AN-NAHL
(Lebah)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang
Surah ke-16 ini diturunkan di Mekah sebanyak 128 ayat
Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah
kamu meminta agar disegerakan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang
mereka persekutukan. (QS. An-Nahl 16:1)
`Ata amrullahi (telah
pasti datangnya ketetapan Allah). Diriwayatkan bahwa kaum kafir Quraisy
menganggap lambat turunnya siksa yang diancamkan kepada mereka. Anggapan ini
bertujuan mengejek Nabi saw. dan mendustakan ancamannya. Mereka berkata,
"Jika turunnya siksa yang dikatakan
Muhammad itu benar, maka berhala-berhala akan menolong kami dan membebaskan
kami dari siksa itu." Maka diturunkanlah ayat di atas. Amrullahi
berarti siksa yang diancamkan. "Ditimpakanya siksa" berarti dekatnya
siksa dan saatnya telah tiba. Makna ayat: Hai orang-orang kafir, sebentar lagi
tiba saat ditimpakkannya siksa yang diancamkan kepadamu.
Fa la tasta'jiluhu (maka
janganlah kamu minta disegerakan) ketetapan Allah dan kejadiannya. Isti'jal
berarti meminta sesuatu sebelum waktunya.
Subhanahu wa ta'ala 'amma yusyrikuna (Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan).
Allah terbebas dan suci Zat-Nya dari mempunyai sekutu. Maka Dia menyingkirkan
dengan kehendak-Nya apa yang mereka
sekutukan dengan cara apa pun. Tatkala yang menyucikan Zat yang Mahamulia itu
adalah Zat itu sendiri, maka at-tanziih merujuk kepada makna pembebasan
Zat. Ketika diturunkan ayat ini, Nabi saw. bersabda, "Aku diutus dan perumpamaan kiamat adalah seperti
dua hal ini", yakni dua jarinya,
yaitu telunjuk dan jari tengah.
Dia menurunkan para malaikat dengan membawa wahyu
melalui perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki di antara para hamba-Nya,
yaitu, "Peringatkanlah olehmu, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka
hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku. (QS. An-Nahl
17:2)
Yunazzilu (Dia
menurunkan), yakni Allah Ta'ala menurunkan.
Al-mala`ikata (malaikat)
Jibril. Ditafsirkan dengan jibril karena bentuk tunggal yang
diungkapkan dengan bentuk jamak, sedang
dia itu seorang pemimpin, pengungkapan itu bertujuan mengagungkan urusannya dan
meninggikan kedudukannya. Atau yang dimaksud dengan al-malaìkah adalah
Jibril dan malaikat penjaga wahyu yang bersamanya.
Birruhi (dengan ruh),
yakni dengan membawa wahyu yang di antaranya adalah Al-Qur`an. Penggalan ini
diungkapkan dengan gaya metafora. Karena Allah Ta'ala menghidupkan hati yang
mati lantaran kebodohan dengan wahyu. Atau karena wahyu di dalam agama
bagaikan ruh dalam jasad.
Min `amrihi (dengan
perintah-Nya). Penggalan ini menjelaskan kata ruh, dan yang
dimaksud adalah wahyu.
'Ala may-yasa`u min 'ibadihi (kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara para hamba-Nya). Allah
menurunkan wahyu kepada mereka karena
mereka memiliki berbagai
sifat yang membuatnya layak menerima
wahyu.
An `andiru
(peringatkanlah olehmu). Allah menurunkan malaikat dengan membawa wahyu supaya kamu memberi
peringatan dengannya. Yang disapa dengan ayat ini adalah para nabi, yang
malaikat diturunkan kepada mereka, sedangkan pemberi perintah adalah Allah SWT,
dan malaikat sebagai pengantar perintah.
Makna ayat: Allah menurunkan malaikat yang bertugas untuk mengatakan kepada
mereka "Peringatkanlah olehmu". Al-indzar berarti
pemberitahuan, maksudnya, beritahukanlah kepada manusia, hai para nabi …
'Annahu (bahwa ia), yakni
sesungguhnya …
La `ilaha illa `ana
(tidak ada Tuhan selain Aku). Allah menakut-nakuti dengan La `ila `illa `ana karena mereka
menetapkan bagi-Nya aneka sekutu dan tandingan yang tidak layak bagi Zat-Nya
Yang Mahamulia.
Fattaquuni (maka
hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku), yakni takutlah terhadap azab-Ku.
Ayat ini menunjukkan bahwa malaikat merupakan perantara
antara Allah dengan para rasul-Nya dan nabi-Nya dalam menyampaikan berbagai
kitab dan risalah-Nya, dan bahwa malaikat diturunkan dengan membawa wahyu.
Khalaqas-samawati wal `ardla (Dia menciptakan langit dan bumi). Dia menciptakan makhluk yang
tinggi dan yang rendah.
Bil haqqi (dengan hak),
dengan hikmah dan kemaslahatan, bukan dengan batil dan main-main.
Ta'ala (Mahatinggi) dan
Mahasuci Dia.
'Amma yusyrikuna (dari
apa yang mereka persekutukan), dari sekutu yang mereka persekutukan kepada
Allah secara batil, padahal sekutu itu tidak dapat mencipta dan tidak pula
mengembalikan sesuatu.
Dia telah menciptakan manusia dari air mani,
tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. (QS.
An-Nahl 16:4)
Khalaqal `insana (Dia
menciptakan manusia). Dia menciptakan keturnan Adam. Ditafsorkan demikian sebab
Adam tidak diciptakan dari air mani, melainkan dari tanah dan Hawa diciptakan
dari tulang rusuk sebelah kiri Adam..
Min nuthfatin (dari air
mani). An-nutfah berarti air mani laki-laki.
Fa `idza huwa (tiba-tiba
dia), yakni manusia, setelah dia diciptakan. Fa pada penggalan ini
menunjukkan bahwa manusia cepat lupa terhadap permulaan kejadian mereka.
Khashimun (pembantah),
yakni yang sangat keji permusuhannya dan sangat keras perbantahannya.
Mubinun (yang nyata),
yang mencari-cari dalih. Yang jelas bahwa ayat ini menyapa semua manusia.
Al-Mahdawi meriwayatkan bahwa ayat ini berkenaan dengan
Ubay bin Khalaf Al-Jamhi. Dia menjumpai Nabi saw. dengan membawa tulang yang
rapuh seraya berkata, "Hai Muhammad, apakah engkau mengira bahwa Allah
akan menghidupkan tulang yang sudah rapuh ini ?" Maka
turunlah ayat di atas.
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu.
Padanya ada bulu yang menghangatkan dan berbagai manfaat, serta kamu makan
sebagiannya. (QS. An-Nahl 16:5).
Wal `an'ama (dan binatang
ternak). Al-an'am jamak dari na'amun yang berarti unta, sapi, domba, dan kambing. Al-an'am
ialah empat jenis binatang yang disebut dengan delapan ekor binatang, yaitu
jantan dan betinanya. Namun, pada umumnya al-anám ini digunakan untuk
unta.
Khalaqaha lakum (Dia
menciptakannya untukmu) dan untuk berbagai manfaat dan kemaslahatanmu, hai
keturunan Adam. Demikian pula semua makhluk diciptakan untuk berbagai
kemaslahatan dan keuntungan hamba, bukan untuk kepentingan makhluk itu sendiri.
Allah Ta'ala berfirman, Dia telah menciptakan bagimu apa yang ada di bumi
semuanya. (QS. Al-Baqarah 2:29). Allah berfirman, Dan Dia menundukkan
bagimu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi (QS. Luqman 31:20).
Fiha dif``un (padanya ada
yang menghangatkan). Ad-dif`u lawan dingin. Ad-difù bermakna hangat dan panas. Lalu kata ini
digunakan untuk menamai setiap pakaian
hangat yang terbuat dari bulu domba, atau bulu unta, atau bulu kambing.
Wa manafi'u (dan berbagai
manfaat) lain berupa anaknya, air susunya, fungsinya untuk ditunggangi, untuk
membajak, nilai jualnya, dan upah dengan menyewakannya.
Wa minha ta`kuluna (dan
sebagiannya kamu makan), yakni kamu bias memakan dagingnya, lemaknya, dan sebaginya, kecuali
kemaluannya, dua biji pelir, kantong empedu, kandung kemih, tulang, dan
darahnya karena semuanya itu haram dimakan.
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya,
ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke
tempat penggembalaan. (QS. An-Nahl 16:6)
Walakum fiiha (dan bagimu
padanya), di samping aneka manfaat yang penting sebagaiman telah dirinci, …
Jamalun (keindahan),
yakni keindahan dalam pandangan manusia dan kesengan bagi mereka.
Hina turihuna (saat kamu
membawanya kembali), ketika kamu
membawanya pulang dari tempat penggembalaan ke kandangnya di saat petang.
Wa hina tasrahuna (dan
ketika kamu melepaskannya), yakni
menggembalakannya di pagi hari dan menggiringnya dari kandang menuju ke
tempat penggembalaan.
Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang
kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran diri.
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16:7).
Wa tahmilu atsqalakum
(dan ia memikul beban-bebanmu), yakni binatang itu membawa berbagai perbekalan dan bawaanmu.
Ila baladin
(ke suatu negeri) yang jauh jaraknya, misalnya penduduk Mekah dapat membawa
perdagangannya menuju ke Yaman, Mesir dan Syam.
Wa lam takunu balighihi
(dan kamu tidak sanggup sampai kepadanya). Kamu tidak mampu mencapai tempat itu
sendirian kecuali dengan susah payah,
sekiranya tidak ada unta. Maksudnya, seandainya unta tidak diciptakan.
Illa bisyiqqil anfusi
(melainkan dengan kesukaran-kesukaran dirimu), apalagi kalau kamu sendiri yang memikulnya.
Maksudnya, kamu memikul barang bawaan sendiri ke negeri tersebut.
Inna rabbakum lara`ufur-rahimun (sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
penyayang). Allah sangat menaruh belas kasihan dan amat banyak memberi
kenikmatan kepadamu. Karena itu, Dia menyayangimu dengan menciptakan aneka
binatang pengangkut barang-barang dan Dia memberi nikmat kepadamu dengannya
agar kamu mengambil manfaat darinya dan Dia memudahkan urusanmu.
Diriwayatkan dari Umar ra., dalam sebuah peperangan yang
diikuti Rasulullah saw., bahwa tatkala
para sahabat berjalan, tiba-tiba mereka menangkap anak burung. Lalu induknya datang dan terjatuh di hadapan
orang-orang yang mengambil anak burung itu.
Rasulullah saw. bersabda, "Mengapa kamu tidak takjub terhadap induk burung ini? Anaknya ditangkap lalu induknya
datang hingga terjatuh di hadapanmu? Demi Allah, Allah lebih menyayangi hamba-Nya
daripada burung ini kepada anaknya." (HR. Abu Dawud).
Dan kuda, bighal, dan keledai agar kamu
menungganginya dan menjadikannya perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak
kami ketahui. (QS. An-Nahl 16:8).
Wal khaila (dan kuda). Al-khail
di-athaf kepada al-an'am. Makna ayat: Allah menciptakan
kuda. Khailun berarti sejenis
kuda. Ia tidak mempunyai bentuk
tunggal seperti halnya kata `ibilun.
Wal bighala (dan bighal).
Al-bighal jamak dari baghal yang berarti binatang yang merupakan
peranakan dari kuda dan keledai.
Wal hamira (dan keledai).
Al-hamir jamak dari himar.
Litarkabuha (agar kamu
menungganginya). Penggalan ini menjelaskan
manfaat utama binatang. Jika bukan demikian, maka pemanfaatannya
sebagai kendaraan pengangkut tidak
diragukan lagi kebenarannya.
Wa zinatan (dan
perhiasan). Zinatan dibaca manshub karena berfungsi sebagai objek
dan menurut fungsi sintaksisnya diathafkan kepada litarkabuuha.
Makna ayat: supaya kamu menjadikannya sebagai perhiasan.
Wa yakhluqu ma la ta'lamuna (dan Dia menciptakan apa yang Kamu tidak ketahui) seperti aneka
ragam makhluk berupa binatang darat dan laut.
Dan hak bagi Allah menerangkan jalan yang lurus, dan
di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jika Dia menghendaki, tentulah Dia
menunjukkan kepada kamu semuanya. (QS. An-Nahl
16:9).
Wa 'alallahi qasdus sabili (dan hak Allah menerangkan jalan yang lurus). Al-qasdu
merupakan masdar yang bermakna fa'il. Dikatakan, sabilu qasdin wa qasidin yang berarti jalan yang
lurus. Makna ayat: Hak Allah Ta'ala - selaras dengan tuntutan rahmat dan janji-Nya yang pasti,
tetapi bukan merupakan kewajiban-Nya sebab tidak ada sesuatu pun yang wajib
dilakukan-Nya - untuk menjelaskan jalan yang lurus yang mengantarkan orang yang
menempuhnya kepada kebenaran, yakni ketauhidan, dengan menegakkan aneka dalil
dan mengutus para rasul serta menurunkan kitab-kitab untuk menyeru manusia
kepada-Nya.
Wa minha ja`irun (dan di
antara jalan-jalan itu ada yang bengkok), yakni jalan yang menyimpang dari
kebenaran dan jauh darinya, yang tidak mengantarkan orang yang menempuhnya
kepada kebenaran. Jalan yang bengkok itu ialah jalan kesesatan seperti jalannya yang ditempuh Yahudi, Nashrani,
Majusi, dan semua millah yang ditempuh orang kafir serta jalan orang
mengikuti hawa nafsu dan pelaku bid`ah.
Wa lau sya`a lahadakum ajma'ina (dan seandainya Dia menghendaki, tentu Dia akan menunjukkan
kepadamu semua). Sekiranya Allah menghendaki untuk menunjukkimu kepada
ketauhidan seperti yang dipaparkan di atas sebagai petunjuk yang mengantarkan
kepada-Nya, tentu Dia akan melakukan hal itu. Namun, Dia tidak menghendaki
karena kehendak-Nya mengikuti tuntutan hikmah. Dan tidak ada hikmah dalam
kehendak semacam itu, sebab yang menjadi poros taklif, pahala, dan siksa
tiada lain ikhtiar individual yang terkait dengan pelaksanaan aneka amal yang
menjadi sandaran balasan.
Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit
untukmu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan
tumbuh-tumbuhan, tempat dimana kamu menggembalakan ternakmu. (QS. An-Nahl 16:10).
Huwal ladi `anzala
(Dia-lah yang menurunkan) dengan kekuasaan-Nya yang kuat.
Minas sama`i (dari
langit), menuju awan, lalu
turun ke bumi.
Ma`an (air), sejenis air, yakni air hujan.
Lakum minhu (untuk kamu
sebagiannya), yakni dari air hujan yang diturunkan itu.
Syarabun (minuman),
yakni air yang dapat kamu minum.
Wa minhu syajarun (dan
sebagiannya tumbuh-tumbuhan), karena air hujan ini menumbuhkan pepohonan yang
membuat binatang ternak dapat merumput. Yang dimaksud dengan syajarun
adalah apa yang tumbuh di tanah,
baik yang berbatang atau pun
tidak.
Fiihi tusimuna (di tempat
itu kamu menggembalakan ternakmu). Dikatakan samat al-masyiyatu berarti
menggembala. Makna ayat: kamu menggembalakan binatang-binatang ternakmu.
Tumbuhan disebutkan terlebih dahulu dikarenakan proses kejadiannya yang tanpa
campur tangan manusia. Kemudian Dia mulai memberitahukan aneka manfaat
air. Dia berfirman,
Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu
tanaman-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar ada tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
berpikir. (QS. An-Nahl 16 :11)
Yunbitu (Dia
menumbuhkan), yakni Allah Ta'ala menumbuhkan.
Lakum (bagimu), untuk aneka kepentingan dan berbagai
keuntungan kamu.
Bihi (dengannya), yakni
dengan air hujan yang diturunkan itu.
Az-zar'a
(tanaman-tanaman) yang merupakan sumber pangan dan penopang kehidupan.
Waz-zaituna (dan zaitun).
Zaitun dapat dijadikan sebagai lauk pauk dan dapat pula dianggap sejenis
buah-buahan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, "Awetkanlah dengan minyak zaitun
dan poleslah dengannya, karena minyak itu berasal dari pohon yang
berkah" (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Baihaqi). Pohon yang berkah ini
ialah zaitun. Zaitun dikatakan pohon yang barakah karena ia hampir
tidak tumbuh kecuali di tanah-tanah yang mulia dan diberkahi, seperti Baitul Maqdis.
Wan-nakhila (dan kurma). Nakhhil
dan nakhl mempunyai makna yang sama, Nakhhil merupakan isim jamak
yang bentuk tunggalnya adalah nakhlah, seperti tsamarat dan tsimar.
Wal `a'naba (dan anggur).
Al-`a'nab dijamakkan guna menunjukkan bahwa kata ini meliputi
jenis-jenis anggur yang beragam. Ayat ini menunjukkan bahwa penamaan anggur
dengan karaman bukan pemberian Pencipta, tetapi merupakan penamaan dari
orang-orang jahiliyyah. Seakan-akan mereka hendak menegaskan bahwa karaman
ini derivasi dari karama, karena
kham`r yang terbuat dari anggur dapat mendorong manusia menjadi pemurah
dan dermawan.
Maka Nabi saw. melarang
menyebut anggur dengan nama yang
diberikan orang-orang jahiliyyah dan menyuruh mereka menyebutnya sesuai dengan
pemberian Pencipta. Beliau bersabda, "Janganlah menamai anggur dengan al-karam
tetapi namailah dengan al-'inab dan al-hablat, karena al-karam
itu berarti hati orang mukmin" (HR. Bukhari dan Muslim).
Yakni sesungguhnya kedermawanan dan kemurahan yang
mereka sangka tiada lain bersumber dari hati orang mukmin, bukan karena kham`r
sebab kebanyakan tingkah laku pemabuk mengalahkan akalnya. Maka pemberian itu
bukan sebagai kemurahan dan bukan pula sebagai kedermawanan. Sebab orang yang
sedang mabuk seperti anak kecil yang tidak memahami makna kedermawanan, bahkan
dia menggunakan hartanya secara berlebih-lebihan dan boros. Jenis buah-buahan ini dirinci penyebutannya secara khusus adalah guna memberitahukan
keutamaan dan kemuliaanya. Kemudian
disebutkan secara umum. Allah
Ta'ala berfirman,
Wa min kullits-tsamarati
(dan dari semua buah-buahan), yakni dari setiap buah-buahan dengan aneka jenisnya.
Inna fi zalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penurunan air dan
penumbuhan apa yang telah dijelaskan ...
La-aayatan (ada tanda
kekuasaan) yang agung yang menunjukkan keesaan Allah Ta'ala dalam
ketuhanan-Nya, karena Dia memiliki kesempurnaan ilmu, kekuasaan, dan hikmah.
Liqaumin yatafakkaruuna (bagi
kaum yang berpikir). Biji dan benih yang berada dalam tanah, lalu kelembaban
meresap dan sampai kepadanya, sehingga terbelahlah bagian bawah biji itu, maka
keluar akar-akar yang merambat ke dalam
tanah. Bagian atas biji pun terbelah dan keluar darinya tunas lalu tumbuh
menjadi batang dan keluar darinya
dedaunan, bunga, biji, dan buah-buahan
dengan bentuk yang berbeda-beda, baik rupa, warna, daun, maupun sifatnya. Benih
yang berasal dari buah itu dapat menghasilkan biji yang sama dalam
bentuk yang berbeda-beda hingga jumlah yang tidak terbatas Bibit asalnya
itu memiliki hubungan sifat yang sama degan anak-anaknya, bahkan berhubungan dengan semua
tumbuhan yang sejenis.
Jika hal tersebut direnungkan, niscaya diketahui bahwa
semua perbuatan dan kehendak-Nya ini tidak mungkin dapat diserupakan dengan
sesuatu pun dengan aneka sifat kesempurnaan-Nya, apalagi disekutukan dengan
seseorang dalam sifat- ketuhanan dan penyembahan. Dia Maha Tinggi dari
hal itu setinggi-tingginya dan sebesar-besarnya.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan
bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan untukmu dengan perintah-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi kaum yang memahami. (QS. An-Nahl 16:12).
Wa sakhkhara lakum (dan
Dia menundukkan untukmu), yakni untuk kehidupan dan rizkimu, serta untuk
menebalkan buah dan mematangkannya.
Al-laila wan nahaara
(malam dan siang). Kedua waktu yang silih itu datang silih berganti sebagaimana firman-Nya, Dan Dia yang telah
menjadikan malam dan siang silih berganti.
Wasysyamsa wal qamara
(matahari dan bulan), yakni dalam hal
perjalanannya, sinarnya, dan penataannya karena siang dan malam
itu tergantung pada penataan Allah atas
matahari dan bulan. Semua itu untuk berbagai kemaslahatan dan keuntunganmu.
Wan nujuuma musakhkharaatun bi`amrihi (dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya). Semua
bintang, baik gerakan-gerakannya maupun berbagai posisinya, adalah ditaklukan
dan ditundukkan kepada Allah. Dia menciptakannya dan mengaturnya sebagaimana
yang dikehendaki-Nya.
Inna fi zaalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penundukan yang berhubungan
dengan yang telah disebutkan di atas, baik secara global maupun terperinci …
Laa-ayatin (ada
tanda-tanda kekuasaan) yang cemerlang
dan berlimpah.
Li qaumin ya'qiluuna
(bagi kaum yang memahami), bagi kaum yang menggunakan akaknya untuk melihat, mengambil petunjuk, dan
mengambil ibrah. Tatkala jejak-jejak benda-benda angkasa ini banyak dan
bukti-bukti yang dikandungnya berupa keagungan kekuasaan, ilmu, dan hikmah itu
lebih menunjukkan keesaan Allah dibanding
tanda-tanda kekuasaan-Nya yang lain,
maka tanda-tanda itu cukup dikatkan dengan akal, tanpa membutuhkan perenungan dan
pemikiran.
Dan Dia menundukkan pula apa yang Dia ciptakan
untukmu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl 16:13).
Wa maa zara’a lakum fil ardhi (dan apa yang Dia ciptakan untukmu di bumi) berupa sebagian hewan
dan tumbuhan yang keadaannya …
Mukhtalifan alwaanuhu
(berlain-lainan macamnya), yakni jenis-jenisnya, perbedaannya biasanya terjadi disebabkan
perbedaan warna, ditundukkan Allah Ta'ala agar kamu menikmati hal itu dengan cara
apa pun yang kamu kehendaki. Ada pula yang menafsirkan mukhtalifaan alwaanuhu dengan keadaannya beragam, yaitu hijau, putih,
hitam, dan selainnya.
Inna fi zaalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penundukan yang telah
disebutkan dan yang sejenisnya.
La-aayatan (ada tanda
kekuasaan) yang menunjukkan bahwa Zat Yang urusan-Nya seperti itu adalah Maha
Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
Liqaumin yadzdzakkaruuna
(bagi kaum yang mengambil pelajaran), karena yang demikian itu hanya
membutuhkan pemahaman kembali ilmu dlaruri yang barangkali telah terlupakan.
Dan Dia-lah yang menundukkan lautan bagimu agar kamu
dapat memakan darinya daging yang segar, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai. Dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari keuntungan dari karunia-Nya, serta supaya kamu bersyukur. (QS. An-Nahl 16:14)
Wa huwal ladzii sakhkharal bahra (dan Dia-lah yang menundukkan lautan bagimu). Al-bahr
berarti air yang banyak atau air asin saja. Jamaknya abhar. Ada pula
yang menafsirkannya dengan: Dia menundukkan lautan yang tawar dan yang asin,
sehingga kamu apat memanfaatkannya untuk berlayar, menyelam, dan menangkap
ikan.
Lita`kuluu minhu (agar
kamu makan darinya), dari air tawar dan
asin itu.
Lahman thariyyan (daging
yang segar). Thariyyan berasal dari ath-tharaawat, lalu dibuang hamzah-nya.
Yang dimaksud adalah ikan. Ikan diungkapkan dengan daging untuk memberitahukan
bahwa ia tidak perlu disembelih seperti halnya
binatang lain. Penggalan ini menjelaskan kesempurnaan kekuasaan-Nya,
sehingga Dia menciptakan ikan itu tawar dan segar di dalam air yang sangat
asin, sehingga tidak dapat diminum.
Sekaitan dengan penyebutan ikan dengan daging, Malik dan
Ats-Tsauri berpendapat bahwa barangsiapa
yang bersumpah tidak akan memakan daging, maka dia dikategorikan melanggar
sumpah, jika dia memakan daging.
Pendapat ini dapat ditanggapi bahwa
landasan sumpah adalah kebiasaan, dan tidak diragukan lagi bahwa
konsep ikan tidak dapat dipahami dari
pemakaian kata daging. Tidakkah Anda perhatikan bahwa Allah Ta'ala menyebut
orang kafir dengan binatang melata, ketika berfirman, Sesungguhnya
seburuk-buruknya binatang melata di sisi Allah adalah orang-orang kafir.
Namun, orang yang bersumpah tidak akan
menunggangi binatang melata, tidak
dikatakan melanggar sumpah jika dia menaiki orang kafir.
Dalam Hayatul Hayawan dikatakan: Pendapat yang
difatwakan ialah bahwa seluruh binatang laut itu halal kecuali kepiting, kodok,
dan buaya, baik binatang itu seperti anjing atau babi maupun tidak.
Wa tastakhrijuu minhu
(dan kamu mengeluarkan darinya), dari air yang asin itu.
Hilyatan (perhiasan). Al-hilyat
berarti perhiasan yang terbuat dari emas atau perak. Yang dimaksud dengan al-hilyah
dalam ayat ini adalah mutiara dan batu merah yang disebut marjan.
Talbasuunahaa (yang kamu
pakai), yang dipakai sebagai perhiasan oleh istri-istrimu.
Wa taral fulka (dan kamu
melihat bahtera), yakni seandainya kamu ada, hai yang diajak berbicara, niscaya
kamu melihat kapal-kapal.
Mawaakhira fihi (berlayar
padanya), yakni kapal berlayar di laut, datang dan pergi. Mawaakhir
berasal dari makhara yang berarti
terbelahnya air.
Wa litabtaghuu min fadhlihi (dan agar kamu mencari karunia-Nya), agar kamu mencari rizki-Nya yang melimpah dengan berlayar untuk
berdagang.
Wa la'allakum tasykuruuna
(dan agar kamu bersyukur), yakni kamu mengetahui aneka hak nikmat-Nya yang
besar itu, lalu kamu mensyukurinya
dengan ketaatan dan ketauhidan.
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi
itu tidak goncang bersama kamu, dan sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu
mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl 16:15).
Wa alqaa (dan Dia
menancapkan), yakni Allah Ta'ala dengan kekuasan-Nya yang kuat menancapkan ...
Fil ardhi (di bumi). Al-ardh
adalah benda yang bentuknya bulat dan berada di tengah-tengah alam semesta.
Rawaasiya
(gunung-gunung), yakni gunung-gunung yang kokoh. Gunung-gunung itu bagaikan
pasir yang digenggam oleh seseorang lalu ditebarkannya ke tanah. Penggalan ini
menggambarkan kebesaran-Nya dan mengilustrasikan kekuasaan-Nya, dan bahwa semua yang sulit
adalah mudah bagi-Nya. Makna ayat: Dia menjadikan di bumi itu gunung-gunung
dengan cara Dia berfirman kepadanya, "Jadilah!” Maka terciptalah gunung.
Bumi pun tercipta sedang ia telah dikokohkan dengan gunung-gunung, padahal
sebelumnya bumi itu berguncang dan tidak stabil.
An tamiida bikum (agar
tidak terguncang bersamamu). Al-maidu berarti bergerak dan condong.
Makna ayat: karena tidak suka jika
bumi mengguncangkan dan memiringkan
kamu. Bumi tanpa gunung seperti daging tanpa tulang. Sebagaimana keadaan hewan
dan jasadnya menjadi stabil dengan tulang, maka demikian pula bumi menjadi
tegak dengan gunung-gunung.
Wa anhaaraan (dan
sungai-sungai), yakni Dia menjadikan sungai-sungai di bumi.
Wa subulan (dan
jalan-jalan), yakni jalan-jalan yang berbeda. Subul jamak dari sabiil
yang berarti jalan.
La'allakum tahtaduuna
(agar kamu mendapat petunjuk), yakni agar melalui jalan itu kamu mendapat
petunjuk ke berbagai tempat tujuan dan
ke tempat tinggalmu. Sebagian ulama berkata, "Ambillah jalan walaupun
jalan itu berputar, tinggallah di kota
walaupun kota itu zalim, dan nikahilah
gadis walaupun dia buruk".
Dan Dia ciptakan tanda-tanda. Dan dengan bintang
itulah mereka mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl
16:15).
Wa 'alaamaatin (dan
tanda-tanda). Dia menjadikan di bumi itu tanda-tanda yang menjadi sarana
penunjuk jalan di siang hari berupa gunung, tanah datar, sungai, pohon-pohon,
dan angin.
Wa binnajmi hum yahtaduuna (dan dengan bintang itulah mereka mendapat petunjuk) pada malam
hari, baik di daratan maupun di lautan,
karena tidak ada tanda selain itu. Yang dimaksud dengan an-najm adalah
jenis bintang, atau ia adalah bintang kartika, bintang ursa, atau bintang
capricornus. Hal itu karena ia menjadi sarana untuk mengetahui berbagai arah di
malam hari, sebab bintang-bintang itu mengitari kutub utara dan tidak pernah
terbenam.
Maka apakah yang menciptakan itu sama dengan yang
tidak menciptakan? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl 16:17).
Afaman yakhluqu (maka
apakah yang menciptakan) berbagai ciptaan yang agung ini, yakni Allah Ta'ala.
Kaman laa yakhluqu (sama
dengan yang tidak menciptakan), yakni seperti yang tidak mampu menciptakan apa
pun, seperti berhala-berhala. Hamzah berfungsi menyatakan ingkar. Maksudnya, apakah setelah bukti-bukti ketauhidan itu demikian jelas,
masihkah terbayang adanya keserupaan dan penyekutuan?
Afalaa tazakaruuna
(apakah kamu tidak mengambil pelajaran). Apakah kamu tidak memperhatikan?
Apakah kamu tidak mencermati hal itu, sehingga kamu, hai penduduk Mekkah,
mengetahui kebatilan keyakinanmu?
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu
tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS.An-Nahl 16:18)
Wa in ta'udduu ni'matallahi (dan jika kamu menghitung nikmat Allah) yang dilimpahkan kepadamu
yang tidak dapat dirinci itu ...
Laa tuhshuuhaa (kamu
tidak dapat menentukan jumlahnya), yakni kamu tidak akan mampu menghitungnya
dan menentukan jumlahnya walaupun secara global, apalagi mampu mensyukurinya.
Innallaha ghafurun
(sesungguhnya Allah Maha Pengampun), yakni Maha menutupi. Dia memaafkan
keteledoranmu dalam mensyukuri
nikmat-Nya.
Rahiimun (Yang Maha
Penyayang), yakni Yang Maha Besar kasih sayang dan nikmat-Nya, yang tidak
terputus darimu, padahal nikmat itu layak untuk diputuskan dan ditahan darimu
karena kemaksiatan yang kamu lakukan.
Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa
yang kamu tampakkan. (QS. An-Nahl 16:19).
Wallahu ya'lamu ma tusirruuna (dan Allah mengetahui apa yang kamu sembunyikan) berupa aneka keyakinan dan perbuatan yang kamu
sembunyikan.
Wa maa tu'linuuna (dan
apa yang kamu tampakkan) berupa berbagai
keyakinan dan perbuatan yang kamu tampakkan. Sama saja bagi ilmu-Nya yang
meliputi itu apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan. Maka
sepantasnya Dia ditakuti, diwaspadai, dan tidak ditentang apa pun yang
bertentangan dengan keridhaan-Nya.
Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah,
tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu dibuat orang. (QS. An-Nahl 16:20).
Walladziina yad'uuna (dan
berhala-berhala yang mereka sembah), yakni tuhan-tuhan yang disembah
orang-orang kafir. Ad-du'a bermakna menyembah. Dalam Al-Qur`an makna
yang demikian itu banyak.
Min duunillaahi (selain
Allah), yakni dengan meninggalkan Allah, karena makna duuna adalah
tempat yang terdekat dari sesuatu, lalu duuna digunakan pada setiap perkara yang melampaui batas
untuk berpindah ke batas lain dan
menyalahi suatu hukum untuk berpindah ke hukum lain.
Laa
yakhluquuna syai`an (mereka tidak menciptakan
sesuatu pun) sama sekali. Artinya, menciptakan itu bukanlah tabi’at
berhala-berhala, sebab mereka lemah.
Wa hum yukhlaquuna
(sedangkan mereka itu diciptakan), yakni tabiat mereka dan tuntutan zatnya adalah sebagai yang diciptakan.
Berhala-berhala itu benda mati tidak hidup, dan
berhala-berhala itu tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya akan
dibangkitkan. (QS. An-Nahl 16:21).
Amwaatun (benda mati),
yakni sebagai benda mati yang tidak memiliki kehidupan.
Ghairu ahyaa-in (tidak
hidup), yakni tidak dapat menerima kehidupan seperti halnya air mani dan telur.
Berhala-berhala benar-benar sebagai benda mati.
Wa maa yasy'uruuna ayyaana yub'atsuuna (dan mereka tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya
dibangkitkan). Makna ayat: tuhan-tuhan itu tidak mengetahui kapan
penyembah-penyembahnya dibangkitkan dari kuburan.
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka
orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, hati mereka mengingkari,
sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl 16:22).
Ilaahukum ilaahun waahidun (Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa) Yang tidak berserikat dengan sesuatu pun.
Fallaziina laa yu`minuuna bilakhirati (maka orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat) dan
berbagai keadaannya seperti kebangkitan,
pembalasan, dan selainnya. Iman secara lughawi adalah membenarkan dengan hati.
Dan secara syar'i adalah meyakini dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan.
Quluubuhum munkiratun
(hati mereka mengingkari) keesaan. Kalbu mereka bersifat ingkar, bukan bersifat
makrifat.
Wa hum mustakbiruuna
(sedangkan mereka adalah orang-orang yang sombong). Mereka adalah kaum yang
senantiasa sombong, tidak mengakui keesaan dan kemuliaan-Nya, dan tidak
menerima kebenaran sebagaimana biasanya. Juga pengingkaran merupakan watak
mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka tampakkan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl 16:23).
Laa jarama (tidak
diragukan lagi) dan pasti.
Annallaaha ya'lamu maa yusirruuna (sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan) berupa
pengingkaran hati mereka.
Wa maa yu'linuuna (dan
apa yang mereka tampakkan) berupa kesombongan mereka. Laa jarama
berfungsi untuk menegaskan dan menguatkan, yang fungsinya sama dengan kata haqqan
(pasti benar).
Innahu (sesungguhnya
Dia), yakni Allah Ta'ala.
Laa yuhibbul mustakbiriina (tidak menyukai orang-orang yang sombong) dari ketauhidan. Yang
dimaksud al-mustakbirin ialah jenis orang-orang yang sombong mana
saja, baik orang-orang yang musyrik
ataupun yang beriman. Istikbar berarti melebihkan diri dengan melampaui
kadarnya dan menentang kebenaran. Alangkah indahnya ucapan seorang penyair,
Dan janganlah berjalan di muka bumi kecuali dengan
tawadhu'
betapa banyak di bawahnya kaum yang lebih tinggi
daripada kamu
Jika kamu memang gagah, terlindung, dan mulia
betapa banyak orang
mati yang lebih kebal daripada kamu
Karena itu, hendaklah kamu tawadhu dan tidak sombong
kepada seorang pun. Sesungguhnya tawadhu merupakan salah satu pintu surga,
sedangkan kesombongan merupakan salah satu pintu neraka. Yang mesti dilakukan
adalah membukakan pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah
yang telah diturunkan Tuhanmu? Mereka menjawab, "Dongeng-dongeng
orang-orang dahulu". (QS. An-Nahl 16:24).
Wa izaa qiila lahum (dan
apabila dikatakan kepada mereka). Kaum Quraisy berkumpul dan berkata,
"Sesungguhnya Muhammad adalah orang yang manis ucapannya. Jika berbicara
kepada seseorang, maka dia akan memikat hatinya. Pilihlah orang-orang yang mulia di antaramu. Lalu utuslah mereka
ke jalan-jalan Mekkah. Jika ada orang yang ingin menemui Muhammad, maka
palingkanlah mereka darinya.”
Maka berangkatlah orang-orang Quraisy terpandang ke
jalan-jalan. Jika ada suatu utusan dari suatu kaum datang guna mengetahui apa yang diucapkan Muhammad, maka mereka
menghampiri utusan itu seraya berkata
kepadanya, "Dia adalah laki-laki pendusta. Tidak ada yang mengikutinya
kecuali orang-orang yang bodoh dan hamba sahaya, serta orang yang tidak baik.
Adapun para pemuka kaumnya dan
orang-orang pilihan meninggalkannya.”
Maka orang Quraisy berhasil mengembalikan utusan itu.
Dan jika utusan itu termasuk orang yang diberi petunjuk
oleh Allah, maka dia berkata, "Seburuk-buruknya utusan suatu kaum adalah
aku karena setelah aku melakukan perjalanan sehari, kemudian aku pulang
sebelum bertemu dengan orang ini dan sebelum
aku menyimak apa yang diucapkannya.” Kemudian orang itu masuk ke Mekkah sehingga bertemu dengan Kaum
Mukminin. Dia bertanya kepada mereka tentang apa yang diucapkan kaum Quraisy
kepada mereka. Maka, Kaum Mu`minin menjawab, "Kebaikan." Itulah yang
dimaksud firman Allah Ta'ala, Dan apabila dikatakan kepada mereka, yakni
apabila dikatakan kepada kaum musyrikin
yang sombong ...
Ma zaa anzaala rabbukum
(apa yang diturunkan Tuhanmu), yakni perkara
apakah yang diturunkan Tuhanmu kepada Muhammad?
Qaaluu asaathiirul awwaliina (mereka berkata, "Dongeng-dongeng orang-orang dahulu").
Mereka berpaling dan tidak menjawab. Mereka malah berkata, "Ini adalah asaatiirul
awwaliina, yakni dongeng-dongeng umat-umat terdahulu dan kebatilan mereka, bukan sesuatu
yang diturunkan dari Allah.
Ucapan mereka menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya
dengan sepenuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa orang-orang yang mereka
sesatkan, yang tidak mengetahui sedikit pun. Ingatlah, amat buruk dosa yang
mereka pikul itu. (QS. An-Nahl 16:25).
Liyahmiluu auzaarahum
(agar mereka memikul dosa-dosa mereka). Mereka mengatakan apa yang telah mereka
katakan supaya memikul dosa-dosa mereka sendiri, yaitu dosa kesesatan mereka. Al-auzar
jamak dari wizr yang berarti beban dan muatan yang berat.
Kaamilatun (sepenuhnya),
sehingga tidak ada kesalahannya yang
dihapuskan karena musibah yang menimpa
mereka di dunia, sebagaimana dihapuskannya dosa-dosa kaum mukminin, karena
dosa-dosa mereka dihapuskan, misalnya dosa yang terjadi antara shalat yang satu hingga shalat berikatnya,
doa yang terjadi antara Ramadhan yang
satu ke Ramadhan berikutnya, dan dari haji yang satu ke haji yang lain.
Dosa-dosa itu dihapuskan dari orang Mu`min karena aneka kesulitan dan musibah
yang dialaminya, yakni perkara yang tidak disukai seperti aneka kepedihan,
penyakit, kekurangan pangan, bahkan termasuk tusukan duri dan terantuknya kaki.
Yaumal qiyaamati (pada
hari kiamat). Penggalan ini merupakan zharaf
bagi liyahmiluu.
Wa min auzaaril laziina yudhilluunahum (dan sebagian dosa-dosa orang yang disesatkan mereka), yakni
sebagian dosa orang yang sesat karena disesatkan oleh mereka. Ia adalah dosa
menyesatkan dan penyebab kesesatan, karena keduanya sama saja, yaitu yang satu
menyesatkannya dan yang lain menaatinya, sehingga keduanya sama-sama memikul
dosa. Dalam sebuah hadits disebutkan,
Barangsiapa yang memciptakan tradisi buruk, maka ia
menanggung dosanya dan dosa orang yang melakukan tradisi itu hingga hari kiamat (HR. Muslim, Tirmizi, dan An-Nasa`i).
Bighairi 'ilmin (tanpa
mengetahui). Mereka menyesatkan orang-orang yang tidak mengetahui bahwa apa
yang mereka serukan adalah kesesatan dan tidak mengetahui siksa yang keras yang layak mereka terima
sebagai imbalan atas penyesatannya.
Alaa saa-a ma yaziruuna
(ingatlah, alangkah buruk dosa yang mereka pikul). Saa-a berarti
seburuk-buruknya. Ketahuilah bahwa seseorang tidak memikul dosa orang lain,
karena setiap diri hanya menanggung dosa yang dilakukannya, bukan dosa yang
dilakukan orang lain. Karena hal itu bukan tuntutan hikmah ilahi. Adapun
memikul dosa penyesatan berarti memikul dosa dirinya sendiri, karena penyesatan
terkait dengan dirinya, bukan dengan orang
lain.
Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah
mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya.
Lalu atap rumah itu jatuh menimpa mereka dari atas. Dan datanglah azab itu
kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari.
(QS. An-Nahl 16:26).
Qad makaral laziina min qablihim (sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan
makar). Al-mukru berarti tipuan. Makna ayat: penduduk Mekkah telah berbuat makar
sebagaimana orang-orang sebelum mereka membuat makar. Makar menjadi penyebab
kebinasaan mereka, bukan bagi kebinasaan
orang lain karena barangsiapa yang menepuk air di dulang, terpercik muka
sendiri.
Fa-atallaahu bunyaanahum minal qawaa'idi (lalu Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya). Al-qawaa'id
jamak dari al-qaa'idat. Qawaa'idul bait berarti fondasi atau
pilar rumah. Allah bermaksud menghancurkan rumah mereka melalui fondasinya dan dasarnya.
Fakharra (lalu jatuhlah),
yakni menimpa ...
'Alaihimus sakfu (atap
kepada mereka). Atap rumah menimpa mereka.
Min fauquhim (dari atas
mereka). Dikatakan dari atas karena rumah tidak lagi tergambar setelah
hancurnya pondasi. Pemakaian kata fauqihim dan 'alaihim adalah
untuk memberitahukan bahwa mereka ada di bawah bangunan, sebab orang Arab tidak mengatakan saqatha
'alainal baitu (rumah jatuh menimpa kami),
sedangkan mereka tidak berada di bawahnya.
Wa ataahumul azaabu (dan
datanglah azab itu kepada mereka), yakni azab berupa pembinasaan dengan angin.
Min haitsu laa yasy'uruuna (dari arah yang tidak mereka sangka) kedatangannya, bahkan mereka
mengharapkan kedatangan hal yang sebaliknya
yang mereka inginkan dan mereka sukai. Makna ayat: Sesungguhnya
orang-orang yang melakukan makar itu, yang mengatakan Al-Qur`an yang mulia sebagai dongeng-dongeng
orang-orang terdahulu, mereka akan
ditimpa siksa di dunia seperti yang ditimpakkan kepada orang terdahulu tanpa
mereka duga.
Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan
berfirman, "Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu, yang kamu selalu memusuhi
mereka? Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu, "Sesungguhnya
kehinaan dan azab hari ini ditimpakan kepada orang-orang kafir" (QS. An-Nahl 16:27).
Tsumma yaumal qiyaamati
(lalu pada hari kiamat). Siksa ini merupakan balasan bagi mereka di dunia dan
di akhirat.
Yukhziihim (Dia
menghinakan mereka). Orang-orang yang membuat kebohongan dan makar akan
dihinakan di hadapan para saksi utama.
Wayaquulu (dan Dia
berfirman) kepada mereka dengan nada menelanjangi dan mencela.
Aina syurakaa-iya (di
manakah sekutu-sekutu-Ku) seperti yang kamu katakan?
Allaziina kuntum tusyaaqquuna (yang kamu selalu memusuhi) para nabi dan orang-orang beriman.
Fiihim (tentang mereka),
yakni tentang persoalan mereka karena mereka adalah yang paling berhak disebut
sekutu tatkala para nabi menjelaskan kebatilannya kepada mereka. Tujuan
pertanyaan ini adalah menghadirkan sekutu guna dimintai pertolongan atau
pembelaan dengan nada mengolok-olok dan mencemooh.
Qaalal laziina `uutul 'ilma (berkatalah orang-orang yang diberi ilmu) seperti para nabi dan kaum Mukminin yang diberi ilmu
melalui aneka bukti ketauhidan yang berada pada tempat dialog. Makna ayat: Para
nabi berkata dengan nada mengejek kepada
mereka dan memperlihatkan kegembiraan atas kesusahan mereka.
Innal khizyal yauma
(sesungguhnya kehinaan pada hari ini), yakni penelanjangan, kehinaan dan
kerendahan.
Was-suu`a (dan azab). As-su`
berarti siksa.
'Alal kaafiriina
(ditimpakan kepada orang-orang yang kafir) kepada Allah Ta'ala, ayat-ayat-Nya, dan para rasul-Nya.
Yaitu orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat
dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah,
sambil berkata, "Kami sekali-kali tidak mengerjakan satu kejahatan
pun" Malaikat menjawab, "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan" (QS. An-Nahl 16:28)
Allaziina yatawaffahumul malaaikatu (orang-orang yang dimatikan oleh malaikat). Penggalan ini menyifati orang-orang kafir. Makna ayat: Siksa
ditimpakan kepada kaum kafir yang terus menerus dalam kekafiran hingga malaikat
maut dan para pembantunya mencabut nyawa orang kafir.
Zhaalimii anfusihim
(menzalimi diri mereka sendiri). Orang kafir itu terus menerus dalam kekafiran
dan kesombongan.
Fa-alqawus salama (lalu
mereka menyerahkan diri). As-salama diberi harakat yang berarti al-Istislam.
Makna ayat: Mereka menyerahkan diri dan
takluk di akhirat pada saat mereka
melihat azab dengan nyata. Mereka juga tidak lagi membangkang lagi dan
melepaskan ketakaburan, kesombongan, dan
caci maki seperti yang pernah mereka lakukan ketika dunia, seraya
berkata,
Maa kunna na'malu (kami
sekali-kali tidak mengerjakan) ketika dunia ...
Min suu-in (suatu
kejahatan pun) seperti syirik. Mereka berkata demikian sambil menginkari secara
sengaja bahwa syirik bersumber dari dirinya dan guna menyelamatkan dirinya dari
azab.
Balaa (ada), yakni justru kamu telah melakukan perbuatan itu.
Innallaaha 'aliimun bimaa kuntum ta'lamuuna (sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu perbuat).
Maka Dia akan membalasmu karena perbuatan itu, dan hari ini adalah saat
pembalasan itu. Karena itu, pengingkaran
dan pendustaanmu itu tidak bermanfaat.
Maka masuklah ke pintu-pintu neraka jahanam, kamu
kekal di dalamnya. Amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl 16:29).
Fadkhuluu abwaaba jahannama (maka masuklah ke pintu-pintu neraka jahanam). Setiap kelompok
memiliki pintu yang disediakan baginya.
Khaalidiina fiihaa (kamu
kekal di dalamnya), yakni tinggal di dalam neraka jahanam selamanya.
Falabi`sa matswal mutakabbiriina (maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri). Al-matswa
berarti tempat tinggal dan tempat hunian. Pada penggalan ini, apa yang dicela secara khusus, yaitu
jahanam, dilesapkan.
Syaikh Ali As-Samarqandi mengatakan dalam tafsirnya yang
berjudul Bahrul 'Uyuun: Kesombongan itu ada tiga. Pertama,
sombong kepada Allah. Ia adalah jenis kesombongan yang paling keji dan paling
buruk yang bersumber dari kebodohan murni. Kedua, sombong kepada para
rasul, yaitu mengagung-agungkan dan meninggikan diri sehingga enggan mematuhi manusia yang seperti manusia lainya. Kesombongan ini seperti
sombong kepada Allah Ta'ala sehingga pelakunya layak diberi azab yang abadi. Ketiga,
sombong kepada hamba, yaitu memandang
dirinya besar dan merendahkan orang lain. Dia enggan patuh kepada mereka, lalu
melecehkan dan memandang rendah mereka, dan menolak disamakan dengan mereka. Kesombongan
ini juga buruk dan pelakunya adalah orang yang sangat bodoh.
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa,
"Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab,
"Kebaikan" Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini mendapat balasan yang baik. Dan sesungguhnya negeri
akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS. An-Nahl 16:30).
Wa qiila (dan dikatakan)
melalui para utusan.
Lillaziinat taqauu
(kepada orang-orang yang bertakwa), yakni orang-orang beriman dengan ikhlas.
Maa dzaa (apa yang),
yakni apakah gerangan?
Anzala rabbukum (yang
diturunkan Tuhanmu) kepada Muhammad.
Qaaluu (mereka menjawab)
dengan jawaban, "Dia telah menurunkan…"
Khairaan (kebaikan).
Penyesuaian jawaban dengan pertanyaan ini menunjukkan bahwa penurunan itu
benar-benar terjadi dan bahwa beliau adalah nabi yang hak.
Lillaziina ahsanuu
(kepada orang-orang yang berbuat baik), yakni orang-orang yang membaguskan aneka amal mereka dan berkata, "Tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah", karena itulah perkataan yang paling
baik. Penggalan ini merupakan awal kalimat yang disajikan untuk memuji
orang-orang yang bertakwa.
Fii haziihi (di sini),
yakni di negeri ini.
Ad-dunya hasanatun
(kebaikan di dunia), yakni pahala kebaikan yang dibalas di dunia karena
kebaikan mereka, atau sebagai pahala bagi mereka di dunia.
Wa ladaarul akhirati khairun
(dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik) daripada pahala yang diberikan
kepada mereka di dunia, karena akhirat
itu bagaikan permata, sedangkan dunia bagaikan pecahan batu bata. Nilai
permata lebih tinggi daripada nilai pecahan batu bata, bahkan tidak sama sedikit pun antara keduanya.
Wa lani'ma daarul muttaqiina (dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa).
Hasan berkata: Negeri orang-orang bertakwa adalah dunia, karena di sana mereka
mempersiapkan bekal untuk akhirat.
Surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka
kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl 16:31)
Jannatu 'adnin (surga
'Adn). Yakni bagi mereka kebun-kebun.
Yadkhuluunahaa (mereka
memasukinya), sedang keadaan kebun-kebun itu…
Tajrii min tahtihal anhaarun (sungai-sungai mengalir di bawahnya), yakni dari bawah tempat
tinggal mereka mengalir empat sungai.
Lahum fiihaa (bagi mereka
di dalamnya), yakni di surga itu.
Ma yasyaa`uuna (apa yang
mereka kehendaki) dan aneka kesenangan yang mereka inginkan.
Kadzaalika (demikianlah),
yakni seperti balasan yang sepadan itulah...
Yajzillahul muttaqiina
(Allah membalas orang-orang yang bertakwa). Allah membalas semua orang yang
menjauhi perbuatan syirik dan aneka maksiat.
Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam
keadaan baik dengan mengatakan kepada mereka, "Keselamatan bagimu,
masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan" (QS. An-Nahl 16:32).
Alladziina yatawaffahumul malaikatu (orang-orang yang diwafatkan malaikat). Malaikat maut dan para
pembantunya mencabut nyawa orang kafir, sedang mereka dalam keadaan …
Thayyibiina (baik) dan
suci dari kotoran kezaliman.
Yaquuluuna (mereka
berkata), yakni mereka sambil berkata
dengan nada mengagungkan dan memberikan kabar gembira.
Salaamun 'alaikum
(keselamatan bagimu), yakni setelah ini
anek persoalan yang tidak disenangi tidak lagi menakutkanmu. Al-Qurthubi
berkata, "Jika jiwa seorang mukmin dipanggil, maka datanglah malaikat maut
seraya berkata, "Keselamatan bagimu, wahai wali Allah. Allah menyampaikan
salam kepadamu". Malaikat maut
membawa kabar gembira dengan surga.
`Udkhulul jannata
(masuklah ke dalam surga), yakni ke dalam surga 'Adn, karena ia disediakan
bagimu. Kuburan merupakan salah satu taman surga dan pendahuluan
bagi kenikmatannya. Barangsiapa yang memasuki kuburan dengan keadaan dan
perbuatan yang baik, maka seolah-olah dia telah memasuki surga dan mendapati
aneka kenikmatan yang abadi.
Bimaa kuntum ta'maluuna
(disebabkan apa yang telah kamu lakukan) seperti keteguhanmu dalam ketakwaan,
ketaatan, dan pengamalan.
Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain
datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu.
Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelum mereka. Allah tidak
menganiaya mereka, tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendirii. (QS. An-Nahl 16:33).
Hal yanzhuruuna illa an ta`tiyahumul malaikatu (tidak ada yang
ditunggu-tunggu selain dari datangnya para malaikat kepada mereka), yakni
kedatangan malaikat maut dan para pembantunya untuk mencabut nyawa mereka.
`Au ya`tiya amru rabbika
(atau datangnya perintah Tuhanmu), yakni siksa di dunia dan siksa ini telah
terjadi pada saat perang Badar.
Kadzaalika (demikianlah)
apa yang diperbuat mereka seperti syirik, kezaliman, pendustaan, dan ejekan.
Fa'alal laziina (yang
telah diperbuat oleh orang-orang) terdahulu.
Min qablihim (sebelum
mereka), yakni oleh umat sebelumnya.
Wa maa dzalamahumullahu
(dan Allah tidak menzalimi mereka) dengan menimpakkan siksa kepada mereka.
Wa lakin kanuu anfusahum yadzlimuuna (tetapi mereka menganiaya diri mereka) dengan melakukan kekafiran dan aneka kemaksiatan.
Maka mereka ditimpa oleh akibat kejahatan perbuatan
mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu mereka perolok-olokan. (QS. An-Nahl 16:34).
Fa-ashaabahum sayyiatu maa 'amiluu (maka mereka ditimpa oleh kejahatan perbuatan mereka), yakni karena
perbuatan mereka yang buruk.
Wa haaqa bihim (dan
mereka diliputi), yakni mereka dikepung dan ditimpakan kepada mereka.
Maa kaanuu bihi yastahziuuna (apa yang selalu mereka perolok-olokan), yaitu siksa yang diancamkan.
Dan berkatalah orang-orang musyrik, "Jika Allah
menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu pun selain Dia, baik
kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun
tanpa izin-Nya”. Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka. Maka,
tidak ada kewajiban atas para rasul, selain menyampaikan amanat Allah dengan
terang. (QS. An-Nahl 16:35).
Wa qaalal laziina asyrakuu (dan berkatalah orang-orang musyrik)
penduduk Mekkah.
Lau syaa-`allahu
(seandainya Allah menghendaki) untuk meniadakan peribadatan kami kepada Tuhan
selain-Nya …
Maa 'abadnaa min duunihi min syai-in nahnu wa laa
abaa-una (niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu
pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami), yaitu orang-orang yang kami
jadikan teladan dalam agama kami.
Wa laa harramnaa min duunihi min syai-in (dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa izin-Nya)
seperti mengharamkan unta bahirah, sa`ibah, washilah, dan ham.
Kadzaalika (demikianlah),
yakni seperti perbuatan yang keji itulah...
Fa'alal ladziina min qablihim (yang diperbuat orang-orang sebelum mereka), yakni umat yang
menyekutukan Allah dan membangkang kepada para rasul-Nya.
Fa hal 'alarrusuli illal balaaghul mubiinu (tugas para rasul hanyalah menyampaikan keterangan yang nyata).
Tugas mereka hanyalah menyampaikan risalah dengan jelas, bukan memaksa mereka
untuk menerima kebenaran.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat, "Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thagut itu", Maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula
di antara orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka, berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan. (QS. An-Nahl 16:36).
Wa laqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan (dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada
tiap-tiap umat seorang rasul) yang khusus diutus kepada mereka, sebagaimana
Kami mengutusmu.
Ani'budullaaha (sembahlah
Allah). Kami berkata kepada mereka melalui lisan rasul, "Sembahlah Allah
semata!"
Wajtanibuth thaaghuuta
(dan jauhilah thaghut). Thaaghuut berarti setan dan semua yang menyeru
kepada kesesatan. Thaaghuut
berwazan fa'aaluut. Ia berasal dari kata ath-thugyan,
seperti al-jabaarut yang berasal dari al-jabr dan al-mulk yang
berasal dari al-malaakuut.
Faminhum (maka di antara
mereka), yakni di antara umat-umat itu ...
Man hadallahu (ada yang
diberi petunjuk oleh Allah). Dia menciptakan manusia untuk memberi petunjuk kepada kebenaran
dengan menyembah-Nya dan menjauhi thaghut.
Wa minhum man haqqat 'alaihidh dhalaalatu (dan di antara mereka ada yang telah pasti kesesatannya), yakni
kesesatan mereka itu tetap dan kokoh hingga meninggal, karena sombong dan terus
menerus dalam kesesatan.
Fasiiruu (maka
berjalanlah kamu), yakni berpergianlah, wahai
kaum Quraisy.
Fil ardhi fandhuruu (di
bumi dan perhatikanlah) sekelilingnya.
Kaifa kaana 'aaqibatul mukazzibiina (bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan), seperti
orang-orang yang nyata kesesatannya. Barangkali mereka akan mengambil pelajaran
dari tempat tinggal dan negeri mereka
yang telah menjadi bukti kebinasaan dan
azab.
Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka mendapat
petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang
disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tidak mmpunyai penolong. (QS. An-Nahl 16:37).
In tahrish (jika kamu
mengharapkan), hai Muhammad.
'Ala hudaahum (agar
mereka mendapat petunjuk), yakni kamu memohon petunjuk bagi kaum Quraisy dengan
sungguh-sungguh.
Fa innallaaha laa yahdii man yudhillu (maka sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang disesatkan-Nya). Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan petunjuk sebagai paksaan dan tekanan bagi
orang-orang yang diciptakan-Nya dalam kesesatan karena keburukan usaha orang
itu.
Wa maa lahum min naashiriina (dan mereka tidak mempunyai penolong) yang akan menolong mereka
dengan menghilangkan siksaan dari diri mereka.
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan
sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati."
Tidak demikian, melainkan sebagai suatu janji yan benar dari Allah. Namun
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. An-Nahl
16:38).
Wa aqsamuu billaahi (dan
mereka bersumpah dengan nama Allah). Al-qasmu berarti sumpah dengan nama
Allah.
Jahda aimaanihim (dengan
sumpah yang sungguh-sungguh), yakni mereka berlebih-lebihan dalam bersumpah dan
bersunguh-sungguh. Makna ayat: Mereka bersumpah dengan nama Allah secara
berlebih sehingga mereka mencapai puncak penguatan dan penegasan sumpah.
Laa yab'atsullaahu man
yamuutu (Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati). Penggalan ayat
ini merupakan isi dari sumpah mereka.
Balaa (tidak demikian),
yakni sebenarnya Dia akan membangkitkan mereka.
Wa'dan (sebagai sebuah
janji), yakni Dia berjanji dengan tegas
untuk membangkitkan mereka.
'Alaihi (dari-Nya). Allah
pasti menepati janji-Nya karena Dia mustahil
mengingkari janji.
Haqqan (yang benar),
yakni dengan sebenar-benarnya.
Wa laakin aktsaran naasi la ya'lamuuna (tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui) bahwa mereka akan
dibangkitkan karena kebodohannya terhadap berbagai urusan Allah Ta'ala seperti
terhadap ilmu-Nya, qudrah-Nya, hikmah-Nya dan sifat-sifat
kesempurnaan-Nya yang lain.
Agar Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu, dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwa mereka
adalah orang-orang yang berdusta. (QS. An-Nahl
16:39).
Liyubayyina lahum (agar
Allah menjelaskan kepada mereka). Allah akan membangkitkan semua orang yang
mati, baik mukmin ataupun kafir guna menjelaskan kepada mereka tentang urusan
...
Allazii yakhtalifuuna
(yang mereka perselisihkan) dengan kaum Mukminin.
Fihi (padanya), yakni
tentang kebenaran yang menjelaskan kebangkitan, pembalasan, dan semua perkara
yang dibawa oleh syariat yang jelas, yang mereka perselisihkan.
Wa liya'lamal laziina kafaruu (dan agar orang-orang kafir itu mengetahui), yakni agar orang yang
mengingkari Allah Ta'ala dengan menyekutukan dan mengingkari kebangkitan mengetahui
...
Annahum kaanuu kaaziibiina (bahwa mereka adalah orang-orang yang berdusta) dengan mengatakan
bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati dan sebagainya.
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila
Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah, maka
jadilah ia". (QS.An-Nahl 16:40)
Innamaa qaulunaa lisyai`in (sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu) apa saja, baik yang
mulia maupun yang hina.
Izaa aradnaahu (jika Kami
menghendakinya), yakni saat Kami berkehendak untuk mewujudkannya …
An naquula lahu kun (Kami
hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah"). Kun berarti jadilah,
karena kata ini merupakan kaana tam yang
berarti kejadian yang sempurna.
Fayakuunu (lalu jadilah
ia), yakni jika Kami mengatakan jadilah,
maka jadilah ia. Perkataan ini merupakan metafora yang menunjukkan cepatnya dan
mudahnya merealisasikan apa yang
dikehendaki-Nya, serta mengilustrasikan persoalan yang ghaib dengan perkara
nyata sebagai pengaruh kekuasaan-Nya
terhadap aneka materi. Itulah perintah dari Zat yang ditaati kepada yang
menaati agar dia melakukan apa yang
diperintahkan-Nya, tanpa dapat menolak
dan menangguhkannya.
Fakhrul Islam berpendapat bahwa hakikat ungkapan
perintah itulah yang dimaksud (bukan sebagai metafora). Dalam hal ini Allah tengah menjalankan sunah-Nya dalam
mengadakan segala sesuatu dengan mengatakan
kun fa yakun, karena kehendak-Nya tidak dapat dihalangi. Makna
ayat: Dia berfirman, "Jadilah", maka
terjadilah ia melalui kalimat
ini.
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah
mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di
dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, jika mereka
mengetahui. (QS. An-Nahl 16:41).
Wallaziina
haajaruu fillaahi (dan orang-orang yang berhijrah karena Allah), yakni
karena urusan dan keridlaan Allah, kebenaran dan keteguhan dalam mentaati-Nya
serta lantaran mengharapkan ridla-Nya.
Min ba'di ma zulimuu
(setelah mereka dianiaya) penduduk Mekah dan diusir dari kampung-kampung mereka.
Lalu mereka berhijrah ke Habsyi kemudian ke Madinah, sehingga mereka berkumpul
bersama orang lainnya yang berhijrah.
Diriwayatkan bahwa tatkala Rasulullah saw. menyaksikan
kaum Muslimin disakiti oleh kaum kafir
Quraisy secara terus-menerus, beliau berkata kepada mereka, "Bertebaranlah
di bumi, karena Allah akan
mengumpulkanmu." Mereka bertanya, "Kemanakah kami harus pergi?”
Beliau menjawab, "Pergilah ke tanah Habsyi, karena di sana ada seorang
raja yang agung, yang tidak pernah menzalimi seorang pun. Tanah ini merupakan
tanah kebenaran. Tinggallah di sana hingga Allah memberimu jalan keluar dari
masalah yang tengah kamu alami."
Lanubawwiannahum (Kami
akan memberikan tempat kepada mereka), yakni Kami akan memberikan tempat
tinggal kepada mereka.
Fiddunya hasanatun (yang
baik di dunia), yakni tempat yang baik. Tempat itu adalah Madinah Munawwarah
karena penduduknya melindungi dan menolong mereka.
Wala ajrul akhirati (dan
sesungguhnya pahala akhirat) yang disediakan bagi mereka sebagai imbalan
berhijrah ...
Akbaru (lebih besar)
daripada imbalan yang disegerakan kepada mereka di dunia.
Lau kaanuu ya'lamuuna
(seandainya mereka mengetahui), yakni seandainya mereka mengetahui bahwa Allah
Ta'ala akan mengumpulkan kebaikan dunia
dan kebaikan akhirat bagi orang-orang yang berhijrah, niscaya orang kafir itu
akan memeluk agama yang sama dengan mereka.
Yaitu orang-orang yang bersabar dan hanya kepada
Tuhan saja mereka bertawakkal. (QS. An-Nahl 16:42).
Allaziina (orang-orang
yang), yakni kaum muhajirin yang …
Shabaruu (bersabar)
tatkala meninggalkan tanah airnya.
Wa 'ala rabbihim (dan
kepada Tuhan mereka) semata.
Yatawakkaluuna (mereka
bertawakkal) sambil berserah diri dan menyerahkan semua persoalan kepada-Nya.
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka, bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.
(QS. An-Nahl 16:43).
Wa maa arsalnaa (dan Kami
tidak mengutus). Allah berfirman demikian karena kaum kafir Quraisy berkata, "Terlampaui
agung bagi Allah untuk menjadikan
manusia sebagai rasul-Nya." Maka, diturunkanlah ayat di atas.
Min qablika (sebelum
kamu), yakni sebelum umat terdahulu.
Illaa rijaalan (kecuali
orang-orang) dari keturunan Adam, bukan malaikat.
Nuhii ilaihim (diwahyukan
kepada mereka), yang pada umumnya melalui
malaikat.
Fas-`aluu (maka
bertanyalah), jika kamu ragu-ragu tentang hal itu, hai kaum Quraisy.
Ahladz dzikiri (orang
yang mempunyai pengetahuan), yakni para
ulama ahli Kitab supaya mereka memberitahukan kepadamu bahwa Allah Ta'ala hanya
mengutus manusia kepada umat terdahulu.
In kuntum laa ta'lamuuna
(jika kamu tidak mengetahui) hal itu. Ayat ini menunjukkan kewajiban merujuk kepada para ulama tatkala menghadapi
persoalan yang tidak diketahui. Diriwayatkan, Hikmah itu laksana barang
milik orang mukmin yang hilang. Maka di manapun dia menemukannya, dia akan
mengambilnya. Maksudnya, seorang
mukmin hendaknya mencari hikmah sebagaimana dia mencari barangnya yang hilang.
Keterangan-keterangan dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu
Al-Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS.
An-Nahl 16:44)
Bilbayyinaati waz zubuuri
(dengan membawa keterangan-keterangan dan kitab-kitab), yakni dengan
memperlihatkan aneka mukjizat dan membawa kitab-kitab. Al-bayyinaat
jamak dari al-bayyinat yang berarti yang jelas. Az-zubuur jamak
dari zabur yang berarti kitab yang ditulis
Wa anzalnaa `ilaika zikra
(dan Kami menurunkan peringatan kepadamu) berupa Al-Qur`an. Al-Qur`an disebut ad-Dzikra
karena memberi peringatan dan menyadarkan
orang yang lalai.
Litubayyina linnasi (agar
kamu menerangkan kepada manusia), baik orang Arab maupun orang asing.
Ma nuzzila ilaihim (apa
yang diturunkan kepada mereka) berupa aneka hukum, syariat, dan kisah generasi terdahulu yang dibinasakan,
yang terkandung dalam Al-Qur`an.
Wa la'allahum yatafakkaruuna (dan supaya mereka memikirkan), yakni agar mereka merenungkan kandungan Al-Qur`an, sehingga
mereka menyadari aneka hakikat dan
pelajaran yang terkandung di dalamya, dan bersikap hati-hati dari
melakukan perbuatan yang menimbulkan azab seperti yang menimpa umat terdahulu.
Maka apakah orang-orang yang membuat makar jahat
itu merasa aman dari bencana ditenggelamkannya
bumi bersama mereka oleh Allah, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat
yang tidak mereka sadari. (QS. An-Nahl 16:45).
Afa`aminal laziina makaruus sayyiaati (maka apakah orang-orang yang membuat makar jahat itu merasa aman).
Mereka adalah penduduk Mekah yang membuat makar terhadap Rasulullah saw. dan
melakukan tipu muslihat untuk menghancurkan Islam. Makana ayat: Mereka
melakukan berbagai keburukan, kekafiran,
dan kemaksiatan.
An yakhsifallaahu bihimul ardha (jika Allah menenggelamkan bumi bersama mereka). Yakni mereka
ditelan bumi, sebagaimana bumi telah
menelan Qarun beserta harta kekayaannya.
Au ya`tiyahumul azaabu min haitsu laa yasy'uruuna (atau didatangkan azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka
sadari), yakni ditimpakan azab kepada
mereka pada saat mereka lalai.
Atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam
perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak. (QS. An-Nahl 16:46).
Au ya`khuzahum fi taqallubihim (atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan). At-taqallub
fil umuri berarti berkiprah sesuai dengan kehendaknya. Makna ayat: Allah
mengazab mereka pada dua kondisi: ketika melakukan aktivitas perdagangan dan
ketika melakukan perolehan
duniawi.
Famaa hum bimu'jizizina
(maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak), yakni mereka tidak dapat selamat
dari azab Allah dengan cara kabur dan melarikan diri.
Diriwayatkan dalam hadits, Allah akan menangguhkan usia orang yang
zalim, sehingga jika menyiksanya, Dia tidak akan melepaskannya (HR. Asy-syaikhan,
Ibnu Majah dan Tirmizi).
Makna hadits:
Allah akan menangguhkan dan memanjangkan usia orang yang zalim, sehingga dia banyak berbuat
kezaliman, lalu Dia menyikasanya dengan
keras. Maka bila Dia menyiksanya, maka Dia akan terus menerus menyiksanya, dan
tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkannya dari siksa Allah.
Atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur.
Maka, sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16: 47).
Au ya`khuzahum 'ala takhawwufin (atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur). Takhawwufus
sya`i berarti menyiksa secara perlahan-lahan. Makna ayat: atau Dia menyiksa
mereka secara perlahan-lahan dengan
mengambil diri dan harta mereka satu
demi satu hingga mereka binasa. Allah
tidak membinasakan mereka dengan sekaligus. Tujuan dari menceritakan
ketiga kondisi itu ialah guna menjelaskan kekuasaan Allah Ta'ala atas
pembinasaan mereka dengan cara apa pun.
Fa inna rabbakum lara-uufun rahiimun (maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Karena itu, Dia tidak menyegerakan siksa kepadamu dan menaruh belas kasihan
kepadamu, padahal kamu layak
mendapatkan siksa-Nya.
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu
yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke
kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedang mereka merendahkan diri. (QS. An-Nahl 16:48).
Awalam yarau (apakah
mereka tidak memperhatikan). Hamzah bermakna mengingkari, sedangkan dhamir pada yarau
merujuk pada kaum kafir Mekah. Maksud ayat: Mengapa kaum kafir Mekah tidak
merenungkan dan tidak memperhatikan ...
Ila maa khalaqallaahu
(apa yang diciptakan Allah). Sungguh, mereka telah melihat aneka gambaran
ciptaan ini, tetapi mereka tidak merenungkannya, sehingga agar tampak bagi mereka kesempurnaan
kekuasaan-Nya dan dominasi-Nya, lalu mereka takut kepada-Nya?
Min syai-in (dari
sesuatu) apa saja.
Yatafayya-u dhilaaluhu
(yang bayangannya berbolak-balik), yakni
bergerak perlahan-lahan dari satu sisi ke sisi yang lain, dan berputar
dari satu tempat ke tempat yang lain selaras dengan tuntutan kehendak Pencipta.
Yang dimaksud dlilalulu adalah
bayangan pohon, tanaman, dan semua benda yang berdiri dan mempunyai
bayang-bayang.
'Anil yamiini wa 'anisy syamaa-ili (dari kanan dan kiri). Asy-syamaail jamak dari syimal.
Makna ayat: Mengapa kamu tidak memperhatikan segala sesuatu yang mempunyai
bayang-bayang yang bergerak dari kanan ke kiri. Maksudnya, dari kedua
sisi dan arahnya.
Sujjadan lillaahi (sambil
bersujud kepada Allah). Bayangan itu bersujud kepada Allah dan bergerak sesuai
dengan kehendak-Nya dalam hal memanjang dan memendek.
Wa hum dakhiruuna (dan
mereka merendahkan diri), yakni mereka menghinakan diri.
Dan kepada Allah sajalah bersujud segala yang ada di
langit dan semua makhluk yang melata di bumi, juga para malaikat, sedang mereka
tidak menyombongkan diri. (QS. An-Nahl 16:49).
Walillaahi yasjudu (dan
kepada Allah sajalah bersujud), yakni hanya kepada Allah Ta'ala Yang Maha Esa
tunduk dan patuh ...
Ma fis samawaati (apa
yang ada di langit) berupa semua benda angkasa
seperti matahari, bulan, dan bintang.
Wa maa fil ardhi (dan apa
yang ada di bumi) berupa makhluk …
Min dabbaatin (yang
melata). Penggalan ini menjelasan apa
yang ada di bumi.
Wal malaaikatu (dan
malaikat). Penggalan ini di-athaf-kan
kepada ma fissamawati untuk
mengagungkan dan memuliakan mereka.
Wa hum (sedang mereka),
yakni keadaan malaikat yang tinggi
urusannya itu.
Laa yastakbiruuna (tidak
sombong) dan tidak angkuh hingga enggan menyembah-Nya dan bersujud kepada-Nya.
Namun, mereka itu merendahkan diri. Maka segala sesuatu itu bersujud di hadapan Penciptanya dengan sujud
yang selaras dengan keadaan masing-masing. Sebagaimana segala sesuatu itu
bertasbih dengan memuji-Nya selaras
carannya masing-masing. Maka ada yang bertasbih
dengan ungkapan dan ada pula yang dilakukan dengan tindakan.
Mereka takut
kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan. (QS. An-Nahl 16:50).
Yakhaafuuna rabbahum
(mereka takut kepada Tuhan mereka), yakni mereka takut kepada Zat Yang Mengusai
hal-ihwal mereka.
Min fauqihim (di atas
mereka). Mereka takut kepada Allah Ta'ala karena kedudukan dan kemuliaan-Nya,
sedangkan Dia Menguasai mereka sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, Dan Dia Mahakuasa di atas para
hamba-Nya.
Wayaf'aluuna maa yu`maruuna (dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan), yaitu mengerjakan
aneka ketaatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada mereka.
Allah berfirman, "Janganlah kamu menyembah dua
tuhan. Sesungguhnya Dia Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu
takut" (QS. An-Nahl 16:51).
Wa qaalallaahu (dan Allah
berfirman) kepada semua mukallaf.
Laa tattakhizuu ilaahaini itsnaini (janganlah kamu menjadikan dua tuhan). Kata itsnaini berfungsi
menguatkan.
Innamaa huwa ilaahun waahidun (sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa), tidak mempunyai sekutu, tidak ada yang
serupa, dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Dia Mahasuci dari mempunyai
pasangan dan anak.
Faiyyaaya (maka hanya
kepada-Ku), bukan kepada selain-Ku.
Farhabuuni (kamu harus
takut), yakni hendaknya kamu takut kepada-Ku.
Dan kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan
di bumi, dan bagi-Nya ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa
kepada selain Allah? (QS. An-Nahl 16:52).
Walahu (dan kepunyaan-Nya)
semata, baik dalam hal penciptaan maupun kepemilikan…
Maa fis samaawaati (apa
yang ada di langit) seperti malaikat.
Wal ardhi (dan yang di
bumi) seperti jin dan manusia.
Walahud diinu (dan
bagi-Nya agama), yakni ketaatan dan ketundukan dari semua makhluk yang berada
di langit dan di bumi serta makhluk yang ada di antara keduanya hanya untuk Dia.
Waashiban
(selama-lamanya) dengan pasti, kokoh,
tidak sirna, karena Dia-lah Tuhan yang
mesti ditakuti.
Afaghairallaahi tattaquuna (maka mengapa kamu takut kepada selain Allah). Mengapa kamu taat
dan takut kepada selain Allah, padahal
kamu telah mengetahui keesaan-Nya bahwa segala penciptaan dan kepemilikan itu
hanya kepunyaan Dia semata?
Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari
Allah-lah datangnya. Dan bila kamu ditimpa kemadharatan, maka hanya
kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. (QS.
An-Nahl 16:53)
Wa maa bikum (dan apa
saja yang ada padamu), yakni hal apa saja yang menyertaimu dan menjadi milikmu.
Min ni'matin (dari
kenikmatan) apa saja seperti kekayaan, kesehatan fisik, kesejahteraan, dan
sebagainya ...
Faminallaahi (maka dari
Allah), yakni dari pihak Allah.
Tsumma izaa massakumudh dhurru (kemudian jika kamu ditimpa kemadharatan) yang ringan berupa
kemiskinan, sakit, paceklik, dan sebagainya.
Failaihi taj-aruuna (maka
kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan), yakni kamu merendahkan diri kepada
Allah semata dalam berusaha menghilangkan aneka kemadharatan itu, bukan kepada
selain-Nya. Al-ju`ar berarti mengeraskan suara pada saat berdoa dan istighatsah.
Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemadharatan
itu darimu, tiba-tiba segolongan di antara kamu mempersekutukan Tuhannya. (QS. An-Nahl 16:54).
Tsumma izaa kasyafa dhurra 'ankum izaa fariiqun
minkum (kemudian apabila Dia telah menghilangkan
kemadharatan itu darimu, tiba-tiba segolongan di antara kamu …). Mereka adalah
orang-orang kafir di kalanganmu.
Birabbihim yusyrikuuna (mereka
mempersekutukan Tuhannya) dengan menyembah selain-Nya.
Agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan
kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu, kelak kamu akan mengetahui
akibatnya. (QS. An-Nahl 16:55).
Liyakfuru bimaa atainahum
(agar mereka mengingkari apa yang telah Kami berikan kepada mereka) berupa
kenikmatan hilangnya kemadharatan.
Fatamatta'uu (maka
bersenang-senanglah kamu). Maka kamu hidup dan menikmati kesenangan duniawi selama beberapa hari yang sebentar.
Perintah pada penggalan ini bermakna mengancam.
Fasaufa ta'lamuuna (maka
kelak kamu akan mengetahui) akibat perbuatanmu dan siksa yang akan
ditimpakan kepadamu.
