai alat dan metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini adalah media pendidikan, Audio Visual Aids  (A.V.A), sarana dan prasarana pendidikan.[16]
Definisi-definisi yang pernah dikemukakan tentang alat pendidikan adalah sebagai berikut :
“Roestiyah Nk. Dkk., : media pendidikan adalah alat, metode dan teknika yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”.[17]
Vernon S. Gerlach dan Donald P.Ely :
Media adalah sumber belajar. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda atau pun peristiwa yang membuat kondisi siswamungkin memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap”.[18]
Dalam pergaulan tersebut contoh teladan utama dari pihak pemimpin sekolah, guru-guru dan staf lebih banyak mempengaruhi murid untuk menjadi manusia yang baik. Oleh sebab itu mereka harus membina suatu masyarakat sekolah yang baik yang membantu pembinaan suasana agama di sekolah. Pendidikan agama tidak mungkin berhasil dengan baik bila hanya dibebankan kepada guru agama saja tanpa didukung oleh pemimpin sekolah dan guru-guru yang lain.























BAB III
KESIMPULAN

Lingkungan memang identik dengan faktor yang banyak mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pengembangan potensi anak didik, dari sinilah perlu adanya pembenahan dari faktor lingkungan yang dilakukan dari beberapa elemen, diantaranya:
1)      Keluarga: lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat; bagian ini menentukan keseluruhan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai yang kecil, sebagai bagian dari yang besar.
2)      Masyarakat: Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.\
3)      Sekolah. Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar misalnya membaca dan rajin berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.
Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu \
1)      habis tidaknya dipakai dibagi menjadi dua;
a)      Sarana pendidikan yang habis dipakai
b)      Sarana pendidikan tahan lama.\
2)      bergerak tidaknya pada saat digunakan dibagi menjadi dua;
a)      Sarana pendidikan yang bergerak
b)      Sarana pendidikan yang tidak bergerak
3)      hubungannya dengan proses belajar mengajar dibagi menjadi tiga;
a)      Alat pelajaran
b)      Alat peraga
c)      Media pengajaran

DAFTAR PUSTAKA


Beni Ahmad Syaebani, Hendradiyat, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Crow and Crow, Educational Psychology, New York: ABC New-York, 1958.
Daradjat , Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Highet Gilbert, Seni Mendidik, Pembangunan, 1957.
http://id.shvoong.com/social-sciences education-administrasi-saranapendidikan.
Kurikulum Madrasah Tsanawiyah buku dua
Nashir Ali, Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta : Mutiara Jakarta, 1979.
Panitia Muzakarah Ulama, Memelihara Kelangsungan Hidup Anak menurut Islam, kerjasama Depag, MUI dan UNICEF, (Jakarta: 1978/1988.
Rustiyah NK. Cs, Kompetensi mengajar dan guru, Jakarta: Nasco, 1979.
Sanusi Latief, Bulan Bintang, Jakarta, Tahun 1987, hal.93-94/106.
Sjalabi , Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, alih bahasa Prof. Dr. Muchtar Jahja dan Drs. M.
Sobur, Alex,  Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru: 1982.
Uhbiyati, Nur,  Ahmadi, Abu,  Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Vernon S. Gerlach and Donald P. Ely, A Systimatic Approach to Instruction, di indonesiakan oleh Mudhoffir.






[1]. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 63
[2]. Ibid, hal. 64.
[3]. Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 248.
[4]. Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 251.
[5]. Beni Ahmad Syaebani, Hendradiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 263.
[6]. Q.S. Ar-Rum: 21
[7]. Zakiah Daradjat, Op. cit., hal. 67.
[8]. Panitia Muzakarah Ulama, Memelihara Kelangsungan Hidup Anak menurut Islam, kerjasama Depag, MUI dan UNICEF, (Jakarta: 1978/1988), Hal. 25-27.
[9]. Ibid, hal. 44.
[10]. Q.S. At-Thur: 21.
[11]. Zakiah daradjat, Op.Cit., hal. 46.
[12]. Q.S. At-Taubah: 71.
[13]. Alex Sobur, Op. Cit., hal. 250.
[14]. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Aksara Baru: 1982), Hal. 70.
[15].  http://id.shvoong.com/social-sciences education-administrasi-saranapendidikan, Diakses pada 16 Juli 2010.
[16]. Rustiyah NK. Cs, Kompetensi mengajar dan guru, (Jakarta: Nasco, 1979), Hal. 6.
[17]. Vernon S. Gerlach and Donald P. Ely, A Systimatic Approach to Instruction, diIndonesiakan oleh Mudhoffir, hal. 6.
[18]. Highet Gilbert, Seni Mendidik, Pembangunan, 1957,  hal.21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar