Kamis, 17 April 2014

TAFSIR TARBAWI



AN-NAHL
(Lebah)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Surah ke-16 ini diturunkan di Mekah  sebanyak 128 ayat

Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. (QS. An-Nahl 16:1)
`Ata amrullahi (telah pasti datangnya ketetapan Allah). Diriwayatkan bahwa kaum kafir Quraisy menganggap lambat turunnya siksa yang diancamkan kepada mereka. Anggapan ini bertujuan mengejek Nabi saw. dan mendustakan ancamannya. Mereka berkata, "Jika  turunnya siksa yang dikatakan Muhammad itu benar, maka berhala-berhala akan menolong kami dan membebaskan kami dari siksa itu." Maka diturunkanlah ayat di atas. Amrullahi berarti siksa yang diancamkan. "Ditimpakanya siksa" berarti dekatnya siksa dan saatnya telah tiba. Makna ayat: Hai orang-orang kafir, sebentar lagi tiba saat ditimpakkannya siksa yang diancamkan kepadamu.
Fa la tasta'jiluhu (maka janganlah kamu minta disegerakan) ketetapan Allah dan kejadiannya. Isti'jal berarti meminta sesuatu sebelum waktunya.
Subhanahu wa ta'ala 'amma yusyrikuna (Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan). Allah terbebas dan suci Zat-Nya dari mempunyai sekutu. Maka Dia menyingkirkan dengan  kehendak-Nya apa yang mereka sekutukan dengan cara apa pun. Tatkala yang menyucikan Zat yang Mahamulia itu adalah Zat itu sendiri, maka at-tanziih merujuk kepada makna pembebasan Zat. Ketika diturunkan ayat ini, Nabi saw. bersabda, "Aku  diutus dan perumpamaan kiamat adalah seperti dua hal ini", yakni  dua jarinya, yaitu  telunjuk dan jari tengah.

Dia menurunkan para malaikat dengan membawa wahyu melalui perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki di antara para hamba-Nya, yaitu, "Peringatkanlah olehmu, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku. (QS. An-Nahl 17:2)
Yunazzilu (Dia menurunkan), yakni Allah Ta'ala menurunkan.
Al-mala`ikata (malaikat) Jibril. Ditafsirkan dengan jibril karena bentuk tunggal yang diungkapkan  dengan bentuk jamak, sedang dia itu seorang pemimpin, pengungkapan itu bertujuan mengagungkan urusannya dan meninggikan kedudukannya. Atau yang dimaksud dengan al-malaìkah adalah Jibril dan malaikat penjaga wahyu yang bersamanya.
Birruhi (dengan ruh), yakni dengan membawa wahyu yang di antaranya adalah Al-Qur`an. Penggalan ini diungkapkan dengan gaya metafora. Karena Allah Ta'ala menghidupkan hati yang mati lantaran kebodohan dengan wahyu. Atau karena wahyu di dalam agama bagaikan  ruh dalam jasad.
Min `amrihi (dengan perintah-Nya). Penggalan ini menjelaskan kata ruh, dan yang dimaksud  adalah wahyu.
'Ala may-yasa`u min 'ibadihi (kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara para hamba-Nya). Allah menurunkan wahyu kepada mereka karena  mereka memiliki  berbagai sifat  yang membuatnya layak menerima wahyu.
An `andiru (peringatkanlah olehmu). Allah menurunkan malaikat   dengan membawa wahyu supaya kamu memberi peringatan dengannya. Yang disapa dengan ayat ini adalah para nabi, yang malaikat diturunkan kepada mereka, sedangkan pemberi perintah adalah Allah SWT, dan malaikat sebagai  pengantar perintah. Makna ayat: Allah menurunkan malaikat yang bertugas untuk mengatakan kepada mereka "Peringatkanlah olehmu". Al-indzar berarti pemberitahuan, maksudnya, beritahukanlah kepada manusia, hai para nabi …
'Annahu (bahwa ia), yakni sesungguhnya 
La `ilaha illa `ana (tidak ada Tuhan selain Aku). Allah menakut-nakuti dengan  La `ila `illa `ana karena mereka menetapkan bagi-Nya aneka sekutu dan tandingan yang tidak layak bagi Zat-Nya Yang Mahamulia.
Fattaquuni (maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku), yakni takutlah terhadap azab-Ku.
Ayat ini menunjukkan bahwa malaikat merupakan perantara antara Allah dengan para rasul-Nya dan nabi-Nya dalam menyampaikan berbagai kitab dan risalah-Nya, dan bahwa malaikat diturunkan dengan membawa wahyu.
Khalaqas-samawati wal `ardla (Dia menciptakan langit dan bumi). Dia menciptakan makhluk yang tinggi dan  yang rendah.
Bil haqqi (dengan hak), dengan hikmah dan kemaslahatan, bukan dengan batil dan main-main.
Ta'ala (Mahatinggi) dan Mahasuci Dia.
'Amma yusyrikuna (dari apa yang mereka persekutukan), dari sekutu yang mereka persekutukan kepada Allah secara batil, padahal sekutu itu tidak dapat mencipta dan tidak pula mengembalikan sesuatu.

Dia telah menciptakan manusia dari air mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. (QS. An-Nahl 16:4)
Khalaqal `insana (Dia menciptakan manusia). Dia menciptakan keturnan Adam. Ditafsorkan demikian sebab Adam tidak diciptakan dari air mani, melainkan dari tanah dan Hawa diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri Adam..
Min nuthfatin (dari air mani). An-nutfah berarti air mani laki-laki.
Fa `idza huwa (tiba-tiba dia), yakni manusia, setelah dia diciptakan. Fa pada penggalan ini menunjukkan bahwa manusia cepat lupa terhadap permulaan kejadian mereka.
Khashimun (pembantah), yakni yang sangat keji permusuhannya dan sangat keras perbantahannya. 
Mubinun (yang nyata), yang mencari-cari dalih. Yang jelas bahwa ayat ini menyapa semua manusia.
Al-Mahdawi meriwayatkan bahwa ayat ini berkenaan dengan Ubay bin Khalaf Al-Jamhi. Dia menjumpai Nabi saw. dengan membawa tulang yang rapuh seraya berkata, "Hai Muhammad, apakah engkau mengira bahwa Allah akan menghidupkan tulang yang sudah rapuh ini ?"  Maka  turunlah ayat di atas.
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu. Padanya ada bulu yang menghangatkan dan berbagai manfaat, serta kamu makan sebagiannya. (QS. An-Nahl 16:5).
Wal `an'ama (dan binatang ternak). Al-an'am jamak dari na'amun yang  berarti unta, sapi, domba, dan kambing. Al-an'am ialah empat jenis binatang yang disebut dengan delapan ekor binatang, yaitu jantan dan betinanya. Namun, pada umumnya al-anám ini digunakan untuk unta.
Khalaqaha lakum (Dia menciptakannya untukmu) dan untuk berbagai manfaat dan kemaslahatanmu, hai keturunan Adam. Demikian pula semua makhluk diciptakan untuk berbagai kemaslahatan dan keuntungan hamba, bukan untuk kepentingan makhluk itu sendiri. Allah Ta'ala berfirman, Dia telah menciptakan bagimu apa yang ada di bumi semuanya. (QS. Al-Baqarah 2:29). Allah berfirman, Dan Dia menundukkan bagimu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi  (QS