Dan mereka menjadikan untuk berhala-berhala yang
mereka tidak ketahui, satu bagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.
Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu
ada-adakan. (QS. An-Nahl 16:56).
Wa yaj'aluuna (dan mereka
menjadikan), yakni kaum kafir Mekah.
Lima laa ya'lamuuna
(terhadap apa yang tidak mereka ketahui) seperti berhala yang hakikat dan nilainya yang rendah tidak diketahui kaum
kafir. Mereka meyakini bahwa berhala dapat memberikan madharat, manfaat, dan
pertolongan di sisi Allah Ta'ala.
Nashiiban mimma razaqnaahum (bagian dari apa yang Kami rizkikan kepada mereka) seperti
tanaman, binatang ternak, dan sebagainya
guna mendekatkan diri kepadanya.
Tallaahi latus`alunna
(demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanya) dengan dengan nada mengejek dan
mencela.
'Amma kuntum taftaruuna
(dari apa yang telah kamu ada-adakan) ketika di dunia bahwa berhala itu adalah
tuhan yang sebenarnya, lalu kamu
mendekatkan diri kepadanya.
Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan.
Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai. (QS. An-Nahl 16:57).
Wayaj'aluuna lillaahil banaati (dan mereka menetapkan bagi Allah mempunyai anak-anak perempuan).
Yang berbuat demikian adalah Bani Khuza'ah dan Kananah. Mereka berkata,
"Malaikat merupakan anak-anak perempuan Allah".
Subhaanahu (Mahasuci
Allah), yakni Mahamulia dan Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Walahum ma yasytahuuna
(dan bagi mereka apa yang mereka sukai), yaitu
anak laki-laki. Maksudnya, mereka memilih anak-laki-laki untuk diri
mereka sendiri. Kemudian Allah menggambarkan kebencian mereka terhadap
anak-anak perempuan. Dia berfirman …
Dan apabila seorang di antara mereka diberi kabar
dengan kelahiran anak perempuan, hitamlah mukanya dan dia sangat marah. (QS. An-Nahl 16:58).
Wa idzaa busyira ahaduhum bil untsaa (dan apabila seorang di antara mereka diberi kabar dengan kelahiran
anak perempuan), yakni apabila diberitahukan kelahirannya …
Dzalla wajhuhu (mukanya
menjadi), yakni wajahnya berubah menjadi ...
Muswaddan (hitam).
Hitamnya wajah merupakan kinayah dari kesedihan.
Wahuwa kadziimun (dan dia
sangat marah), diliputi kemurkaan terhadap istrinya karena melahirkan anak
perempuan.
Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak,
disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam
tanah? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. An-Nahl 16:59).
Yatawaaraa (dia
menyembunyikan). Dia tidak menampakkan dirinya.
Minal qaumi min suu`i maa busysyira bihi (disebabkan berita buruk yang disampaikan kepadanya), yakni karena
kabar buruk yang disampaikan kepadanya dan lantaran cemoohan orang lain.
Ayumsikuhu (apakah dia
akan memeliharanya). Dia bimbang apakah
akan memelihara anak perempuan yang dilahirkan itu atau tidak.
'Ala huunin (dengan
menanggung kehinaan). Huunin berarti menanggung kerendahan dan kehinaan.
Maksud ayat: Apakah dia akan memeliharanya dengan suka rela dan kehinaan diri.
Am yadussuhu (atau
menguburkannya), yakni membunuhnya.
Fit turaabi (dalam tanah)
dengan dikubur hidup-hidup. Kebencian mereka sangatlah berlebihan, sehingga
sebagian mereka berpindah dari rumah yang di dalamnya ada istri yang melahirkan anak perempuan.
Alaa saa-a maa yahkumuuna
(ingatlah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu). Amat buruknya
perbuatan mereka karena lebih mengutamakan anak laki-laki bagi diri mereka
daripada anak perempuan.
Bagi orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan
akhirat, mempunyai sifat yang buruk, sedangkan Allah mempunyai sifat yang Maha
Tinggi. Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi maha Bijaksana. (QS. An-Nahl 16:60).
Lillaziina laa yu`minuuna bil akhirati (bagi orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat),
yakni orang-orang yang aneka keburukannya telah dipaparkan di atas.
Matsaluts tsau`i (sifat
yang buruk) yang merupakan contoh dalam keburukan.
Walillaahil matsalul a'laa (dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi), yakni sifat yang menakjubkan
yang merupakan contoh keluhuran yang paripurna, yaitu Mahasuci dari segala
sifat yang dimiliki makhluk.
Wahuwal 'aziizu (dan Dia
Mahaperkasa) dan Maha Esa dengan
kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Al-hakiimu (Yang Maha
Bijaksana), Yang melaksanakan semua tindakan selaras dengan tuntutan
hikmah-Nya.
Diriwayatkan di dalam hadits, Di antara keberkahan seorang istri adalah
melahirkan anak perempuan untuk pertama
kali (HR. Ibnu 'Asakir).
Tidakkah engkau menyimak firman Allah Ta'ala, Dia
memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya anak perempuan dan Dia memberikan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya anak laki-laki. Pada ayat ini Allah
memulai pemberian-Nya dengan anak perempuan.
Diriwayatkan dalam
hadits, Barangsiapa yang diuji oleh anak-anak perempuannya dengan
sesuatu persoalan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan
menjadi penghalang baginya dari api neraka (HR. Bukhari, Muslim dan
Tirmizi).
Seandainya Allah menghukum manusia karena
kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari
makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang
ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya. (QS. An-Nahl 16:61)
Walau yu-aakhdizullaahu
(seandainya Allah menghukum). Wazan Faa'ala pada ayat ini bermakna fa'ala.
An-naasa (manusia), yakni
kaum kafir.
Bidzulmihim (karena
kezaliman mereka), yakni karena kekufuran dan kemaksiatan mereka.
Maa taraka 'alaihaa (Dia
tidak akan meninggalkan di atasnya), yakni di muka bumi.
Min daabbatin (dari
binatang melata), karena ia binatang yang merayap di muka bumi. Orang Arab
mengatakan, "Si Fulan adalah orang yang paling utama di atas bumi” yang
berarti di muka bumi". Allah tidak berfirman, Fi dhahrihaa, yakni
di punggung bumi, karena menghindari adanya dua huruf dha dalam satu
kalimat. Makna ayat: Dia tidak akan meninggalkan satu pun binatang melata di
muka bumi, melainkan Dia akan membinasakan seluruhnya karena demikian buruknya kezaliman orang-orang yang zalim.
Walakin yuakhkhiruhum
(tetapi Dia menangguhkan mereka), yakni Dia menunda mereka karena ke-hiliman-Nya.
Ilaa ajalin musammaan
(hingga waktu yang ditentukan), yakni hingga batas usia mereka dan waktu untuk
menyiksa mereka.
Faizaa jaa-a ajaluhum
(apabila telah tiba waktu bagi mereka), yakni waktu yang ditentukan untuk
mereka.
Laa yasta`khiruuna
(mereka tidak dapat mengundurkannya) dari waktu tersebut, atau tidak dapat
mengakhirkannya.
Saa'atan (sesaat pun). Saa'at
berarti waktu yang paling singkat atau satuan waktu terkecil.
Wa laa yastaqdimuuna (dan
mereka tidak dapat mendahulukannya), yakni mereka tidak dapat memajukan
waktunya.
Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka
sendiri membencinya, dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa
sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. Tidak diragukan lagi bahwa
nerakalah bagi mereka. Dan sesungguhnya mereka akan segera dimasukkan. (QS. An-Nahl 16:62).
Wayaj'aluuna lillaahi
(dan mereka menjadikan bagi Allah). Mereka menatapkan bagi Allah SWT. dan
mengaitkan dengan-Nya berdasarkan anggapan mereka.
Maa yakrahuuna (apa yang
mereka benci) oleh diri mereka sendiri, yaitu
anak-anak perempuan dan sekutu
dalam hal kekuasaan.
Wa (dan), di samping hal
itu.
Tashifu (menggambarkan),
yakni mengatakan.
Alsinatuhumul kaziba
(lisan mereka kebohongan). Adapun maf'ul dari tashifu ialah …
Anna lahumul husnaa
(bahwa bagi mereka kebaikan), yakni akibat yang baik di sisi Allah, yaitu surga
jika hari kebangkitan itu benar, sebagaimana firman-Nya Ta'ala, Jika aku
dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya bagiku di sisi-Nya akibat yang
baik.
Laa jarama (tidak
diragukan lagi). Laa jarama sebagai bantahan terhadap perkataan mereka.
Ia adalah masdar yang bermakna benar-benar.
Anna lahum (bahwa bagi
mereka), pada tempat kebaikan yang diharapkan oleh mereka.
An-naara (neraka) yang
tidak ada lagi siksa selian itu. An-nar merupakan tanda keburukan.
Wa annahum mufrathuuna
(dan sesungguhnya mereka akan segera dimasukkan), yakni mereka didahulukan ke
dalam neraka dan disegerakan memasukinya.
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu. Tetapi setan menjadikan
umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka. Maka, setan menjadi pemimpin mereka
di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.
(QS. An-Nahl 16:63).
Tallaahi laqad arsalnaa ilaa umamin min qablika (demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
kepada umat-umat sebelum kamu), yakni Kami mengutus asul-rasul kepada umat-umat
terdahulu lalu mereka menyeru umatnya
kepada kebenaran. Namun mereka tidak menjawab seruannya.
Fazayyana
lahumusy syaithaanu a'maalahum (tetapi setan menjadikan umat-umat itu
memandang baik perbuatan mereka). Mereka memandang perbuatan buruk berupa kekafiran dan
pendustaan kepada para rasul sebagai kebaikan, lalu mereka bercokol dalam
perbuatan itu dan tidak meninggalkannya.
Fahuwa (maka dia), yakni
setan.
Waliyyuhum (pemimpin
mereka), yakni pendamping mereka, dan setan itu seburuk-buruknya pendamping.
Al-yauma (pada hari itu),
yakni di dunia. Setan bekerja untuk menyesatkan mereka dengan tipuan.
Walahum (dan bagi mereka)
di akhirat.
Azaabun aliimun (siksa
yang pedih), yakni siksa neraka.
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab ini, melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan
menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
(QS. An-Nahl 16:64).
Wa maa anzalnaa 'alaikal kitaaba (dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab ini), yakni Al-Qur`an.
Illa litubayyina lahum
(kecuali agar kamu menjelaskan kepada mereka), yakni kepada manusia.
Allazii ikhtalafuu fiehi
(apa yang mereka perselisihkan) berupa masalah ketauhidan, keadaan tempat kembali, masalah halal dan
haram.
Wa hudan wa rahmatan (dan
menjadi petunjuk dan rahmat), yakni sebagai petunjuk dari kesesatan dan rahmat
dari siksa.
Li qaumin yu`minuuna
(bagi kaum yang beriman). Pengkhususan fungsi demikian bagi mereka karena
merekalah yang mengambil manfaat dari Al-Qur`an.
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar bahwa bahwa ia
berkata, "Hai pembawa Al-Qur`an, apa yang Al-Qur`an tanamkan dalam hatimu?
Sesungguhnya Al-Qur`an adalah musim seminya seorang mukmin, sebagaimana hujan
musim seminya bumi."
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa dia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’
Aku bertanya, "Apa solusinya, hai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Kitab
Allah yang isinya memberitahukan apa yang terjadi sebelummu, memberitakan apa
yang terjadi setelahmu, memutuskan perselisihan yang terjadi di antaramu. Ia
merupakan penjelasan, bukan senda gurau.
Para ulama tidak merasa kenyang denganya. Ia adalah tali Allah yang kuat,
peringatan yang bijaksana, dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang berkata
dengannya, maka dia berkata dengan jujur. Barangsiapa yang memutuskan perkara
dengannya, maka dia pasti berlaku adil. Barangsiapa mengamalkannya, maka dia
mendapatkan pahala. Barangsiapa berdoa kepada-Nya, maka dia telah diberi
petunjuk ke jalan yang lurus" (HR. Tirmizi).
Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air
itu dihidupkan-Nya bumi setelah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang
mendengarkan. (QS. An-Nahl 16:65)
Wallaahu anzala minas samaa-i (dan Allah menurunkan dari langit) ke awan dan dari awan ke bumi.
Maa-an (air), yakni jenis
air yang khusus, yaitu air hujan.
Fa-ahyaa bihil ardha
(lalu Dia menghidupkan bumi dengan air itu), yakni Dia menumbuhkan dengan air
hujan itu aneka jenis tanaman di bumi.
Ba'da mautihaa (setelah
kematiannya), yakni setelah bumi kekeringan.
Inna fi zaalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penurunan air hujan dari langit, yang menjadi sarana
untuk menghidupkan bumi yang mati …
La-ayatan (ada tanda
kekuasaan) yang menunjukkan keesaan Allah Ta'ala, ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, dan
hikmah-Nya, karena berhala-berhala dan selainnya tidak berkuasa sedikit pun
untuk melakukan hal itu.
Liqaumin yasma'uuna (bagi
kaum yang mendengarkan). Peringatan semacam ini hendaknya disimak dan
direnungkan. Jika tidak, maka dia
bagaikan orang tuli yang tidak mendengar.
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar
terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam
perutnya berupa susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi
orang-orang yang meminumnya. (QS. An-Nahl 16:66).
Wa inna lakum (dan
sesungguhnya bagimu), wahai manusia.
Fil an'aami (pada
binatang-binatang ternak itu). Al-an`aam adalah empat jenis binatang,
yaitu unta, sapi, domba, dan kambing.
La'ibratan (benar-benar
ada pelajaran). Ia menjadi sarana yang menunjukkan pelajaran dari kebodohan
kepada pengetahuan. Seolah-olah dikatakan, "Bagaimanakah pelajaran itu?”
Lalu dijawab …
Nusqiikum (Kami memberi
kamu minum). Az-Zujaj mengatakan bahwa saqaituhu dan asqaituhu
bermakna sama, yaitu memberi minum.
Mimma fii buthuunihi
(dari apa yang ada di perutnya). Min menunjukkan sebagian, karena susu
adalah sebagian dari apa yang ada dalam perut binatang, yaitu perut yang telah
disebutkan di atas.
Min baini fartsin wa damin labanan (antara kotoran dan darah ada susu). Al-farts adalah ampas
makanan yang ada dalam perut dan usus binatang. Perut bagi binatang seperti
halnya perut bagi manusia.
Khaalishan (yang murni),
yakni yang bersih, tidak ada warna
darah, dan tidak pula bau kotoran.
Saa-ighan lisysyaaribiina
(yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya), yakni mudah lewat di
tenggorokan. Tidak ada minuman dan makanan yang lebih bermanfaat daripada susu.
Dikatakan: Allah menciptakan susu di tengah-tengah antara kotoran dan darah. Hal itu karena jika perut besar
mencerna makanan, maka bagian makanan yang paling bawah menjadi kotoran, bagian
tengahnya menjadi susu, dan bagian atasnya menjadi darah. Antara susu dan
keduanya terdapat pemisah yang diciptakan dengan kekuasaan Allah, sehingga bagian yang satu
tidak bercampur dengan bagian yang lain, baik warna, rasa, maupun
baunya. Kemudian Allah mengutus jantung untuk mengelola ketiga bagian itu dan mendistribusikannya.
Maka darah mengalir ke urat, susu mengalir ke ambing, dan sisanya, yaitu
kotoran, tetap berada dalam perut, yang kemudian turun ke bawah.
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman
yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl 16:67).
Wa min tsamaraatin nakhiili wal a'naabi (dan dari buah kurma dan anggur). Kami memberimu minum, hai
manusia, dari perasan anggur dan Kami memberimu makan. Kemudian Dia menjelaskan
hakikat pemberian minuman dan makanan. Lalu Dia berfirman …
Tattakhidzuuna minhu
(kamu menjadikan darinya), yakni dari perasannya.
Sakaran (minuman yang
memabukkan). As-sakr berarti khamr.
Nabiiz terbuat dari kurma. Ayat yang mengharamkan khamr telah disajikan.
Ayat ini menunjukkan dibencinya khamr,
sehingga penyajiannya dibandingkan dengan rizki yang baik, dan lawan kebaikan bukanlah kebaikan, tetapi keburukan.
Wa rizqan hasanan (dan
rizki yang baik), seperti perasan kurma, sirup, kismis, sari buah yang kental,
dan cuka.
Inna fii zaalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada pemberian minum.
La-aayatan (ada tanda
kekuasaan) yang cemerlang.
Liqaumin ya'qiluuna (bagi
kaum yang berakal), yakni kaum yang menggunakan akal mereka dengan cara
memperhatikan dan merenungkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, "Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibuat manusia.” (QS. An-Nahl 16:68).
Wa auhaa rabbuka (dan
Tuhanmu mengilhamkan), hai Muhammad.
Ilan nakhli (kepada
lebah), yakni Dia mengilhamkan kepada lebah dan memasukkan ke dalam hatinya,
serta mengajarkan kepadanya dengan cara yang hanya diketahui oleh-Nya. Allah
Ta'ala mengilhamkan kepada semua hewan agar mengambil berbagai manfaat untuk
dirinya dan menjauhi berbagai perkara yang membahayakannya.
Anit takhidii (buatlah)
untuk dirimu, yakni hendaklah kamu
membuat.
Minal jibaali buyuutan
(sarang-sarang di bukit), yakni membuat sarang pada berbagai tempat tinggal
yang kamu sukai. Apa yang dibangunnya untuk mematangkan madu disebut sarang
karena tempatnya itu menyerupai rumah manusia. Sarangnya yang segi enam yang
sempurna menunjukkan keahlian dan keindahan pembuatannya, yang tidak mampu dibuat oleh para pakar arsitek
kecuali dengan menggunakan berbagai peralatan dan pemikiran yang cermat. Lebah
memilih segi enam karena ia lebih luas daripada segi tiga, segi empat, dan segi
lima, serta tidak memungkinkan adanya celah kosong pada sarangnya.
Wa minasy syajari (dan
dari sebagian pohon kayu), karena lebah tidak membangun sarang pada semua pohon.
Wa mimma ya'tisyuuna (dan
di tempat-tempat yang dibuat manusia), karena lebah tidak membangun sarangnya
pada setiap tempat yang dibuat dan dibangun manusia sebagai sarang untuk
menghasilkan madu.
Kemudian makanlah dari tiap-tiap buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan. Dari perut lebah itu keluar
minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl 16:69).
Tsumma kulii min kullits tsamaraati (kemudian makanlah dari tiap-tiap buah-buahan), yakni dari setiap
buah-buahan yang disukai yang ditanam manusia; buah yang manis, asam, pahit,
dan selainnya. Ia mencakup seluruh jenis buah yang pengkhususannya didasarkan
pada kebiasaan.
Faslukii (lalu
tempuhlah), yakni jika kamu telah memakan buah-buahan di tempat-tempat yang jauh
dari sarang-sarangmu, maka masukilah …
Subula rabbika
(jalan-jalan Tuhanmu) di gunung-gunung dan di sela-sela pohon. Yakni, masukilah
jalan-jalan Tuhanmu yang telah diilhamkan dan diberitahukan kepadamu agar dapat
kembali ke sarangmu setelah kamu terbang jauh meninggalkannya.
Zululan (yang telah
dimudahkan). Zululan jamak dari
zaluul, yakni tempat berpijak yang mudah untuk ditempuh. Hal itu karena
jika daerah di sekitar sarangnya
itu gersang, maka lebah pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk mencari
makanan, kemudian kembali ke sarangnya tanpa
tersesat dan salah arah.
Yakhruju min buthuunihaa
(dari perut-perut lebah itu keluar) dengan cara dimuntahkan.
Syaraabun (minuman),
yakni madu karena ia merupakan minuman. Lebah memakan unsur-unsur buah yang lembut, cair, dan manis; memakan unsur-unsur yang ada pada
dedaunan dan bunga-bunga; dan mengisap makanan dari buah-buahan yang segar dan
benda-benda yang harum. Kemudian ia memuntahkan makanannya di sarangnya sebagai simpanan untuk musim
dingin, lalu makanan itu berubah menjadi madu dengan izin Allah Ta'ala.
Mukhtalifan alwaanuhu
(yang berbeda-beda warnanya) seperti putih, hijau, kuning, dan hitam, karena perbedaan usia
lebah. Yang putih dihasilkan oleh lebah
muda, yang kuning dihasilkan lebah dewasa,
dan yang merah dihasilkan oleh lebah yang tua. Perbedaan ini pun disebabkan oleh perbedan cahaya.
Fihi (di dalamnya), atau
dalam minuman itu, yaitu pada madu.
Syifaa-un linnaasi (obat
bagi manusia), yakni obat bagi penyakit
yang kesembuhannya diperoleh melalui madu. Artinya, madu termasuk obat yang
terkenal dan bermanfaat bagi berbagai penyakit manusia, tetapi bukan obat bagi
setiap penyakit, karena kata syifa` dinakirahkan dalam redaksi itsbat.
Maksudnya, madu dapat mengobati
penyakit sebagaimana obat lain mengobatinya bagi suatu keadaan, tetapi tidak
bagi keadaan yang lain. Ibnu Mas'ud dan
Ibnu Umar ra. biasanya selalu membawa madu.
Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang
kepada Rasulullah saw. Dia berkata, "Saudaraku mengeluh sakit perut."
Nabi bersabda, "Berilah ia madu." Lalu dia memberinya
madu. Namun hal itu malah membuat
perutnya semakit melilit. Lalu laki-laki itu pun kembali kepada Nabi saw. dan
menceritakan ihwalnya kepada beliau. Nabi saw. bersabda, "Berilah ia
madu." Kemudian dia pun memberinya madu untuk kedua kalinya. Namun hal itu
malah membuat perutnya bertambah sakit.
Lalu laki-laki itu kembali dan berkata, "Hai Rasulullah, aku telah
memberinya minum, tetapi tidak manjur." Nabi bersabda, "Pergilah,
berilah ia minum madu, Allah Maha Benar dan perut saudaramu berdusta."
Lalu laki-laki itu memberinya madu dan Allah menyembuhkannya. (HR. Bukhari).
Inna fii zaalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni
pada lebah madu.
La-ayatan (benar-benar
ada tanda kekuasaan) sebagai hujjah yang jelas yang, menunjukkan kekuasaan Tuhan.
Liqaumin yatafakkaruuna
(bagi kaum yang memikirkan), yakni bagi yang mentafakuri, sehingga mereka
mengetahui bahwa walaupun badan lebih itu kecil dan tubuhnya lemah, ia tidak
mendapatkan petunjuk dalam pembuatan
madu melalui kemampuannya sendiri, tetapi karena dibuat demikian oleh Pencipta
yang telah menciptakannya; dibuat berbeda antara dirinya dengan serangga-serangga lainnya yang dapat
terbang. Maka, hal itu menunjukkan pada adanya Pencipta Yang Maha Esa,
Mahakuasa, tidak bersekutu, dan tidak serupa.
Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu. Di
antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah, supaya dia
tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (QS. An-Nahl
16:70).
Wallaahu (dan Allah) yang
ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu.
Khalaqakum tsumma yatawaffakum (Dia menciptakan dan mewafatkan kamu), yakni Dia mencabut nyawamu,
baik dia sebagai anak-anak, pemuda, maupun orang tua. Anak kecil tidak dapat
ditangguhkan, orang dewasa pun tidak dapat didahulukan. Maka di antara kamu ada
yang meninggal dalam keadaan kuat dan masih muda.
Wa minkum man yuraddu
(dan di antara kamu ada yang dikembalikan) sebelum wafatnya. Yuraddu
berarti dikembalikan.
Ila arzalil 'umuri
(kepada umur yang paling lemah), yakni yang paling rendah dan paling hina,
yaitu usia tua renta dan pikun, sehingga dia kembali seperti keadaan pada masa bayi, yatu badannya lemah, kekuatan
dan akalnya berkurang, serta sedikit pemahamannya. Pada hakikatnya seseorang
tidak memiliki batas tertentu, karena bisa jadi manusia yang berusia enam puluh
tahun berada dalam usia yang paling lemah, dan bisa jadi manusia yang berusia
seratus tahun tetap sempurna akalnya.
Likailaa ya'lama ba'da 'ilmin syai-an (supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah
diketahuinya), yakni agar keadaannya berubah menjadi seperti keadaannya pada
masa kecil, karena pemahamannya memburuk
dan pelupa.
Innallaaha 'aliimun
(sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) batas-batas usiamu.
Qadiirun (Mahakuasa),
yakni Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Dia mematikan pemuda yang gesit dan
membiarkan hidup orang yang tua renta. Ini merupakan peringatan bahwa perbedaan
ajal hanyalah karena takdir Yang Maha kuasa dan Maha Bijaksana. Dia membentuk
tubuh-tubuh mereka dan menyeimbangkan campuran kejadian mereka dalam kadar
tertentu. Kalaulah hal itu merupakan
tuntutan alamiah belaka, niscaya
perbedaan tersebut tidak akan mencapai variasi yang demikian majemuk.
Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang
lain dalam hal rizki. Tetapi orang-orang yang dilebihkan tidak mau memberikan
rizki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama merasakan
rizki itu. Maka, mengapa mereka mengingkari nikmat Allah. (QS. An-Nahl 16:71).
Wallaahu (dan Allah)
Ta'ala Yang Maha Esa.
Fadhdhala ba'dhakum 'ala ba'dhin firrizqi (dan Dia melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal
rizki), yakni Dia menjadikan kamu dalam keadaan berbeda dalam hal rizki. Di
antara kamu ada yang kaya dan ada pula yang miskin; di antara kamu ada yang
menjadi penguasa dan ada pula yang menjadi rakyat. Rizki adalah apa yang
diberikan Allah Ta'ala kepada hewan berupa makanan dan minuman. Ayat ini
mengingatkan bahwa kekayaan orang kaya bukanlah karena kecerdasannya,
kesempurnaan akalnya, dan banyaknya usaha, dan kemiskinan orang yang tidak
berada bukan karena kebodohannya, kekurangan akalnya, dan sedikit usahanya,
melainkan semuanya dari Allah Ta'ala. Rizki itu tiada lain kecuali seperti
dikatakan seorang penyair,
Betapa banyak orang cerdas yang lumpuh jalan hidupnya
Dan betapa banyak orang bodoh yang mendapatkan
rizkinya
Famallaziina fudhdhiluu
(tetapi orang-orang yang dilebihkan itu), yakni majikan-majikan yang dilebihkan
rizkinya atas budak-budaknya itu tidak ...
Biraaddii rizqihim (tidak
mau memberikan rizki mereka), yakni tidak memberikan sebagian rizki mereka yang
dikaruniakan kepada mereka. Asal raadii adalah raaddiina, lalu
dihilangkan nun-nya karena idhafah.
'Ala maa malakat aimaanuhum (kepada budak-budak yang mereka miliki), yakni kepada budak-budak
mereka, yang diciptakan dan diberi rizki sama seperti mereka.
Fahum (maka mereka),
yakni majikan dan budak.
Fiehi (dalam hal itu),
yakni dalam hal rizki.
Sawaa-un (sama). Mereka
tidak sudi memberikan rizki kepada budaknya, sehingga menjadi seimbang. Mereka
hanya memberikan rizki yang sedikit kepada budaknya. Walhasil, majikan tidak menjadikan harta mereka dan selainnya
yang dikaruniakan Allah kepada mereka sebagai milik bersama antara mereka dan
budaknya, karena mereka tidak rela
disamakan dengan budaknya, padahal budak itu adalah manusia dan makhluk
yang sama seperti mereka. Ada apa dengan mereka? Bagaimana mungkin mereka
menjadikan budak-budak dan makhluk Allah Ta'ala sebagai sekutu bagi-Nya,
padahal keluhuran-Nya demikian sempurna?
Alangkah jauhnya perbedaan antara tanah
dan Tuhan dari segala tuhan?
Sebagaimana yang anda lihat, ayat ini merupakan
perumpamaan yang dibuat untuk menerangkan betapa buruknya apa yang dilakukan
kamu musyrikin. Perumpamaan ini juga untuk mencela mereka. Dalam membaca talbiyah
mereka mengatakan, "Kami memenuhi seruan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu
kecuali sekutu yang merupakan sekutu-Mu".
Afabini'matillaahi yajhaduuna (maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah). Makna ayat: mengapa
setelah mereka mengetahui bahwa Yang Maha memberi rizki itu adalah Allah
Ta'ala, lalu mereka menyekutukan-Nya dan mengingkari nikmat-Nya?
Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, serta memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapa mereka
beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah. (QS. An-Nahl 16:72).
Wallaahu (dan Allah),
Yang Maha Tinggi lagi Maha Esa.
Ja'ala lakum min anfusikum (menjadikan bagimu dari dirimu), yakni dari jenismu.
Azwaajan
(pasangan-pasangan), yakni istri-istri agar kamu merasa senang kepadanya
dan dapat melaksanakan semua kemaslahatanmu. Dan anak-anak kamu pun
akan lahir sepertimu.
Waja'ala lakum min azwaajikum (dan Dia menjadikan bagimu dari istri-istrimu), yakni Dia
menjadikan pasangan bagi setiap kamu, bukan dari pasangan selain pasanganmu
sendiri …
Baniina wa hafadatan
(anak-anak dan cucu-cucu). Hafadat jamak dari haafid, berarti
yang cepat melayani dan mentaati. Yakni Dia menjadikan bagimu pelayan yang
cepat melayanimu, menaatimu, dan membantumu seperti cucu-cucu dan selain
mereka.
Wa razaqakum minath thayyibaati (dan Dia memberi rizki kepadamu dari yang baik-baik), yakni dari
yang lezat-lezat seperti madu dan sejenisnya, karena semua yang baik-baik
berada di surga. Dan makanan yang baik-baik di dunia hanyalah sekadar contoh dari makanan surga.
Afabilbaathili yu`minuuna
(maka mengapa mereka beriman kepada yang batil), yakni mengapa mereka
mengingkari Allah Yang Maha Pemurah,
lalu beriman kepada yang batil? Dikatakan batil karena mereka
percaya bahwa berhala-berhala itu
memberi manfaat kepada mereka dan bahwa unta bahirah dan semacamnya
itu haram.
Wa bini'matillaahi hum yakfuruuna (dan mereka mengingkari nikmat Allah) dan menyandarkan nikmat
kepada berhala-berhala. Yang dimaksud dengan kebatilan adalah berhala-berhala
yang menyeret mereka kepada kemusyrikan. Dan yang dimaksud dengan nikmat Allah adalah
Islam, Al-Qur`an, serta tauhid dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak
dapat memberikan rizki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi. Mereka
tidak berkuasa sedikitpun. (QS. An-Nahl 16:73)
Waya'buduuna min duunillaahi ma laa yamliku lahum
rizqan minas samaawaati wal ardhi syai-an (dan
mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rizki kepada
mereka sedikitpun dari langit dan bumi), yakni mereka menyembah apa yang tidak
dapat memberi rizki kepada mereka sedikit pun, baik rizki dari langit berupa
hujan maupun rizki dari bumi berupa tanaman pangan.
Wa laa yasta'thiuuna (dan
mereka tidak berkuasa) memilikinya, karena pada dasarnya mereka tidak memiliki
kemampuan, sebab mereka itu benda mati.
Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:74).
Falaa tadhribullaahal amtsaala (maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah).
Janganlah menyamakan Allah dengan sesuatu dari makhluk-Nya dan
menyekutukan-Nya. Ditafsirkan demikian karena dharbul amtsal berarti menyerupakan suatu keadaan atau suatu kisah
dengan keadaan dan kisah lain, sedangkan
Allah Ta'ala itu Maha Esa dan Zat Yang
hakiki, dan tidak akan pernah ada yang serupa dengan-Nya untuk selamanya.
Innallaaha ya'lamu
(sesungguhnya Allah mengetahui) hakikat dan
kepentingan perkara yang kamu lakukan. Dia akan menghukummu sesuai
dengan tingkat pengagunganmu terhadap
perbuatan itu.
Wa antum laa ta'lamuuna
(sedangkan kamu tidak mengetahui) hal itu. Kalaulah kamu mengetahuinya, niscaya kamu tidak akan
berbuat lancang kepada-Nya.
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya
yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang
Kami beri rizki yang baik dari Kami. Lalu dia menafkahkan sebagian rizki itu
secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Apakah mereka itu sama? Segala
puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:75)
Dharaballaahu matsalan
(Allah membuat perumpamaan). Membuat perumpamaan berarti menyerupakan
suatu keadaan dengan keadaan yang lain, dan suatu kisah dengan kisah yang lain.
Makna ayat: Dia menceritakan dan mengemukakan sesuatu sebagai sarana untuk
menunjukkan perbedaan antara
keadaan kemuliaan-Nya dengan
keadaan perkara yang mereka persekutukan dengan-Nya.
'Abdan mamluukan (hamba
sahaya yang dimiliki). Penyifatan hamba dengan budak yang dimiliki bertujuan
mengecualikan orang yang merdeka.
Laa yaqdiru 'ala syai-in
(yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun). Dia menyifati hamba dengan tidak
mampu melakukan apa pun adalah untuk
membedakan hamba itu dari hamba mukatab (hamba yang tengah mencicil
biaya pembebasan dirinya).
Waman razaqnaahu (dengan
seorang yang Kami beri rizki). Seolah-olah dikatakan: dengan orang merdeka yang
Kami beri rizki dengan menjadikan rizki itu sebagai miliknya. Penafsiran dengan
orang merdeka agar terjadi korkondansi dengan budak sahaya.
Minna (dari Kami), yakni dari sisi Kami Yang Maha
Besar lagi Maha Tinggi.
Rizqan hasanan (rizki
yang baik), yakni yang halal dan baik, atau yang dipandang baik dan diridhai
oleh manusia.
Fahuwa yunfiqu minhu
(lalu dia menafkahkan sebagian dari rizki itu), yakni dari sebagian rizki yang
baik itu.
Sirran wa jahran (dengan
sembunyi-sembunyi dan terang-terangan), yakni dalam keadaan sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan.
Hal yastawuuna (apakah
mereka sama?), yakni mereka (budak dan orang merdeka) tidak sama dalam
kedudukan, kemampuan, dan kekuasaan.
Al-hamdu lillahi (segala
puji bagi Allah). Penggalan ini merupakan
aposisi antara hal yastawuuna dengan bal aktsaruhum laa
ya'lamuuna. Yakni segala puji bagi Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang telah
memberikan semua kenikmatan. Dan berhala sama sekali tidak berhak mendapatkan
pujian sedikit pun.
Bal aktsaruhum laa ya'lamuuna (namun kebanyakan mereka tidak mengetahui) hal itu, sehingga mereka
menyandarkan berbagai kenikmatan Allah
Ta'ala kepada selain-Nya dan menyembahnya karena hal itu.
Dan Allah membuat perumpamaan dua orang lelaki yang
seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan menjadi beban bagi
penanggungnya, kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat
mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh
berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus? (QS. An-Nahl 16:76)
Wa dharaballaahu matsalan
(dan Allah membuat perumpamaan) dengan cara yang paling terang dan jelas.
Rajulaini (dua orang
lelaki). Asal penggalan ini kira-kira:
perumpamaan dua orang laki-laki.
Ahaduhumaa abkamu (salah
seorangnya bisu). Abkamu adalah orang yang terlahir bisu.
Laa yaqdiru 'ala syai-in
(tidak dapat berbuat sesuatu) apa pun karena minim pemahamannya dan buruk pengetahuannya.
Wa huwa kallun 'ala maulaahu (dan ia menjadi beban bagi yang menanggungnya). Kallun
berarti beban dan tanggungan bagi orang yang menanggungnya dan yang mengurus
urusannya.
Ainamaa yuwajjihhu
(kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu), yakni kemana pun dia diutus
oleh yang mengurusnya.
Laa ya`tii bikhairin (dia
tidak mendatangkan kebajikan), yakni dia tidak kembali kepada pengurusnya
dengan membawa manfaat.
Hal yastawii huwa
(samakah orang itu), yakni orang yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan di
atas.
Wa man ya`muru bil'adli
(dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan), yakni orang yang fasih dalam
berbicara, memiliki kompetensi dan kecakapan berpikir. Dia memberi manfaat
kepada manusia dengan menganjurkan mereka supaya berbuat adil yang
mengintegrasikan berbagai keutamaan dan kemuliaan.
Wa huwa (dan dia),
yakni dirinya sendiri, di samping dapat
memberikan manfaat bagi orang lain.
'Ala shiraatin mustaqiimin (berada pada jalan yang lurus), yakni di jalan yang jelas, tidak
bengkok.
Dan kepunyaan Allah segala apa yang tersembunyi di
langit dan di bumi. Tidaklah kejadian kiamat itu melainkan seperti sekejap mata
atau lebih cepat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. An-Nahl 16:77).
Wa lillaahi (dan
kepunyaan Allah) Ta'ala semata, bukan kepunyaan seorang pun selain-Nya.
Ghaibus samaawaati wal ardhi (yang tersembunyi di langit dan bumi), yakni Dia mengetahui apa
yang tersembunyi dari hamba-hamba, yang ada pada keduanya.
Wa maa amrus sa'ati (dan
tidaklah kejadian kiamat itu). As-saa'at adalah nama waktu terjadinya
kiamat. Makna ayat: tidaklah peristiwa
kiamat yang termasuk perkara ghaib dalam hal kecepatan kejadiannya ...
Illa kalamhil bashari
(melainkan seperti sekejap mata), yakni seperti kembalinya bibir mata yang atas ke bibir mata yang bawah.
Au huwa (atau ia), yakni
peristiwa kiamat yang cepat itu dan kemudahannya…
Aqrabu (lebih cepat) dari
kedipan mata dan lebih singkat waktunya. Dia membuat perumpamaan dengan kedipan
mata karena tidak ada satuan waktu yang lebih singkat daripada waktu tersebut.
Innallaaha 'ala kulli syai-in qadiirun (sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu). Dia berkuasa
mengadakan kiamat dan membangkitkan makhluk.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada
Nabi saw., “Kapan terjadinya kiamat?” Nabi saw. menjawab, “Apa yang telah kamu
persiapkan untuk menghadapinya?” Dia menjawab, “Tiadak ada kecuali aku
mencintai Allah dan rasul-Nya.” Nabi bersabda, “Engkau akan bersama dengan
pihak yang kamu cintai.” (HR. Asy-Syaikhan, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS.
An-Nahl 16:78).
Wallaahu (dan Allah) Yang
Maha Tinggi lagi Maha Esa.
Akhrajakum min buthuuni ummahaatikum (mengeluarkan kamu dari perut ibumu). Ummahaat jamak dari al-umm
lalu ditambahkan ha padanya.
Laa ta'lamuuna syai-an
(kamu tidak mengetahui sesuatu pun). Pada mulanya kamu tidak mengetahui sesuatu
pun dari berbagai urusan dunia dan akhirat.
Waja'ala lakumus sam'a
(dan Dia menjadikan bagimu pendengaran). Dia mendahulukan pendengaran daripada
penglihatan, karena ia merupakan sarana untuk menerima wahyu, atau karena daya
pendengaran lebih dahulu ada daripada
daya penglihatan. Jika Anda
memperhatikan bayi yang baru lahir,
dia lebih dahulu dapat mendengar
daripada melihat.
Wal abshaara (dan
penglihatan). Al-abshaar jamak dari bashir berarti indera mata.
Wal af-idata (dan hati). Al-af-idat
jamak dari fu-aad. Ia termasuk jamak qillah yang berlaku seperti jamak
katsrah. Makna ayat: Dia menjadikan
bagimu organ-organ ini sebagai
sarana untuk memperoleh ilmu dan
pengetahuan, karena kamu dapat memahami berbagai perkara kecil melalui perasaanmu, dan memahaminya dengan hatimu, dan menyadari
apa yang ada di dalamnya melalui pengalaman indrawi yang berulang-ulang. Lalu
kamu dapat memperoleh pengetahuan yang sifatnya spontanitas yang memungkinkan
kamu – melalui perenungan pengetahuan spontanitas itu – dapat memperoleh ilmu-ilmu yang sifatnya
diusahakan.
La'allakum tasykuruuna
(agar kamu bersyukur). Pemberian itu dimaksudkan agar kamu bersyukur atas berbagai nikmat ini.
Mensyukurinya berarti menggunakan nikmat pada jalan yang sesuai dengan tujuan
penciptaannya, misalnya dengan
mendengarkan firman Allah dan sabda Rasulullah, memperhatikan
tanda-tanda kekuasaan Allah, dan melakukan penyimpulan yang menunjukkan keberadaan, keesaan, ilmu,
dan kekuasaan-Nya. Barangsiapa yang menggunakan nikmat dengan menyalahi tujuan
penciptaannya, maka dia telah mengingkari keagungan nikmat Allah Ta'ala dan
telah mengkhianati amanat-Nya.
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung
dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain dari
Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
kekuasaan Tuhan bagi kaum yang beriman. (QS.
An-Nahl 16:79).
Alam yarauu ilath thairi
(tidakkah mereka memperhatikan burung-burung). Tidakkah mereka memperhatikan
burung sebagai sarana yang menunjukkan kekuasaan Allah Ta'ala?
Musakhkharaatin (yang
dimudahkan terbang), yakni yang ditundukkan untuk terbang dengan sayap dan
sarana lain yang diciptakan baginya. Tuntuan sifat burung adalah jatuh, tetapi Allah menaklukkannya sehingga dapat terbang.
Fi jawwis samaa-i (di
angkasa bebas), yakni di udara yang tidak jauh dari bumi. Al-jawwu
berarti udara.
Maa
yumsikuhunna (tidak ada yang dapat menahannya) di
udara dari terjatuh.
Illallaahu (kecuali
Allah) dengan kekuasaan-Nya Yang Maha Luas dan dengan pengaturan-Nya atas
burung tersebut. Sesungguhnya berat tubuh burung dan tipisnya
udara menghendakinya untuk jatuh,
tetapi udara bagi burung seperti air bagi perenang. Si penyelam membentangkan
kedua tangannya dan menangkupkannya, segingga dia tidak tenggelam walaupun tubuhnya itu berat dan ringannya berat jenis air.
Inna fi zaalika
(sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada dimudahkannya burung untuk
terbang seperti telah disebutkan.
La-aayaatin liqaumin yu`minuuna (benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi kaum yang
beriman), yakni bagi kaum yang perilakunya adalah beriman. Pengkhususan tanda-tanda kekuasaan bagi Kaum Mu`minin karena merekalah yang dapat mengambil manfaat
dari ayat itu.
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai
tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah dari kulit binatang
ternak yang kamu merasa ringan membawanya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu
bermukim. Dan dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, sebagai alat-alat
rumah tangga dan perhiasan sampai waktu tertentu.
(QS. An-Nahl 16:80).
Wallaahu ja'ala lakum min buyuutikum (dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu) yang telah dikenal,
yang kamu bangun dari kayu dan tanah.
Sakanan (sebagai tempat
tinggal), yakni tempat yang kamu tinggali saat kamu tidak sedang bepergian.
Wa ja'ala lakum min juluudil an'aami (dan Dia menjadikan dari kulit-kulit binatang ternak). Al-an'aam
jamak dari na'amun sebagai
istilah yang dikhususkan bagi empat jenis binatang, yaitu unta, sapi, domba, dan kambing.
Buyuutan (rumah-rumah),
yakni jenis lain dari rumah yang telah dikenal selama ini, yakni kemah, kubah,
tenda, dan kanopi.
Tastakhiffuunahaa (kamu
merasa ringan). Tastakhiffuunahaa berarti kamu mendapati jenis rumah ini
ringan dalam membongkarnya, membawanya, dan memikulnya.
Yauma dza'nikum (saat
kamu berjalan), yakni saat kamu melakukan perjalanan dan bepergian jauh.
Wa yauma iqaamatikum (dan
saat kamu bermukim), yakni saat kamu tinggal.
Wa min ashwaafihaa wa aubaarihaa wa ays'arihaa (dan dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing), yakni Dia
menjadikan bagimu dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing ...
Atsaatsaan (alat-alat
rumah tangga), yakni benda-benda rumah tangga termasuk yang dipakai atau yang
dihamparkan.
Wa mataa'an (dan
perhiasan), yakni sesuatu yang dapat menyenangkanmu untuk berbagai macam kesenangan.
Ila hiinin (sampai waktu
tertentu), yakni sampai rentang waktu tertentu, karena kepadatannya membuatnya
awet dalam waktu yang cukup lama.
Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa
yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di
gunung-gunung. Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan
pakaian yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan
nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri. (QS.
An-Nahl 16:81)
Wallaahu ja'ala lakum mimma khalaqa (dan Allah menjadikan bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan) yang
belum pernah diciptakan sebelumnya.
Zhilaalan (tempat
bernaung). Zhilaalan jamak dari zillun yang berarti perkara yang
digunakan untuk bernaung. Yakni segala
sesuatu yang kamu gunakan untuk bernaung
dari panas seperti awan, pohon, gunung dan selainnya. Allah memberi karunia
dengan naungan itu karena biasanya wilayah mereka berudara panas.
Wa ja'ala
lakum minal jibaali aknaanan (dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal
di gunung-gunung). Aknaan jamak dari kinnun yang berarti tempat
tinggal, yakni tempat yang kamu huni seperti lubang, goa, dan lorong.
Wa ja'ala lakum saraabiila (dan Dia menjadikan bagimu pakaian). Saraabiil jamak dari sirbaal
yang berarti perkara yang dipakai. Yakni Dia menjadikan bagimu pakaian-pakaian
yang terbuat dari kapas, rami, bulu domba, dan selainnya.
Taqiikumul harra (yang
memeliharamu dari panas). Dingin tidak disebutkan karena panas telah menunjukkannya,
sebab ia adalah lawannya.
Wa saraabiila (dan
pakaian-pakaian), yakni baju besi.
Taqiikum ba`sakum (yang
memelihara kamu dari bahaya) dan kepedihan yang ditimpakan oleh sebagian kamu kepada yang lain dalam perang,
baik melalui pukulan maupun tusukan. Al-ba`su
berarti bahaya, kematian, dan luka-luka dalam perang. Orang yang pertama
membuat baju besi adalah Dawud as.
Kazaalika (demikianlah),
yakni seperti penyempurnaan
nikmat-nikmat yang telah dikemukakan
itulah ...
Yutimmu ni'matahu 'alaikum (Dia menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu), wahai kaum Quraisy.
La'allakum tuslimuuna (agar
kamu berserah diri). Al-islam di sini bermakna berserah diri. Yakni,
agar kamu memperhatikan nikmat yang telah diberikan kepadamu, baik nikmat lahir
maupun nikmat batin, sehingga kamu mengetahui hak Pemberi
nikmat lalu kamu beriman kepada-Nya semata.
Jika mereka
tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan kepadamu hanyalah
menyampaikan dengan terang. (QS. An-Nahl 16:82)
Fa`in tawallau (jika mereka
tetap berpaling), yakni jika mereka berpaling dari Islam dan tidak
menerima keterangan, pelajaran, dan nasehat yang kamu sampaikan kepada mereka ...
Fa innamaa 'alaikal balaaghul mubiinu (maka sesungguhnya kewajibanmu adalah sebagai penyampai yang terang).
Artinya, hal itu bukan karena keteledoranmu, sebab tugasmu adalah sebagai
penyampai yang jelas, dan kamu telah melakukannya walaupun hal itu tidak
membuat mereka masuk Islam.
Mereka mengetahui nikmat
Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang kafir. (QS. An-Nahl 16:83).
Ya'rifuuna (mereka
mengetahui), yakni sebagian kaum musyrikin mengetahui.
Ni'matallaahi (nikmat
Allah) yang dirinci dalam surat ini dan
mereka mengakui bahwa nikmat itu berasal dari Allah.
Tsumma yunkiruunahaa (kemudian
mereka mengingkarinya) melalui berbagai perbuatan mereka, karena mereka
menyembah selain Yang Maha Memberi nikmat.
Wa aktsaruhumul kaafiruuna (dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir), yakni orang-orang
yang hatiny ingkar, tidak mengakui apa yang telah dikemukakan.
Dan ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan dari
tiap-tiap umat seorang saksi, kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang
kafir dan tidak pula mereka dibolehkan
meminta maaf. (QS. An-Nahl 16:84).
Wa yauma nab'atsu (dan
pada hari Kami membangkitkan), yakni ingatlah wahai Rasul yang paling utama,
pada hari Kami mengumpulkan, yakni hari kiamat.
Min kulli ummatin syahiidan (dari tiap-tiap umat saksi), yakni seorang nabi yang bersaksi
bahwa mereka telah beriman dan ta`at,
dan dia pun bersaksi bahwa sebagian yang
lain itu kafir dan durhaka.
Tsumma laa yu`zanu lillaziina kafaruu (kemudian tidak diizinkan bagi orang-orang kafir) untuk beralasan,
karena tiada lagi alasan bagi mereka.
Walaa hum yusta'tabuuna
(dan mereka tidak dibolehkan meminta maaf), yakni mereka tidak diminta
supaya meridhai, misalnya dikatakan kepada mereka, "Ridhalah terhadap
Tuhanmu!" Mereka juga tidak diminta keridhaannya,
karena keridhaan hanya diraih melalui keimanan dan amal saleh, sedangkan
akhirat merupakan negeri pembalasan,
bukan negeri untuk beramal dan melaksanakan kewajiban. Dan dunia merupakan ladang akhirat.
Dan apabila orang-orang zalim melihat azab, maka
tidak akan diringankan azab bagi mereka dan tidak pula diberi tangguh. (QS. An-Nahl 16:85).
Wa izaa ra-al laziina dzalamuu (dan apabila orang-orang zalim melihat), yakni apabila kaum kafir
melihat.
Al-'azaaba (siksa) dan
mereka layak mendapatkannya karena kezalimannya. Siksa itu adalah azab
Jahannam. Mereka berteriak dan memohon kepada malaikat agar meringankan azab.
Fa laa yukhaffafuu 'anhum
(namun mereka tidak meringankan) azab tersebut saat masuk ke dalam azab itu.
Walaa hum yundzaruuna
(dan mereka tidak diberi tangguh), yakni tidak diberi sebelumnya untuk beristirahat.
Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan Allah
melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka
inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau" Lalu
sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kamu
benar-benar orang-orang yang dusta" (QS.
An-Nahl 16:86).
Wa`izaa ra-al laziina asyrakuu syurakaa-ahum (dan apabila orang-orang yang mempersekutukan
itu melihat sekutu-sekutu mereka) berupa patung-patung yang dahulu mereka
sembah.
Qaaluu rabbanaa haaulaa`i syurakaaunaa (mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka itulah sekutu-sekutu
kami"), yakni tuhan-tuhan kami yang kami jadikan sebagai sekutu.
Allazii kunnaa nad'uu min duunika (yang dahulu kami sembah selain dari Engkau), yakni kami menyembah
mereka dengan melewatkan penyembahan
kepada Engkau. Ini merupakan pengakuan atas kesalahan mereka dalam hal itu.
Fa alqauu (lalu mereka
melontarkan), yakni para sekutu melontarkan.
Ilaihimul qaula (kepada
mereka ucapan). Allah Ta'ala menjadikan para sekutu itu dapat berbicara, lalu
sekutu-sekutu itu menjawab mereka dengan mendustakan dan mengatakan kepada
mereka …
Innakum (sesungguhnya
kamu), hai kaum musyrikin.
Lakaazibuuna (benar-benar
orang-orang yang dusta) tatkala mengatakan
bahwa kami adalah sekutu-sekutu Allah, karena kami tidak menyuruhmu
menyembah kami.
Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada
hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (QS. An-Nahl 16:87).
Wa alqauu (dan mereka
menyatakan), yakni kaum musyrikin melontarkan.
Ilallaahi yaumaizinis salama (ketundukannya kepada Allah pada hari itu). As-salam berarti
ketundukan dan kepatuhan kepada hukum-Nya setelah menyombongkan diri dari-Nya
ketika di dunia.
Wadhalla 'anhum (dan
hilanglah dari mereka), yakni lenyap dan sirnalah.
Maa kaanuu yaftaruuna
(apa yang mereka ada-adakan), yaitu bahwa Allah memiliki sekutu-sekutu; bahwa
sekutu-sekutu itu akan menolong mereka dan memberi syafaat kepada mereka.
Lenyapnya apa yang mereka ada-adakan terjadi pada saat sekutu-sekutu
mendustakan mereka dan berlepas diri dari mereka.
Orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari
jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan
mereka selalu berbuat kerusakan. (QS.An-Nahl
16:87).
Allaziina kafaruu (orang-orang yang ingkar) dalam dirinya.
Wa shadduu (dan mereka menghalangi) orang lain.
'An sabiilillaahi (dari
jalan Allah) dengan melarang mereka dari Islam, dan mendorong mereka kepada
kekafiran.
Zidnaahum 'azaaban (Kami
tambahkan kepada mereka siksaan), karena tindakan mereka menghalang-halangi.
Fauqal 'azaabi (di atas
siksaan) yang layak mereka terima karena kekufuran mereka.
Bimaa kaanuu yufsiduuna
(disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan), yakni Kami tambahkan siksaan
kepada mereka karena mereka terus menerus berbuat kerusakan, yaitu selalu
menghalang-halangi orang lain.
Dan ingatlah akan hari Kami membangkitkan pada
tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab
untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk dan rahmat, serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl
16:89).
Wa yauma nab'atsu (dan
pada hari Kami membangkitkan). Penggalan ayat ini merupakan pengulangan ayat sebelumnya
untuk mengulangi ancaman.
Fi kulli ummatin syahiidan 'alaihim (pada tiap-tiap umat saksi bagi mereka). Saksi itu
adalah seorang nabi.
Min anfusihim (dari diri
mereka sendiri), yakni saksi dari jenis mereka sendiri guna mematahkan dalih
mereka.
Wa ji`naa bika syahiidan 'ala haa`ula`i (dan Kami datangkan kamu sebagai saksi bagi mereka), yakni bagi
umatmu. Penggalan ini seperti firman
Allah, Maka bagaimana jika Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi
dan Kami datangkan kamu sebagai saksi bagi mereka?
Wa nazzalnaa 'alaikal kitaaba (dan Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab) yang lengkap, yakni
Al-Qur`an yang mulia.
Tibyaanan (sebagai
penjelasan), yakni sebagai keterangan yang jelas.
Likulli syai`in (bagi
tiap sesuatu) yang berhubungan dengan berbagai
urusan agama. Di antaranya urusan yang berhubungan dengan keadaan umat
terdahulu dengan nabi mereka.
Wa hudan (dan sebagai
petunjuk) yang lengkap.
Wa rahmatan (dan rahmat)
bagi sekalian alam.
Wa busyra (dan kabar
gembira) dengan mengabarkan surga.
Lilmuslimiina (bagi kaum
muslimin) semata, bukan bagi selainnya.
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang berbuat keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi nasehat kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl 16:90).
Innallaaha ya`muru
(sesungguhnya Allah menyuruh) di dalam Al-Qur`an.
Bil'adli (berbuat adil),
yakni menyamakan hak di antara kamu secara proporsional, meninggalkan
kezaliman, dan menyampaikan hak kepada yang berhak menerimanya.
Wal ihsaani (dan berlaku
baik), yakni agar kamu melakukan amal kebaikan apa saja sebagaimana disabdakan
oleh Nabi saw., Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala
sesuatu (HR. Muslim dan Ahmad).
Diriwayatkan ada seorang perempuan yang disiksa
gara-gara dia mengurung seekor kucing
dan tidak memberinya makan hingga mati. Dan ada seorang perempuan yang dirahmat
Allah dan diampuni dosanya karena memberi minum kepada seekor anjing yang
kehausan dengan sepatunya.
Wa iita`i ziil qurbaa
(dan memberi kepada kaum kerabat). Al-qurbaa bermakna kerabat, yakni
memberikan harta yang dibutuhkan
kerabat dan mendoakan mereka
dengan kebaikan. Yang demikian itu termasuk ihsan. Pemberian kepada kerabat disebutkan secara
khusus untuk memperlihatkan kemuliaan silaturahmi dan mengingatkan
keutamaannya. Ar-rahmu bermakna umum, yaitu menyangkut kerabat yang
muhrim maupun yang bukan muhrim, ahli waris maupun yang bukan ahli waris.
Mereka seperti anak paman dan bibi dari
pihak ayah dan anak paman dan bibi dari pihak ibu, dan selainnya. Memutuskan
kasih sayang adalah haram dan pelakunya
pasti mendapatkan murka Allah dan
ditinggalkan malaikat pemberi rahmat. Praktik silaturahmi pasti dapat memperbanyak rizki dan memanjangkan
usia. Bentuk minimal silaturahmi ialah menyampaikan salam atau menitip salam.
Wa yanhaa 'anil fahsyaai
(dan melarang dari perbuatan keji), yakni dari dosa-dosa yang keburukannya
melampaui batas, baik berupa ucapan maupun perbuatan seperti berdusta,
berbohong, meremehkan syariat, berzina, sodomi,
dan yang sejenisnya.
Walmunkari (dan
kemungkaran), yakni perbuatan yang
diingkari oleh jiwa yang suci dan bersih, serta perbuatan yang tidak
disukainya.
Wal baghyi (dan
permusuhan). Al-baghyu berarti permusuhan, kezaliman, sombong terhadap
orang lain, bertindak zalim kepada
mereka tanpa sebab, mencari-cari aib dan
rahasia orang lain, dan perbuatan lainnya.
Ya'idhukum (Dia
menasehatimu) dengan menyuruhmu melakukan
berbagai kebaikan ini dan melarangmu dari berbagai kemunkaran seperti
itu.
La'allakum tazakkaruuna
(agar kamu mengambil pelajaran), yakni supaya kamu menerima nasehat, lalu kamu
melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan. Dalam ayat ini Allah Ta'ala
memerintahkan tiga perkara dan melarang tiga perkara. Pengetahuan generasi
terdahulu dan generasi kemudian terhimpun
dalam enam perkara ini. Keenam perkara ini juga merupakan himpunan sifat
terpuji dan tercela. Oleh karena itu, Ibnu Mas'ud ra. berkata, "Ayat ini
merupakan ayat Al-Qur`an yang paling komprehensif dalam menghimpun kebaikan dan
keburukan.” Dan oleh karena itu, ayat ini dibaca oleh setiap penceramah di
mimbar pada akhir khutbahnya, agar menjadi nasehat yang mencakup semua aspek
yang diperintahkan dan yang dilarang.
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, setelah
meneguhkannya. Sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
(QS. An-Nahl 16:91)
Wa aufuu (dan tepatilah), yakni hendaklah selalu menepati.
Bi'ahdillaahi (perjanjian
dengan Allah), yakni bai'at terhadap Rasulullah saw. untuk berpegang teguh pada
agama Islam, karena ia merupakan janji kepada Allah Ta'ala sebagaimana
ditegaskan firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang berbai'at kepadamu,
tiada lain mereka itu berbai'at kepada Allah.
Perjanjian disebut dengan mubaaya'at karena mirip
dengan tukar-menukar harta. Lalu istilah
ini digunakan secara umum bagi setiap
perjanjian yang ditetapkan manusia dengan usahanya, karena kekhususan sebab
tidak meniadakan keumuman hukum.
Idzaa 'ahadtum (jika kamu
berjanji), yakni jika kamu melakukan akad dan perjanjian. Al-'ahdu
berarti akad dan perjanjian.
Wa laa tanqudhul aimaana
(dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah) yang kamu ucapkan saat berjanji.
Atau janganlah kamu melanggar sumpah.
Ba'da taukiidihaa
(setelah meneguhkannya), yakni mengokohkannya dengan menyebut nama Allah dan
memperkuatnya dengan nama-Nya.
Wa qad ja'altumullaaha 'alaikum kafiilan (sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu), yakni
sebagai saksi yang mengawasimu. Ditafsirkan demikian karena al-kafiil
berarti yang memperhatikan dan menjaga keadaan pihak yang dipantaunya.
Innallaaha ya'lamu maa taf'aluuna (sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan) berupa
pelanggaran atas sumpah dan perjanjian,
lalu Dia akan membalasmu karena hal itu. Ketahuilah bahwa al-wafa
berarti melaksanakan apa yang diwajibkan kepadamu, baik dengan penerimaan atau
pun dengan nazar.
Diriwayatkan dari sebagian theolog: Jika kamu melihat seseorang yang diberi karamah,
misalnya dia dapat berjalan di atas air dan terbang di udara, maka janganlah
kamu tertipu olehnya sebelum kamu melihat bagaimana perilaku orang itu
dalam melaksanakan hukum-hukum Allah,
menepati janji, dan mengikuti syariat.
Ditanyakan kepada seorang ahli hikmah,
“Perbuatan apakah yang harus aku lakukan agar aku meninggal sebagai muslim?”
Dia menjawab, “Jangan bersama dengan
Allah kecuali dengan melaksanakan perintah-Nya, jangan bersahabat dengan
makhluk kecuali dengan saling menasehati, jangan bersahabat dengan nafsu
kecuali dengan menyalahi keinginannya, jangan menyertai setan kecuali dengan
sikap permusuhan, dan janganlah bergaul dengan agama kecuali dengan
menepatinya”.
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali. Kamu menjadikan sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan
adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.
Sesungguhnya Allah itu hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di
hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (QS. An-Nahl 16:92)
Wa laa takuunuu (dan
janganlah kamu), hai Kaum Mukminin, dalam membatalkan janji.
Kallatii (seperti orang
yang), yakni seperti perempuan yang …
Naqadhat (menguraikan). An-naqdu
berkaitan dengan rumah, tali, dan selainnya. Ia merupakan lawan dari mengikat,
sebagaimana dikatakan dalam al-Qamus.
Ghazlahaa (benangnya). Ghazl
adalah masdar yang berarti sesuatu yang dipintal seperti bulu domba atau selainnya.
Min ba'di quwwatin (yang
telah dipintal dengan kuat), yakni setelah benang itu diikat dan ditenun, lalu
dia menjadikannya …
Ankaatsan (bercerai
berai). Ankaats jamak dari nakts
yang berarti terurai, baik berupa
benang atau pun tali. Makna ayat: Wanita penenun menguraikan anyamannya. Tujuan ayat ini menegaskan betapa buruknya perbuatan membatalkan janji dengan
menyerupakan keadaan orang itu dengan seorang perempuan yang linglung tanpa
mengetahui tujuan. Ditafsirkan demikian karena
pada ayat itu terjadi penyerupaan dengan perbuatan yang tidak mungkin
ada dalam dunia nyata.
Tattakhidzuuna aimaanakum dakhalan bainakum (kamu menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu).
Kamu seperti seorang perempuan yang merusak pintalannya,
sedang kamu pun menjadikan sumpahmu
sebagai alat penipu dan perusak di
antaramu. Ad-dakhal berarti sesuatu yang dimasukkan ke dalam sesuatu,
tetapi ia bukan merupakan bagian
darinya.
An takuuna ummatan
(disebabkan adanya satu golongan), yakni disebabkan adanya golongan kaum
Quraisy.
Hiya arbaa min ummatin
(yang lebih banyak dari golongan lain), yakni golongan yang lebih banyak
jumlahnya dan lebih berlimpah hartanya daripada Kaum Mukminin. Ini merupakan
larangan bagi seseorang untuk bersekutu
dengan orang lain yang apabila dia
menjumpai kaum lain yang lebih kaya dan
lebih banyak jumlahnya, maka dia
meninggalkan sekutunya itu dan pergi kepada yang lebih menguntungkan.
Innamaa yabluukumullaahu bihi (sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu), yakni Dia
memperlakukanmu dengan perlakukan sebagai orang yang diuji, untuk melihat
apakah kamu memegang teguh tali perjanjian kepada Allah dan janji setia
kepada rasul-Nya, ataukah kamu akan tertipu oleh banyaknya kaum Quraisy,
kuatnya mereka, dan sedikitnya kaum mukminin dan lemahnya mereka? Kijang,
walaupun seekor, lebih baik daripada sekawanan babi. Pasukan yang agung ialah
yang berpegang pada kebenaran.
Dikatakan: Dajal disebut dajaal, karena ia
menutupi bumi dengan jumlahnya yang banyak. Yang benar adalah ia berasal dari ad-dajl
yang berarti pendusta, karena ia mengklaim sebagai tuhan, sedangkan ia pendusta
dan pembuat dosa. Maka tidak mungkin ia
berada dalam kebenaran dan menjadi makhluk yang paling utama di bumi
pada saat itu, karena Allah Ta'ala tidak melihat berbagai bentuk rupa dan harta, melainkan
melihat hati dan amal. Jika manusia memiliki hati dan amal saleh, maka amal mereka pasti diterima,
baik mereka itu memiliki rupa yang tampan dan harta yang banyak, atau tidak.
Wa layubayyinanna lakum yaumal qiyaamati ma kuntum
fihi takhtalifuuna (dan sesungguhnya pada hari
kiamat akan dijelaskan kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan) di dunia.
Dia akan membalas amalmu dengan pahala
dan hukuman. Ayat ini hendak memperingatkan dan menakut-nakuti orang yang
menentang agama Islam dan agama kebenaran, karena penentangan itu akan mengantarkannya kepada siksa yang
abadi.
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu
satu umat, tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang
apa yang telah kamu kerjakan. (QS. An-Nahl 16:93).
Wa lau syaa`allaahu (dan
seandainya Allah menghendaki). Masyi`ah berarti pemaksaan dan penekanan.
Laja'alakum ummatan waahidatan (niscaya Dia menjadikanmu satu umat saja), yang semuanya
memeluk Islam.
Wa lakin (dan tetapi) Dia
tidak menghendaki hal itu karena bertentangan dengan tuntutan hikmah, tetapi …
Yudhillu man yasyaau (Dia
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki) kesesatannya. Kesesatan diciptakan
pada dirinya selaras dengan upayanya dalam mencurahkan ikhtiar yang parsial,
yang menyebabkannya terjerumus ke dalam kesesatan tersebut.
Wayahdii man yasaau (dan
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki) untuk mendapat
petunjuk-Nya selaras dengan ikhtiarnya dalam
memperoleh petunjuk tersebut. Jadi, kesesatan dan petunjuk dibangun di
atas ikhtiar.
Wa latus-alunna (dan
sesungguhnya kamu akan ditanya). Demi Allah, kamu semua akan ditanya dengan pertanyaan celaan
dan hukuman pada hari kiamat, bukan pertanyaan yang meminta informasi.
'Amma kuntum ta'maluuna (dari
apa yang kamu kerjakan) di dunia, berupa
menepati dan melanggar janji dan sejenisnya.
Dan janganlah
kamu menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang
menyebabkan tergelincir kaki sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan karena kamu menghalangi dari jalan Allah. Dan bagimu azab yang
besar. (QS. An-Nahl 16:94).
Wa laa tattakhizuu aimaanakum dakhalan bainakum (dan janganlah kamu menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu
di antara kamu) untuk berbuat makar dan berkhianat.
Fatazilla qadamun (yang
menyebabkan tergelincir kaki) kamu dari tujuan kebenaran, wahai Kaum Mukminin.
Ba'da tsubuutihaa
(setelah kokohnya), yakni setelah kamu berdiri kokoh di atas kebenaran dan
memegang teguh keimanan.
Watazuuquus suu`a (dan
kamu merasakan kemelaratan) berupa siksa dunia.
Bimaa shadadtum (karena
kamu telah menghalangi), yakni karena
kamu telah menghalang-halangi, menyimpang, dan mencegah orang lain.
'An sabiilillaahi (dari
jalan Allah). Barangsiapa melanggar bai’at dan murtad, berarti dia telah
membuat contoh buruk bagi yang lain.
Walakum (dan bagimu) di
akhirat.
'Azaabun 'azhiimun (siksa yang besar),
yakni siksa yang keras.
Dan janganlah kamu menukar perjanjianmu dengan Allah
dengan harga yang sedikit, sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS.
An-Nahl 16:95).
Wa laa tasytaruu bi'ahdillaahii (dan janganlah kamu menukar perjanjianmu dengan Allah), yakni
janganlah kamu mengambil, sebagai imbalan atas perjanjianmu dengan Allah dan
atas bai`atmu kepada Rasul-Nya, ...
Tsamana qaliilan (dengan
harga sedikit), yakni janganlah kamu menukarkan perjanjian dan bai’at dengan
imbalan yang murah. Yang dimaksud dengan
imbalan yang murah ialah harta dunia
yang disediakan dan dijanjikan kaum Quraisy kepada kaum muslimin yang lemah dengan syarat
mereka murtad dari agama Islam.
Innama 'indallaahi (sesungguhnya
apa yang ada disisi Allah), berupa pertolongan, yakni kemuliaan di dunia dan
pahala di akhirat.
Huwa khairun lakum (ia
lebih baik bagi kamu) daripada apa yang mereka sediakan bagi kamu.
In kuntum ta`lamuuna (jika
kamu mengetahui), jika kamu termasuk orang-orang yang berilmu dan dapat
membedakan.
Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada
di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (QS. An-Nahl 16:95).
Maa 'indakum (apa yang
ada di sisimu) berupa harta dunia, walaupun jumlahnya itu banyak …
Yanfadu (akan
lenyap), maka ia akan habis dan lenyap.
Wa maa 'indallaahi (dan
apa yang ada di sisi Allah) berupa aneka
macam rahmat-Nya yang tersimpan.
Baaqin (adalah
kekal), tidak akan lenyap.
Walanajziyanna (dan
sesungguhnya Kami akan membalas). Demi Allah, Kami benar-benar akan memberi
balasan.
Allaziina shabaruu (orang-orang
yang bersabar) atas perlakuan menyakitkan yang ditimpakan oleh kaum musyrikin
dan berbagai kesulitan dalam memeluk Islam, yang di antaranya adalah menepati
janji dan kemiskinan.
Ajrahum
(pahala mereka) yang dikhususkan bagi mereka, karena kesabaran mereka dalam
menghadapi berbagai kesulitan yang
disebutkan di atas.
Bi`ahsani ma kanuu ya'maluna (dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan), yakni Kami benar-benar akan membalas mereka dengan pahala yang lebih
baik daripada apa yang telah mereka perbuat. Sesungguhnya Dia menyediakan bagi
para hamba-Nya yang saleh apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak
pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl 16:97).
Man 'amila shalihan (barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh), yakni amal yang dilakukan
karena Allah semata dan untuk mendapatkan keridhaan-Nya; amal yang tidak
mengandung pretensi dan riya.
Min zakari au untsaa
(baik laki-laki maupun perempuan), yakni keadaan orang yang beramal itu laki-laki
atau perempuan.
Wa huwa (sedang ia),
yakni keadaan orang yang beramal tersebut.
Mu`minun (beriman).
Allah menyatukan amal dengan keimanan,
karena amal orang kafir tidak pantas
mendapatkan pahala.
Falanuhyiyannahu hayatan thayyibah (maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik). Di dunia dia akan hidup dengan kehidupan yang baik, karena jika mendapat
kelapangan, maka dia akan menolong orang
lain. Jika mendapat kesulitan, hidupnya akan tetap baik karena bersikap qana'ah
dan ridha dengan pemberian Allah tersebut dan mengharapkan pahala yang besar di
akhirat, seperti orang shaum yang siang harinya mencermati berbagai nikmat Allah yang diberikan
kepadanya pada malam hari. Berbeda dengan orang yang jahat, karena jika
mendapat kesulitan, ia berontak. Dan jika mendapat kemudahan, maka
bersikap seraka dan merasa takut
kehilangan harta, sehingga dia tidak dapat menikmati hidupnya.
Walanajziyannahum ajrahum bi ahsani maa kaanuu
ya'maluuna (dan akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan),
yakni Kami akan memberikan pahala yang khusus kepada mereka di akhirat
disebabkan berbagai amal saleh yang telah mereka perbuat.
Diriwayatkan dari seorang sahabat Imam Ahmad bin Hambal
ra. bahwa dia berkata, “Setelah Imam Ahmad meninggal, aku melihatnya dalam
mimpi dia sedang berjalan dengan gaya yang sombong, lalu aku bertanya
kepadanya, “Wahai saudaraku, gaya berjalan macam apakah ini?” Ahmad menjawab,
“Gaya berjalan seorang pembantu yang menuju negeri keselamatan”. Lalu aku
bertanya kepadanya, “Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?” Dia menjawab,
“Allah telah mengampuniku dan memakaikan kepadaku dua sandal dari emas”. Allah
berfirman, “Ini merupakan balasan atas pendapatmu bahwa Al-Qur`an adalah kalam
Allah yang diturunkan; Al-Qur`an bukan
makhluk.” Allah melanjutkan, “Hai Ahmad, tinggallah di manapun kamu mau.” Lalu aku masuk surga.
Ternyata di sana ada Sufyan Ats-Tsauri ra. memiliki dua sayap yang berwarna
hijau. Dengan kedua sayapnya dia terbang dari pohon kurma yang satu ke pohon
kurma lainnya sambil membaca ayat, Segala puji bagi Allah yang telah
membuktikan kepada kita kebenaran janji-Nya dan mewariskan bumi kepada kita.
Kita mendapatkan tempat di surga di mana saja yang kita kehendaki. Maka ia
sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.”
Apabila kamu membaca Al-Qur`an, hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS. An-Nahl 16:98).
Fa idzaa qara`tal qur`aana (apabila kamu membaca Al-Qur`an), yakni apabila kamu hendak
membacanya. Kehendak membaca diungkapkan dengan cara menyebutkan akibat dari
sebab.
Fasta'diz billaahi
(hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah), yakni hendaklah memohon
kepada Allah Ta'ala agar Dia melindungimu dan menjagamu.
Minasy syaithani (dari
setan) yang jauh dari kebaikan.
Ar-rajiimi (yang
terkutuk), yakni yang dikutuk karena diusir dan dilaknat. Yakni dari
bisikan-bisikan dan lintasan-lintasannya agar tidak membisikimu saat membaca
Al-Qur`an.
Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaan atas
orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (QS. An-Nahl 16:99)
Innahu (sesungguhnya ia),
yakni setan.
Laisa lahu sulthaanun
(tidak memiliki kekuasaan), yakni setan tidak memiliki otoritas dan kekuasaan.
'Alal laziina
amanuu wa 'ala rabbihim yatawakkaluuna (atas orang-orang yang beriman dan
yang bertawakkal kepada Tuhan mereka), yakni kepada para wali Allah yang
beriman dan bertawakkal kepada-Nya, karena bisikannya tidak akan mempengaruhi
mereka.
Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang
yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya
dengan Allah. (QS. An-Nahl 16:100).
Innamaa sulthaanuhu
(sesungguhnya kekuasaannya), yakni otoritas dan kekuatan setan dengan seruan-seruannya yang menghendaki agar diikuti.
'Alal ladzina yatawallauna (atas orang-orang yang menjadikannya pemimpin), yakni atas mereka
yang menjadikan setan sebagai pemimpin, yang menjawab seruannya, dan yang menaatinya.
Walladziina hum bihi (dan
atas orang-orang yang kepada-Nya), yakni kepada Allah SWT.
Musyrikuuna
(mempersekutukan). Setan menyeret mereka agar menyekutukan Allah.
Pengkhususan meminta perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk saat membaca Al-Qur`an memiliki beberapa makna dan faidah.
Pertama, agar pembaca
menyadari keberadaan setan dan menafakuri urusannya, bahwa ia menjadi setan
yang terkutuk karena berbuat fasik terhadap perintah Tuhannya, menolak untuk
bersujud kepada Adam, dan bersikap sombong, sehingga ia termasuk makhluk yang kafir. Maka, seseorang
diperingatkan dengan hal itu saat dia membaca Al-Qur`an dan menyucikan niatnya sebelum membacanya bahwa
dia akan melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah dalam Al-Qur`an dan menjauhi larangan yang dicegah-Nya demi memelihara diri dari penentangan, karena pada
penentangan terdapat pengusiran dan laknat, kefasikan dan kekufuran, dan karena
penentangan menyeret manusia ke
tempat yang kekal di neraka.
Kedua, karena seorang
hamba tidak terbebas dari perkataan dan berbagai bisikan jiwa; dari hasutan dan
bisikan setan. Hatinya tentu akan tergoda
karena hal itu, sehingga dia
tidak menemukan lezatnya firman Allah. Lalu Allah menyuruhnya meminta
perlindungan kepada-Nya, menyucikan jiwanya, dan membersihkan hatinya dari
bisikan-bisikan setan, agar dia disinari dengan cahaya Al-Qur`an.
Ketiga, karena dalam
setiap kata dalam Al-Qur`an yang difirmankan Allah Ta'ala terdapat berbagai
petunjuk, makna, dan kebenaran yang tidak dipahami kecuali oleh hati yang suci
dari kekotoran bisikan dan hasutan setan; hati yang harum dengan kebaikan dan
kebenaran jiwa. Yang demikian itu tersimpan dalam permohonan perlindungan
kepada Allah. Lalu Allah memerintahkan hal itu agar pembaca mendapatkan
pemahaman.
Diriwayatkan dari Jabir bin Muth'im, dia berkata: Aku
melihat Rasulullah saw. berdoa, “Allah Maha Besar sebesar-besarnya, dan
segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya pujian, Maha Suci Allah pada saat
pagi dan sore, aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari
tiupannya, sihirnya, dan umpatannya”.
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat
yang lain sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata, "Sesungguhnya kamu adalah orang yang
mengada-ada saja" bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:101).
Wa izaa baddalnaa (dan
apabila Kami letakkan). Penerjemah Al-Qur`an, Ibnu Abbas ra., berkata,
"Jika diturunkan sebuah ayat kepada Rasulullah saw. dan surat itu
mengandung kesulitan, maka para sahabat menerima ayat tersebut dan mengamalkan apa
yang dikehendaki Allah untuk mereka amalkan, lalu hal itu menyulitkan mereka,
maka Allah menghapus kesulitan tersebut dan mendatangkan ayat yang lebih lembut dan lebih mudah bagi mereka daripada ayat
sebelumnya, sebagai rahmat dari Allah Ta'ala.
Lalu kaum kafir Quraisy berkata kepada mereka,
“Sesungguhnya Muhammad telah menyihir para sahabatnya. Hari ini dia menyuruh
mereka dengan suatu perintah, lalu besok
melarangnya seraya mendatangkan ayat
yang lebih mudah bagi mereka. Dia hanyalah orang yang mengada-ada yang
berkata secara spontan.”
Makna ayat:
sesungguhnya jika Kami menurunkan sebuah ayat Al-Qur`an pada tempat ayat
lainnya, dan menjadikannya sebagai pengganti dari ayat terdahulu dengan menasakhnya.
Wallaahu
a'lamu bi maa yunazzilu (dan Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya). Penggalan ayat ini merupakan aposisi antara fi'il syarat
dan jawab-nya, yang bertujuan mencela orang kafir atas ucapan mereka dan
memperingatkan kerusakan pikiran mereka. Makna ayat: Aku mengetahui ayat yang
pertama diturunkan dan ayat yang menggantinya. Ayat itu berkenaan dengan
hukum-hukum dan syariat yang merupakan kemaslahatan. Pemelihara segala sesuatu
mengetahui bahwa sesuatu yang menjadi
kemaslahatan pada suatu saat, menjadi kerusakan pada saat lain, lalu Dia
menghapusnya dan menggantinya dengan ayat yang lebih maslahat bagi makhluk-Nya.
Qaaluu (mereka berkata),
yakni kaum kafir berkata.
Innamaa anta muftarin
(sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada) terhadap Allah dan membuat
kebohongan.
Bal aktsaruhum laa ya'lamuuna (bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui) bahwa Allah
memerintahkan segala sesuatu dengan
memperhatikan kemaslahatan para hamba-Nya.
Katakanlah, "Ruhul Qudus menurunkan Al-Qur`an
itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan orang-orang yang telah beriman,
dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl 16:102).
Qul (katakanlah), sebagai bantahan atas ucapan mereka.
Nazzalahu (telah menurunkannya), yakni telah menurunkan
Al-Qur`an.
Ruuhul qudusi (Ruhul
Qudus), yakni ruh yang bersih dan suci dari berbagai kotoran kemanusiaan. Ia adalah Jibril as.
Min rabbika (dari
Tuhanmu), yakni dari yang menguasaimu dan mengurus urusanmu.
Bilhaqqi (dengan benar),
yakni Dia menurunkannya dengan membawa
kebenaran yang kokoh, yang sesuai dengan tuntutan hikmah. Penggalan ini
menunjukkan bahwa penghapusan itu merupakan
kebenaran.
Liyutsabbita (agar Dia
meneguhkan), yakni agar Allah Ta'ala mengokohkan.
Allaziina aamaanuu
(orang-orang yang beriman) dalam mempercayainya sebagai firman-Nya, sebab jika
mereka mendengar ayat yang menghapus dan mentadaburi terpeliharanya berbagai
kemaslahatan yang sesuai dengan keadaan
mereka, niscaya keyakinan mereka akan
semakin kokoh dan hati mereka akan tenteram terhadap kebijaksanaan Allah. Dia
tidak akan melakukan sesuatu melainkan
hikmah dan kebenaran.
Wa hudan (dan petunjuk)
dari kesesatan.
Wa busyra (dan kabar
gembira) dengan surga.
Lilmuslimiina (bagi kaum
muslimin) yang tunduk kepada berbagai hukum Allah Ta'ala. Penurunan ayat yang me-nasakh itu untuk meneguhkan keimanan mereka dan sebagai
petunjuk serta kabar gembira.
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka
berkata, "Sesungguhnya Al-Qur`an itu diajarkan oleh seorang manusia
kepadanya, padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan bahwa Muhammad belajar
kepadanya adalah bahasa asing, sedangkan Al-Qur`an adalah bahasa Arab yang
terang. (QS. An-Nahl 16:103).
Wa laqad na'lamu (dan
sesungguhnya Kami mengetahui). Ibnu Hajib menegaskan bahwa para mufassir mengalihkan makna qad
yang masuk ke fi'il mudhari dari makna
kadang-kadang ke makna sungguh-sungguh, sebagaimana kata rubbamaa
yang masuk pada fi'il mudhari dialihkan dari makna kadang-kadang ke
makna benar-benar.
Annahum (bahwa mereka),
yakni kaum kafir Mekah.
Yaquuluuna innamaa yu'allimuhu (mereka berkata, "Sesungguhnya ia diajarkan), yakni Al-Qur`an
diajarkan oleh ...
Basyarun (manusia), yakni
diajarkan oleh seseorang di antara manusia yang mengetahui bahasa Ibrani, dan
bukan malaikat yang menurunkan wahyu dari langit kepadanya.
Diriwayatkan dari 'Ubaid bin Maslimah, dia berkata,
"Kami mempunyai dua orang budak Nashrani. Salah satunya bernama Yasar dan
yang satu lagi bernama Jabar. Mereka membaca kitab mereka yang ditulis dengan
bahasa mereka sendiri. Rasulullah saw. melewati mereka dan mendengarkan bacaan
mereka. Lalu kaum musyrikin berkata, "Dia belajar dari kedua budak
itu". Lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat di atas.
Lisanul laziina yulhiduuna ilaihi a'jamiyyun (bahasa orang yang mereka tuduhkan kepadanya adalah bahasa asing). Al-a'jamii
adalah orang yang tidak fasih berbahasa Arab, walaupun dia orang Arab. Al-'ajammi
dinisbahkan kepada orang asing walaupun dia fasih berbahasa Arab. Makna ayat:
bahasa seseorang yang dikatakan oleh kaum kafir bahwa bahasanya itu tidak
benar, lalu mereka menuding bahwa
dia telah mengajarkan bahasa asing yang
rancu itu kepada Muhammad.
Wa hazaa (dan ini), yakni
Al-Qur`anul karim ini.
Lisaanun 'arabiyyun mubiinun (bahasa Arab yang terang), jelas,
dan tidak mengandung kerancuan. Jadi, bagaimana mungkin Al-Qur`an yang seperti
ini berasal dari bahasa asing? Makna
ayat: sesungguhnya Al-Qur`an adalah mukjizat dilihat dari susunan ayatnya, juga merupakan mukjizat dilihat dari
segi maknanya, karena ia mencakup
pemberitaan hal-hal ghaib. Jika mereka
menganggap bahwa seorang manusia telah mengajarkan maknanya kepada Muhammad,
maka bagaimana mungkin dia mengajarkan susunan
yang tidak dapat dibuat oleh siapa pun dari penghuni dunia ini.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah, Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi
mereka azab yang pedih. (QS. An-Nahl 16:104).
Innallaziina la yu`minuuna bi ayatillahi (sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat
Allah), yakni tidak membenarkan bahwa ia berasal dari sisi Allah.
Laa yahdiihimullaahu
(Allah tidak akan memberi mereka petunjuk)
ke jalan keselamatan yang menunjukkan dan mengantarkan mereka kepada tujuan.
Walahum (dan bagi mereka)
di akhirat.
'Azaabun alimun (siksa
yang pedih), yang menyengsarakan dan menyakitkan.
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah
orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl 16:105).
Innamaa yaftaril kaziiba (sesungguhnya
yang mengada-adakan kebohongan). Menjelaskan mengada-adakan dengan kebohongan
dimaksudkan untuk menyangatkan dalam
menjelaskan keburukan perbuatan itu.
Allaziina laa yu`minuuna bi ayaatillaahi (orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah). Penggalan
ayat ini merupakan bantahan atas ucapan mereka, Kamu adalah orang yang
mengada-ada. Makna ayat:
sesungguhnya perbuatan
mengada-adakan kebohongan hanya pantas dinisbatkan kepada orang yang tidak
beriman, karena dia tidak mewaspadai
hukuman yang dapat menimpa dirinya, lalu dia menahan diri dari perbuatan
itu. Adapun orang yang beriman kepada ayat itu dan takut terhadap hukuman yang
dikemukakan ayat tersebut, maka dia
tidak mungkin mengada-adakan kebohongan
yang bersumber dari dirinya.
Wa ula`ika (dan mereka itulah),
yakni orang-orang yang disifati dengan tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.
Humul kadzibuna
(orang-orang yang pendusta) secara hakiki bukan berdasarkan perkiraan. Berbeda
dengan Rasulullah saw., karena keadaannya itu kebalikan dari mereka. Al-kaazibuuna
berarti orang-orang yang sempurna kebohongannya, karena tidak ada kebohongan
yang paling besar daripada mendustakan ayat-ayat Allah dan mencelanya dengan
contoh-contoh yang batil.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah dia
beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam
keimanan. Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya kepada kekafiran, maka
kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahl 16:106).
Man kafara billaahi
(barangsiapa yang kafir kepada Allah), yakni dia mengucapkan kata-kata yang menimbulkan kekafiran.
Min ba'di imanihi
(setelah dia beriman) kepada Allah Ta’ala, seperti Ibnu Khathal, Tu'mah,
Muqayyas dan yang lainnya.
Illa man ukriha (kecuali
orang yang dipaksa), yakni dipaksa untuk mengatakan kekafiran, sedang dia
mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau salah seorang dari anggota
keluarganya. Penggalan ini merupakan pengecualian dari ketentuan pihak yang terkena hukuman
kemurkaan dan siksaan.
Wa qalbuhu muthmainnun bil imani (sedangkan hatinya tenteram dalam keimanan), yakni keadaan hatinya
tenteram dalam keimanan, dan keyakinannya tidak berubah.
Walakin man (tetapi orang
yang), yakni orang yang tidak seperti itu, tetapi …
Syaraha bil kufri shadran (melapangkan dadanya kepada kekafiran), yakni dia meyakininya dan
hatinya merasa nyaman dengan kekafiran itu.
Fa'alaihim ghadhabun
(maka bagi mereka kemurkaan) yang besar.
Minallaahi (dari Allah) di
akhirat.
Wa lahum 'adzabun 'azhimun (dan bagi mereka siksa yang besar). Al-'azaab dan al-'iqaab
berarti rasa sakit yang hebat.
Ibnu Abbas berkata: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Ammar ra. Kaum kafir Quraisy menangkapnya berikut kedua orang tuanya, Yasir dan
Sumayyah, lalu mereka menyiksa ketiga orang ini
agar murtad. Namun kedua orang tuanya menolak, lalu mereka mengikat
Sumayyah dengan dua unta yang berlawanan arah, kemudian ditarik. Setelah itu mereka menusuk jantungnya dengan
bayonet hingga dia tewas. Mereka pun membunuh Yasar. Inilah dua orang yang
pertama kali gugur dalam Islam.
Adapun Ammar, dia adalah orang yang lemah badannya dan tidak mampu
menahan siksa, sehingga dia mengucapkan dengan lisannya apa yang mereka
paksakan kepadanya, yakni mencaci Nabi saw. dan memuji-muji berhala dengan
kebaikan. Lalu para sahabat berkata, "Hai Rasulullah, sesungguhnya Ammar
telah kafir." Nabi saw. menjawab, "Sekali-kali tidak, sesungguhnya
Ammar dipenuhi dengan keimanan dari ujung rambut hingga telapak kakinya, dan
keimanan telah bercampur dengan darah dan dagingnya."
Lalu Ammar mendatangi Rasulullah sambil menangis. Beliau
bertanya kepadanya, "Bagaimanakah keadaan hatimu pada saat itu?” Ammar
menjawab, "Keadaan hatiku tenteram
dalam keimanan." Beliau berkata, "Jika mereka kembali memaksamu, maka
ulangilah apa yang pernah kamu katakan kepada mereka ."
Kasus di atas merupakan dalil tentang dibolehkannya
mengucapkan kata-kata kekafiran pada
saat dipaksa dan diintimidasi. Namun lebih utama adalah menghindarinya dan
bersabar atas siksaan dan pembunuhan, sebagaimana yang dilakukan kedua orang
tua ‘Amar.
Juga diriwayatkan bahwa Musailamah Al-Kadzab menangkap
dua orang laki-laki. Dia bertanya kepada salah seorang dari mereka, "Apa
yang kamu katakan tentang Muhammad?” Orang itu menjawab, "Dia adalah
Rasulullah." Dia bertanya lagi, "Apa yang kamu katakan tentang aku?”
Orang itu menjawab, "Kamu pun demikian." Maka Musailamah
membebaskannya. Dia bertanya kepada yang satu lagi, “Menurutmu, siapakah
Muhammad itu?” Dia menjawab, “Dia adalah Rasul Allah.” Dia bertanya, “Lalu,
menurutmu, siapakah aku?” Dia menjawab, “Aku bisu.” Musailamah mengulangi
pertanyaannya tiga kali, dan jawabannya pun tetap sama. Maka dia membunuhnya.
Kemudian sampailah peristiwa itu kepada Rasulullah saw.,
maka beliau berkata, "Adapun orang yang pertama, maka dia telah memanfaatkan keringanan dari Allah, sedangkan yang kedua,
dia telah berbicara dengan terus terang.
Selamat! Dia mendapatkan surga."
Dalam sebuah hadits ditegaskan, Jihad yang paling
utama adalah mengatakan kebenaran di depan penguasa yang zalim (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Perbuatan demikian dikategorikan jihad yang paling
utama, karena barangsiapa yang berjihad melawan musuh, dia berada antara rasa takut dan harap, dan dia tidak tahu
apakah akan menang atau kalah. Adapun
yang berjihad di depan penguasa, maka
penguasa itu mendominasi dan
menguasai dirinya. Karena itu, jika
orang tersebut mengatakan kebenaran dan menyuruhnya kepada kebaikan, berarti
dia telah menjurumuskan dirinya ke dalam
kerusakan. Maka perbuatan demikian
menjadi jenis jihad yang paling utama, karena dominannya rasa takut.
Yang demikian itu disebabkan karena mereka mencintai
kehidupan dunia lebih dari akhirat. Dan sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang kafir. (QS. An-Nahl
16:107).
Dzaalika (yang demikian
itu), yakni kafir setelah beriman.
Bi`annahum (karena
mereka), yakni disebabkan karena mereka.
Istahabbuu (lebih
mencintai), yakni lebih mengutamakan. Mentransitifkan al-istihbab dengan
'ala karena ‘ala
mengandung makna mengutamakan.
Al-hayaatad dunya 'alal akhirati wa annallaaha laa
yahdii (kehidupan dunia daripada akhirat, dan
sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk) kepada keimanan dan kepada apa yang
pasti akan membuahkan keteguhan pada keimanan.
Al-qaumal kaafiriina
(kaum yang kafir). Maka Dia tidak melindungi mereka dari perbuatan yang
menyimpang dan dari perbuatan yang membuahkan kemurkaan dan siksa yang besar
dari Allah.
Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan
penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang
yang lalai. (QS. An-Nahl 16:108).
Uula`ika (mereka itulah),
yakni orang yang disifati dengan berbagai keburukan yang telah disebutkan.
Allaziina thaba'allaahu 'ala quluubihim wa sam'ihim
wa abshaarihim (orang-orang yang hati, pendengaran
dan penglihatannya), yakni Dia menutupinya, sehingga cahaya dan keimanan tidak
dapat masuk ke dalam dirinya.
Wa ul`aika humul ghaafiluuna (dan mereka itulah orang-orang yang lalai), yakni yang tenggelam
dalam kelalaian.
Tidak diragukan lagi bahwa mereka di akhirat nanti
adalah orang-orang yang merugi. (QS. An-Nahl
16:109).
Laa jarama annahum fil aakhirati humul khaasiruuna (tidak diragukan lagi bahwa mereka di akhirat nanti adalah
orang-orang yang merugi), yakni telah pasti bahwa mereka adalah orang-orang
yang penuh dengan kerugian pada hari kiamat, karena mereka telah menyia-nyiakan
umurnya dan menggunakannya untuk
mendapatkan siksa yang abadi.
Kemudian sesungguhnya Tuhanmu pelindung bagi
orang-orang yang berhijrah setelah menerima cobaan, kemudian mereka berjihad
dan sabar. Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16:110).
Tsumma inna rabbaka
(kemudian sesungguhnya Tuhanmu). Qatadah berkata, "Tatkala Allah
menurunkan ayat bahwa Dia tidak akan
menerima keislaman dari penduduk Mekkah sehhingga mereka berhijrah, maka
penduduk Madinah berkirim surat kepada para sahabatnya yang tinggal Mekkah.
Tatkala ajakan itu sampai, mereka pun
berangkat ke Madinah. Namun, kaum
musyrikin mengejar dan membunuh mereka. Maka di antara mereka ada yang terbunuh
dan ada pula yang selamat. Lalu Allah
Ta'ala menurunkan ayat ini.
Lillaziina haajaruu (bagi
orang-orang yang berhijrah) ke negeri Islam. Mereka adalah Ammar, Shuhaib,
Khabab, Salim, Bilal, dan selain mereka.
Min ba'di maa futinuu
(setelah mereka mendapatkan cobaan), yakni mereka disiksa supaya murtad dan
dipaksa supaya melafalkan kata-kata kekafiran, lalu mereka mengatakan apa yang
disukai kaum kafir, sedang hati mereka tetap tentram dalam memeluk Islam …
Tsumma jaahaduu (lalu
mereka berjihad) di jalan Allah.
Wa shabaruu (dan mereka
bersabar) atas kesulitan-kesulitan jihad.
Inna rabbaka min ba'dihaa
(sesungguhnya Tuhanmu, setelah itu), yakni setelah berhijrah, berjihad, dan
bersabar.
Laghafuurun (benar-benar
Maha Pengampun), yakni benar-benar Maha Menutupi dan
menghapus aneka kesalahan yang
telah mereka lakukan.
Rahiimun (Maha
Penyayang). Dia memberi nikmat kepada mereka, setelah itu, dengan surga sebagai
balasan atas berbagai perbuatan yang terpuji dan berbagai perilaku yang diridhai.
Pada hari ketika tiap-tiap diri datang untuk membela
dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan apa yang telah
dikerjakannya, sedang mereka tidak dianiaya. (QS.
An-Nahl 16:111).
Yauma ta`ti kullu nafsin
(pada hari ketika tiap-tiap diri datang). Yauma di-nashab-kan
dengan uzkur (ingatlah). Yang dimaksud dengan hari adalah hari
kiamat.
Tujadilu 'an nafsihaa
(untuk membela dirinya sendiri). Kepada sosok sesuatu dikatakan nafsuhu
dan kepada selainnya dikatakan ghairuhu. Makna ayat: ingatlah hai
Muhammad, ketika setiap manusia datang untuk membela dan mempertahankan dirinya sendiri. Dia
berusaha membebaskan dirinya dengan berdalih Dia tidak memperhatikan urusan
selainnya, lalu dia berkata, "Diriku, diriku". Hal itu terjadi saat neraka jahannam
mengeluarkan nafasnya sekali. Maka tiada malaikat muqarrabin dan tiada
pula nabi yang diutus, melainkan dia berlutut, termasuk Khalilur Rahman as. Dia berkata, Rabbi
nafsii, yakni aku mengharapkan keselamatan diriku.
Wa tuwuffiya kullu nafsin
(dan disempurnakan setiap jiwa) yang baik atau yang jahat. Yakni diberikan
dengan sempurna dan lengkap.
Maa 'amilat (apa yang telah dikerjakan), yakni balasan atas apa yang telah
dilakukannya.
Wa hum laa yuzlamuuna
(sedangkan mereka tidak dianiaya), yakni
pahala mereka tidak dikurangi, tidak dihukum tanpa kesalahan yang
memastikannya mendapat hukuman, dan tidak ditambah hukuman mereka dengan
ditambahkannya dosa mereka.
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah.
Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan,
disebabkan apa yang mereka perbuat. (QS. An-Nahl
16:112).
Wa dharaballaahu matsalan qaryatan (dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri), yakni
kisah penduduk negeri yang berada di negeri orang-orang dahulu, yaitu
negeri Elia sebagaimana dikatakan dalam Al-Kawasyi.
Elia adalah negeri yang terletak antara Yanbu' dan Mesir. Makna ayat:
Dia menjadikan penduduknya sebagai perumpamaan bagi penduduk Mekah dan
bagi kaum lain yang diberikan nikmat
oleh Allah. Lalu kenikmatan itu menyebabkan mereka sombong, sehingga mereka
berbuat seperti yang telah mereka perbuat. Maka Allah mengganti kenikmatan
dengan bencana.
Kanat aminatan (dahulunya
aman), yakni aman dari semua perkara
yang menakutkan.
Muthma`innatan
(tenteram). Mereka tidak berpindah dari negerinya ke tempat lain karena
keindahannya.
Ya`tihaa rizquhaa (rizkinya
datang kepadanya), yakni makanan pokok penduduknya. Penggalan ini merupakan
sifat kedua bagi negeri tersebut.
Raghadan (melimpah ruah),
leluasa.
Min kulli makaanin (dari
segenap tempat). Dari berbagai penjurunya, baik dari darat maupun laut.
Fakafarat (lalu ia
kafir), yakni penduduknya kafir.
Bian'umillaahi (terhadap
nikmat-nikmat Allah), terhadap berbagai nikmat-Nya. An'um jamak dari ni'mat.
Yang dimaksud dengannya adalah nikmat rizki dan rasa aman yang terus menerus.
Fa`azaqahaallaahu (lalu
Allah merasakan kepadanya). Yakni Dia merasakan berbagai macam kesengsaraan dan
cobaan kepada penduduknya. Makna asal az-zauq adalah merasai sesuatu
dengan mulut, kemudian kata ini dipinjam untuk mengungkapkan cobaan dan ujian yang dirasakan.
Libaasal juu'i (pakaian
kelaparan) sehingga mereka memakan bangkai. Jika dikatakan, "Bagaimana
mungkin lapar dikatakan pakaian?” Dijawab:
Karena rasa lapar menampakkan
kekurusan, kepucatan, dan sempitnya
keadaan. Hal ini seperti pakaian.
Wal khaufi (dan
ketakutan). Dampak kelaparan dan ketakutan diserupakan dengan pakaian yang
menutupi pemakainya. Lalu kata lapar
dikenakan kepada bencana yang hebat secara umum.
Bimaa kaanuu yashna'uuna
(disebabkan apa yang mereka perbuat) berupa kekafiran yang sebelumnya mereka
lakukan. Kemudian Dia menjelaskan bahwa kekafiran atas berbagai nikmat yang
mereka perbuat itu bukan hanya didasarkan tuntutan akalnya, melainkan juga ditambah dengan menentang hujjah Allah
kepada makhluk. Maka Dia berfirman,
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang
rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka
dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS. An-Nahl 16:113).
Wa laqad jaa-ahum
(dan sesungguhnya telah datang kepada mereka), yakni kepada penduduk negeri
tersebut.
Rasuulun minhum (seorang
rasul dari mereka), yakni dari jenis mereka sendiri. Mereka mengenal asal-usul
dan nasabnya. Lalu Rasul itu menjelaskan kepada mereka kewajiban mensyukuri
nikmat, dan memperingatkan mereka akibat yang buruk dari kekafiran.
Fakazzabuuhu (lalu mereka
mendustakannya), yakni mendustakan risalah Rasul itu.
Fa-akhazahumul `azaabu (maka mereka dimusnahkan azab). Mereka
dibinasakan sampai ke akar-akarnya,
setelah mereka merasakan secuil dari azab itu.
Wa hum dzaalimuuna (dan
mereka adalah orang-orang yang zalim), yakni keadaan mereka zalim karena kafir
dan mendustakan. Mereka mengganti syukur dengan kufur dan mengganti sikap
membenarkan dengan mendustakan.
Ibnu Abbas berkata: Perumpamaan ini ditujukan bagi
penduduk Mekah karena mereka berada di tanah haram yang aman, sedangkan di sekeliling mereka terdapat para penyamun.
Namun di hati mereka tidak terlintas bayangan dari ketakutan. Berbagai macam
buah-buahan didatangkan ke Mekah. Dan telah datang pula pada mereka seorang
Rasul dari kalangan mereka sendiri, lalu
mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah dan mendustakan Rasulullah saw. Kemudian
doa Nabi saw. menimpa mereka. Beliau bersabda, "Ya Allah, bantulah aku
untuk mengalahkan mereka dengan tujuh tahun kelaparan seperti tujuh tahun yang diberikan kepada Yusuf".
Maka Allah menimpakan kekeringan dan kekurangan pangan
kepada mereka, sehingga mereka memakan
bangkai, anjing yang mati, kulit, tulang
yang dibakar, dan bulu yang dicampur dengan darah, lalu dibakar.
Bahkan salah seorang dari mereka melihat
seolah-olah ada kabut antara bumi dan
langit, karena rasa lapar yang
menderanya.
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang
telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya
kepada-Nya saja menyembah. (QS. An-Nahl 16:114).
Fakuluu mimmaa razaqakumullaahu (maka makanlah dari apa yang dirizkikan Allah kepadamu). Wahai
penduduk Mekkah, jika telah jelas kepadamu keadaan orang yang mengingkari
berbagai nikmat Allah, yang mendustakan Rasul-Nya, dan apa yang menimpa mereka
disebabkan hal tersebut, maka
hentikanlah perbuatan mengingkari
nikmat dan mendustakan Rasul agar apa yang telah menimpa mereka tidak menimpa kepadamu. Ketahuilah hak
dari nikmat Allah, dan makanlah rizki Allah berupa palawija, binatang ternak,
dan selainnya yang keadaannya …
Halaalan thayyiban (yang
halal dan baik), yakni yang lezat dan yang disukai olehmu. Hentikanlah
perbuatan mengharamkan unta bahirah
dan jenis makanan lainnya yang
kamu ada-adakan.
Wasykuruu ni'matallaahi
(dan bersyukurlah atas nikmat Allah), yakni
ketahuilah kebenarannya dan jangan menghadapinya dengan keingkaran.
In kuntum iyyaahu ta'buduuna (jika kamu hanya kepada-Nya menyembah), yakni jika kamu menaati-Nya
dan menghendaki keridhaan-Nya.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepadamu
bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain
Allah. Tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan
tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. An-Nahl 16:115).
Innamaa harrama 'alaikumul maitata (sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai), yakni
mengharamkan memakannya. Bangkai adalah binatang yang tidak sempat disembelih.
Wad dama (dan darah) yang
mengalir dari tenggorokan binatang. Adapun darah yang bercampur dengan daging,
maka ia dibolehkan, tetapi sebaiknya
daging itu dicuci terlebih dahulu.
Wa lahmal khinziiri wa maa uhilla lighairillaahi bihi (daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain
Allah), yakni mengeraskan suara saat menyembelihnya atas nama berhala. Yang
demikian itu merupakan perbuatan orang-orang jahiliyyah yang menyebutkan lata
dan uzza saat menyembelih. Artinya,
Dia hanya mengharamkan hal-hal di atas. Dia tidak mengharamkan binatang bahirah,
sa`ibah, dan selainnya yang
dianggap haram oleh mereka.
Famanidhthurra (maka
barangsiapa yang terpaksa). Al-idhthiraar berarti membutuhkan sesuatu. Idhtharrahu
ilaihi berarti membutuhkannya dengan terpaksa, lalu dia memakannya
sedikit sedang dia …
Ghaira baaghin (dengan
tidak dianiaya), yakni karena dipaksa orang lain.
Wa laa 'aadin (dan tidak
melampaui batas), yakni melampaui kadar keperluan dan hanya untuk mengusir rasa
lapar.
Fa innallaaha ghafuurun rahiimun (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang), yakni
Dia tidak menyiksanya karena hal itu.
Dalam Al-Asybah disebutkan: Diringankan bagi
orang yang sakit untuk berobat dengan perkara
najis dan khamr. Hal ini didasarkan atas salah satu dari dua pendapat
yang ada. Qadikhan memilih pendapat yang
tidak memberikan keringanan untuk berobat dengan najis. Namun, ulama
sepakat dibolehkannya meminum khamr jika makanan tersekat di kerongkongan. Dokter juga boleh
melihat pasien hingga auratnya,
kemaluan, dan duburnya.
Al-Faqih Abu Laits ra.
berpendapat bahwa seseorang hendaknya
mengetahui ilmu kedokteran sebatas untuk dapat menjaga dirinya dari apa
yang memadharatkan badannya.
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, "Ini halal dan ini haram",
untuk mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah tidak akan beruntung. (QS. An-Nahl 16:116).
Wa laa taquuluu (dan
janganlah kamu mengatakan), hai penduduk Mekkah.
Lima tashifu alsinatukum
(terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu), yakni janganlah kamu mengatakan
tentang binatang yang kamu katakan halal dan haram, dengan perkataanmmu,
"Apa yang ada dalam perut binatang-binatang ternak ini murni bagi para
lelaki kita dan haram bagi istri-istri kita" tanpa menata penjelasan
tersebut melalui pengamatan dan pemikiran, apalagi penyandaran kepada wahyu atau didasarkan atas
qiyas.
Al-kaziba (kedustaan). Al-kaziba
di-nashab-kan dengan laa taquuluu. Dan firman Allah Ta'ala …
Hazaa halaalun wa hazaa haraamun (ini halal dan ini haram) sebagai badal (keterangan
pengganti) dari al-kadziba. Makna
ayat: janganlah kamu mengatakan bahwa ini halal dan itu haram terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu dengan halal dan haram. Keberadaan ucapan itu
sebagai dusta didahulukan, lalu diberi keterangan pengganti dengan “ini halal
dan itu haram”, dimaksudkan untuk menyangatkan pernyataan.
Litaftaruu 'alallaahil kaziba (untuk mengada-adakan kedustaan terhadap Allah), karena sumbu
kehalalan dan keharaman hanyalah berdasarkan perintah Allah.
Innal laziina yaftaruuna 'alallaahil kaziba (sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah)
dalam urusan apa saja.
Laa yuflihuuna (mereka
tidak akan beruntung), yakni mereka tidak akan berhasil meraih tujuan dengan
perbuatan mengada-ada yang mereka
lakukan.
Kesenangan yang sedikit. Dan bagi mereka azab yang
pedih. (QS. An-Nahl 16:117).
Mata'un qaliilun
(kesenangan yang sedikit). Manfaat dari
perbuatan jahiliyyah yang mereka lakukan hanyalah sedikit dan akan segera habis.
Wa lahum (dan bagi
mereka) di akhirat.
Azaabun aliimun (siksa
yang pedih), yakni siksa yang menyakitkan dan menyengsarakan.
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa
yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu. Kami tidak menganiaya mereka, akan
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. An-Nahl 16:118).
Wa 'alal laziina haaduu
(dan terhadap orang-orang Yahudi), yakni terhadap orang-orang Yahudi secara
khusus, bukan terhadap generasi terdahulu
dan generasi kemudian yang selain mereka.
Haramnaa maa qashashnaa 'alaika (Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan kepadamu) melalui
firman-Nya, Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan semua yang
mempunyai kuku, dan dari sapi dan domba Kami mengharamkan kepada mereka
lemak-lemaknya … .
Min qablu (sebelumnya),
yakni sebelum turunnya ayat ini.
Wa maa dzalamnaahum (dan
Kami tidak menganiaya mereka) dengan pengharaman tersebut.
Wa laakin kaanuu anfusahum yadzlimuuna (tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri), karena
mereka melakukan apa yang menyebabkan mereka dihukum selaras dengan celaan terhadap mereka dalam
firman-Nya, Maka karena kezaliman dari orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan
kepada mereka yang baik-baik yang dihalalkan bagi mereka …. Sungguh mereka
terkena batunya karena perkataannya sendiri seperti pada Firman Allah Ta'ala, Semua
makanan adalah halal bagi Bani Israil, kecuali apa yang diharamkan Bani Israil
kepada dirinya sebelum diturunkan Taurat. Katakanlah, "Bawalah Taurat dan
bacalah, jika kamu benar".
Diriwayatkan bahwa tatkala Nabi saw. mengatakan hal itu
kepada mereka, mereka tidak berkutik dan tidak berani mengeluarkan Taurat.
Bagaimana mungkin mereka berani, sedangkan Dia telah menjelaskan di dalam
Taurat bahwa pengharaman makanan yang
baik-baik atas diri mereka sendiri adalah karena kezaliman dan permusuhan di
antara mereka, yang merupakan hukuman dan penegasan atas keterangan yang demikian jelas.
Kemudian sesungguhnya Tuhanmu mengampuni bagi
orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, lalu mereka
bertaubat setelah itu, dan memperbaiki diri. Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu,
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. An-Nahl 16:119).
Tsumma inna rabbaka lillaziina 'amilus suu`a
bijahaalatin (kemudian sesungguhnya Tuhanmu bagi
orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya).
Diriwiyatkan dari Ibnu Abbas bahwa setiap orang yang
melakukan keburukan, sedang dia tidak
memahaminya sebagai keburukan, maka dia dimaafkan. Jika dia
melakukan sesuatu yang diketahuinya
sebagai keburukan, maka tidak diampuni.
Tsumma taabuu min ba'di zaalika (kemudian mereka bertobat setelah itu), yakni setelah mereka
berbuat keburukan.
Wa ashlahuu (dan mereka
memperbaiki) amal-amal mereka, atau mereka mengerjakan amal saleh.
Inna rabbaka min ba'dihaa
(sesungguhnya Tuhanmu setelah itu), yakni setelah dia bertobat. Allah Ta'ala
tidak menyebutkan al-ishlah, karena ishlah berarti menyempurnakan taubat. Adapun tobat
merupakan penyesalan atas kemaksiatan sebagai kemaksiatan, dan dia bertekad
tidak akan mengulanginya. Tidak mengulangi dan memperbaiki diri merupakan bukti
dari tekad tersebut.
Laghafuurun (benar-benar
Maha Mengampuni) keburukan tersebut. Dia Maha Menutupi dan menghapus kesalahan
tersebut.
Rahiimun (Maha Penyayang)
kepada orang yang teguh dalam menaati-Nya, baik dengan meninggalkan larangan
maupun mengerjakan perintah. Pengulangan
inna rabbaka berfungsi untuk mempertegas janji dan memperlihatkan
kesempurnaan pertolongan dengan merealisasikan janji itu. Tobat itu bagaikan sabun. Sebagaimana sabun
menghilangkan berbagai kotoran lahiriah,
demikian pula tobat menghilangkan kotoran-kotoran batiniah, yaitu dosa.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan baik. Sekali-kali dia bukanlah
termasuk orang-orang yang mempersekutukan. (QS.
An-Nahl 16:120).
Inna ibrahiima kaana ummatan (sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam), karena dia dapat
menghimpun berbagai keutamaan manusia yang nyaris tidak ditemukan kecuali terpisah-pisah pada
berbagai individu. Hal ini sebagaimana
dikatakan, "Bukankah suatu yang mustahil bagi Allah untuk menghimpunkan alam semesta pada diri
seseorang".
Qaanitan lillaahii (patuh
kepada Allah), yakni yang taat dan melaksanakan perintah-Nya.
Haniifan (baik), yakni
berpaling dari agama yang batil kepada agama yang benar.
Wa lam yaku minal musyrikiina (dan dia tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan) Allah
dalam urusan agama apa pun, baik urusan
yang pokok maupun cabang. Penggalan ini merupakan bantahan terhadap kaum kafir
Quraisy yang mengatakan, "Kami memeluk agama bapak kami, Ibrahim".
Bagi yang bersyukur atas berbagai nikmat Allah. Dia
telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. (QS. An-Nahl 16:121).
Syaakiran li an'umihi
(yang bersyukur atas berbagai nikmat-Nya). An'um jamak dari ni'mat.
Syakiran merupakan sifat ketiga bagi Ibrahim. Diriwayatkan bahwa
Ibrahim tidak makan kecuali bersama
tamu.
Ijtabaahu (Dia
memilihnya), yakni Dia memilihnya sebagai nabi.
Wa hadaahu ila shiraathin mustaqiimin (dan menunjukinya ke jalan yang lurus) yang mengantarkannya kepada
Allah. Shirathim mustaqim adalah agama Islam yang mencakup segala
kepatuhan.
Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya
dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (QS. An-Nahl 16:122).
Wa aatainaahu fid dunya hasanatan (dan Kami memberinya di dunia kebaikan), yakni memberikan kebaikan
di dunia berupa anak laki-laki yang tampan, dan pujian yang harum dari seluruh umat.
Wa innahu fil
akhirati laminash shalihiina (dan sesungguhnya dia
di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh), yakni para memiliki derajat yang tinggi di surga, yaitu
para nabi as.
Kemudian Kami mewahyukan kepadamu, "Ikutilah
agama Ibrahim, seorang yang baik" dan dia tidak termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. (QS. An-Nahl 16:123).
Tsumma auhainaa ilaika
(kemudian Kami mewahyukan kepadamu) karena ketinggian derajatmu dan keluhuran
kedudukanmu.
Anit taabii millata Ibrahiima (ikutilah agama Ibrahim). Al-millat merupakan istilah bagi
apa yang disyariatkan Allah kepada para hamba-Nya, yakni agama itu sendiri.
Yang dimaksud dengan agama-Nya adalah Islam.
Haanifaan (seorang yang
baik). Haanifaan merupakan keterangan keadaan dari mudhaf ilaih. Makna ayat: sedang dia
berpindah dari agama-agama yang palsu kepada agama yang benar.
Wa maa kaana minal musyrikiina (dan dia tidak termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan).
Bahkan dia merupakan teladan bagi orang-orang yang mengesakan Tuhan. Ini
merupakan pengulangan terhadap ayat di atas, yang bertujuan untuk semakin
menenegaskan dan menetapkan kesuciannya dari kesesatan dan perbuatan yang
mereka lakukan.
Sesungguhnya diwajibkan menghormati hari Sabtu atas
orang-orang yang berselisih padanya, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan
memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka
perselisihkan itu. (QS. An-Nahl 16:124).
Innamaa ju'ilas sabtu
(sesungguhnya dijadikan hari Sabtu), yakni Dia mewajibkan untuk menghormati
hari Sabtu, mengisinya dengan ibadah, serta tidak melaut, karena orang-orang
Yahudi beristirahat pada hari itu dan meninggalkan berbagai kesibukan dunia.
Orang-orang yahudi mengklaim bahwa hari Sabtu termasuk syiar Islam dan bahwa Ibrahim senantiasa
melaksanakan hal itu.
Makna ayat: hari Sabtu bukan termasuk
syiar Ibrahim dan bukan syiar agamanya yang diperintahkan kepadamu, hai
Muhammad, supaya mengikutinya, sehingga terdapat hubungan secara keseluruhan
antara Nabi saw. dengan kaum musyrikin. Sesungguhnya yang demikian itu
disyariatkan bagi Bani Israil setelah sekian
lama.
'Alal laziinakhtalafuu fihi (atas orang-orang yang berselisih dalam hal itu). Sumber
perselisihan itu karena Musa as. menyuruh orang-orang Yahudi menentukan sehari
dalam seminggu untuk beribadah, dan hari khusus itu adalah hari Jum'at. Lalu
mereka menolaknya dan berkata, "Kami ingin satu hari yang pada hari itu
Allah telah selesai menciptakan langit dan bumi, yaitu hari Sabtu". Hanya segolongan kecil yang
menyetujui hari Jum'at.
Lalu Musa mengizinkan mereka beribadah pada hari sabtu
dan menguji mereka dengan larangan melaut pada hari itu. Orang-orang yang
menyetujui hari jum'at menaati perintah Allah dan mereka tidak pergi melaut. Adapun selain
mereka, mereka tidak tahan untuk tidak
berburu. Maka Allah mengubah mereka menjadi kera, dan tidak mengubah mereka
yang taat.
Inna rabbaka layahkumu bainahum (dan sesungguhnya Tuahnmu benar-benar akan memberi putusan di
antara mereka), yakni di antara kedua golongan yang berselisih dalam hal
tersebut.
Yaumal qiyaamati fimaa kanuu fihi yakhtalifuna (di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu),
yakni Dia akan memberikan keputusan atas
perselisihan yang terjadi di antara mereka. Dia akan membalas orang yang
setuju dengan pahala, dan membalas orang yang menentang dengan hukuman.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
Kami adalah kaum yang terakhir, tetapi yang paling
dahulu pada hari kiamat. Kami diberi hari jum'at sepeninggal mereka. Inilah
hari yang diwajibkan kepada mereka. Lalu
mereka berselisih tentang hal itu.
Kemudian Allah memberi petunjuk kepada kami mengenai hal tersebut. Maka, bagi
kami hari Jum’at dan bagi orang-orang Yahudi keesokannya (Sabtu), dan bagi
orang-orang Nashrani haru lusanya (Minggu) (HR.
Bukhari, Muslim dan An-Nasai).
Yang wajib bagi seorang hamba dalam menjalankan ibadah,
ketaatan, dan mujahadah adalah mematuhi perintah dan meninggalkan bid'ah,
sebagaimana sabda Nabi saw.,
Peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sepeninggalku,
gigitlah ia dengan gigi gerahammu, dan jauhilah urusan-urusan yang
diada-adakan, karena semua bid'ah adalah sesat (HR.
Abu Dawud dan Tirmizi).
Seseorang menemui Syaikh Abu Muhammad Abdus Salam, lalu
bertanya, "Hai tuanku, tugasilah aku beberapa tugas dan wirid.” Syaikh itu marah dan berkata, "Apakah
aku seorang Rasul sehingga aku dapat memerintahkan berbagai kewajiban?
Kewajiban-kewajiban itu telah diketahui dan kemaksiatan-kemaksiatan itu telah
dikenal. Jagalah kewajiban-kewajiban dan tolaklah kemaksiatan-kemaksiatan.
Jagalah hatimu dari keinginan kepada dunia dan bersikap qona'ahlah terhadap apa yang telah diberikan Allah
untukmu dalam segala hal. Jika Dia mengeluarkan untukmu sesuatu yang kamu
sukai, maka bersyukurlah kepada Allah, dan jika mengeluarkan sesuatu yang kamu
benci, maka bersabarlah kamu dalam menghadapinya.”
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl 16:125).
Ud'u (serulah) manusia,
wahai Rasul yang paling utama.
Ila sabiili rabbika (ke
jalan Tuhanmu), yakni kepada Islam yang mengantarkan ke surga dan kepada
kedekatan dengan-Nya.
Bilhikmati (dengan
bijaksana), yakni dengan hujjah yang qath’I, yang dapat mengokohkan keyakinan yang benar, dan yang menyingkirkan
kekeliruan orang yang menyerukan
keyakinan yang salah.
Wal mau'idzatil hasanati
(dan nasehat yang baik), yakni petunjuk-petunjuk yang membujuk. Dikatakan wa'adzahu
berarti dia menasehatinya dengan nasehat dan petuah. Yakni dia mengingatkan
dengan pahala dan hukuman yang dapat melunakkan hatinya.
Wa jaadilhum billatii hiya ahsanu (dan bantahlah mereka dengan cara yang baik), yakni berdebatlah
dengan orang-orang yang menentang dengan
cara dan bantahan yang paling baik,
yakni yang bersahabat dan lemah lembut, memilih cara yang mudah, menggunakan
premis-premis yang dikenal untuk menenangkan kegelisahan mereka dan memadamkan
kobaran api mereka, sebagaimana yang dilakukan Al-Khalil as. Ayat ini
menunjukkan bahwa berdebat dan berbantah-bantahan dalam urusan ilmu itu
dibolehkan jika maksudnya untuk mencari kebenaran.
Inna rabbaka huwa a'lamu biman dhalla 'an sabiilihi (sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya), yakni siapa yang menentang kebenaran setelah berbagai hikmah, nasehat, dan pelajaran
dijelaskan kepadanya.
Wa huwa a'lamu bilmuhtadiina (dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk)
kepada kebenaran. Yakni tugasmu hanyalah menyeru dan menyampaikan risalah serta
berdebat dengan baik. Adapun hasilnya berupa hidayah, kesesatan, dan balasan
terhadap keduanya bukanlah tugasmu.
Allah-lah Yang lebih mengetahui orang yang tersesat dan yang mendapat
petunjuk. Dia membalas setiap orang dengan balasan yang pantas diterimanya.
Seolah-olah dikatakan: "Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui mereka.
Barangsiapa yang memiliki kebaikan, maka cukup baginya sedikit nasehat dan
petuah yang mudah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki kebaikan, maka cara apa
pun takkan berguna. Seolah kamu tengah
menempa besi yang dingin."
Dan jika kamu memberikan hukuman, maka hukumlah
dengan hukuman yang sama yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu
bersabar, maka sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An-Nahl 16:126).
Wa in 'aaqabtum (dan jika
kamu memberikan hukuman), yakni jika kamu hendak menghukum, seperti seorang
dokter yang berkata kepada pasiennya,
"Jika kamu makan, maka jangan banyak-banyak."
Fa'aaqibuu bimitsli maa 'uuqibtum bihi (maka hukumlah dengan hukuman yang sama yang ditimpakan kepadamu),
yakni hendaknya hukuman itu sama dengan apa yang mereka perbuat kepadamu.
Perbuatan diungkapkan dengan hukuman karena
mengikuti pengungkapan sebab
dengan akibat.
Al-Qurthubi menegaskan bahwa jumhur ahli tafsir sepakat
bahwa ayat ini termasuk ayat Madaniyah yang diturunkan berkenaan dengan pemuka para syuhada, Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah
saw. Hal itu karena kaum musyrikin membalas kaum Muslimin pada Peristiwa Uhud
dengan merobek perut mereka, memotong hidungnya dan telinga mereka, dan memotong kemaluan mereka.
Tidak ada seorang pun yang luput dari
perlakuan itu kecuali Handzalah bin Rahib, karena ayahnya, Amir Rahib bersama
Abu Sufyan, lalu mereka tidak mengganggunya.
Setelah kaum
musyrikin pulang dari Uhud, Rasulullah
kembali dan melihat pemandangan yang sangat memilukan. Beliau melihat perut
Hamzah telah terkoyak, hidungnya rumbung
sampai ke pangkalnya, dan kedua
telinganya terputus. Nabi saw. bersabda, "Demi Allah, jika Allah
memenangkanku atas mereka, maka aku akan membalas mereka tujuh puluh kali lipat
dari perbuatan mereka.” Dan kaum mukminin berkata, "Jika Allah memenangkan
kita atas mereka, maka kita akan menambahkan atas perlakuan mereka dan akan
membalas dengan balasan yang tidak
pernah dilakukan oleh orang Arab dalam melakukan pembalasan." Maka,
turunlah ayat ini. Dalam At-Tibyan disebutkan Nabi saw. menyalatkan
pamannya Hamzah dengan tujuh puluh kali takbir atau satu shalat.
Disebutkan dalam Asbabu Nuzul yang intinya: Hamzah ra. dibunuh oleh Wahsyi Al-Habsyi. Dia
adalah budak Jabir bin Muth'im. Paman Jabir, Tha'imah bin 'Adiy, tewas pada
perang Badar. Tatkala kaum Quraisy pergi menuju Uhud, Jabir berkata kepada
Wahsyi, "Jika kamu membunuh Hamzah paman Muhammad, maka demi pamanku
Tha'imah, kamu merdeka.”
Wahsyi pun mengambil bayonetnya lalu melemparkannya ke
Hamzah dengan tepat. Maka terjadilah apa yang terjadi. Kemudian Wahsyi masuk
Islam dan Nabi saw. berkata kepadanya, "Dapatkah kamu menyembunyikan
wajahmu dariku?”
Nabi berkata demikian itu karena membencinya sebab dialah yang telah membunuh Hamzah. Lalu
Wahsyi pun pergi. Tatkala Rasulullah saw. pergi dan orang-orang berangkat
menuju Musailamah Al-Kadzab, berkatalah Wahsyi, "Aku akan mengejar
Musailamah Al-Kazab untuk membunuhnya, agar aku
membalas kematian Hamzah dengannya.” Kemudian dia pun pergi bersama yang
lain. Allah memberinya taufik, sehingga dia berhasil membunuhnya.
Wahsyi berkata, "Aku telah membunuh orang yang
paling baik pada zaman jahiliyyah, yakni Hamzah, dan aku pun telah membunuh
orang yang paling buruk pada zaman Islam, yakni Musailamah.”
Setelah kaum Muslimin menguburkan syuhada Uhud, turunlah
ayat ini. Lalu Nabi saw. membayar kifarat atas sumpahnya dan mengurungkan apa
yang dikehendakinya. Meskipun ayat itu menunjukkan dibolehkannya membalas
dengan balasan yang sama dan tidak melampaui batas, tetapi pengaitan balasan
dengan firman-Nya, Dan jika kamu memberikan hukuman, mengandung anjuran yang implisit agar memaafkan.
Wa la`in shabartum (dan
jika kamu bersabar), yakni menahan diri dari memberikan hukuman yang serupa dan
kamu memaafkannya.
Lahuwa (maka hal itu),
yakni maka kesabaranmu ini.
Khairun (lebih baik).
Artinya memaafkan lebih baik daripada memberikan hukuman.
Lishshaabiriina (bagi
orang-orang yang bersabar). Penggalan ini merupakan pujian kepada mereka karena
bersabar.
Bersabarlah dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan
dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan
janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (Qs. An-Nahl 16:127).
Washbir (dan bersabarlah)
atas berbagai penderitaan dan kepedihan yang ditimpakan kaum Kafir terhadapmu,
dan telah jelas kepadamu berpalingnya mereka dari kebenaran secara keseluruhan.
Kesabaran Nabi saw. harus dikuti umat, seperti perkataan orang yang berkata
kepada Ibnu Abbas ra. saat menyatakan bela sungkawa, "Bersabarlah, kami
akan ikut bersabar denganmu. Sesungguhnya kesabaran rakyat berada pada
kesabaran pemimpin."
Wa maa shabruka illa billaahii (dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan karena Allah), yakni karena
taufik dan pertolongan Allah kepadamu, sehingga kamu bersabar.
Ja'far Shadiq berkata, "Allah menyuruh para nabi
bersabar dan Dia memberikan
penghargaan paling tinggi kepada Nabi
saw., karena beliau telah bersabar dengan pertolongan Allah, bukan dengan
kekuatan dirinya. Allah berfirman Tidaklah
kesabaranmu itu melainkan karena Allah.
Wa laa tahzan 'alaihim
(dan janganlah kamu bersedih terhadap mereka), yakni terhadap kaum kafir karena
frustasi atas keimanan mereka. Penggalan ini
seperti firman Allah, Maka janganlah kamu bersedih terhadap kaum kafirin.
Wa laa taku (dan
janganlah kamu). La taku berasal dari
laa takun, kemudian dibuang nun-nya guna meringankan
pelapalan dan karena seringnya orang mengucapkan la taku. Mereka banyak mengungkapkan aneka perbuatan
dengan kaana dan yakuunu. Misalnya mereka berkata, Kaana
Zaidun yajlisu (Zaid duduk). Jika ia bergabung dengan huruf yang sukun,
maka nun dimunculkan kembali dan diberi harakat seperti pada waman yakunisy syaaithaanu dan contoh
lainnya.
Fi dhaiqin (dalam
kesempitan), yakni janganlah kamu merasa sumpek dengan perbuatan makar mereka.
Ini termasuk ungkapan inversi untuk meraih persajakan, jika ungkapan itu tidak akan menimbulkan
ketidakjelasan, karena kesempitan adalah sifat yang ada pada manusia, bukan
manusia yang berada pada kesempitan.
Penggalan ini mengandung isyarat lain, yaitu
bahwa jika kesempitan itu membesar dan menguat, maka ia menjadi sesuatu yang meliputi manusia dari
seluruh penjuru.
Mimma yamkuruuna (dari
apa yang mereka tipu dayakan), dari
makar mereka terhadapmu pada masa yang akan datang.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa
dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. An-Nahl
16:128).
Innallaaha ma'al
ladziinat taqauu (sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa).
Allah bersama mereka yang menjauhi berbagai kemaksiatan. Makna bersama
di sini adalah Allah menyertai mereka dengan kekuasaan dan karunia-Nya.
Wallaziina hum muhsinuuna
(dan orang-orang yang berbuat kebaikan) dalam aneka amal mereka.
Ada pula yang menafsirkan ayat di atas dengan:
Allah bersama orang-orang yang
bertakwa dalam membalas orang-orang yang
berbuat jahat dan Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan
terhadap orang-orang yang memusuhi mereka. Berbuat baik melalui cara
pengungkapan yang pertama bermakna menjadikan sesuatu itu indah dan baik,
sedangkan pengungkapan yang kedua bermakna sebagai lawan dari berbuat
keburukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar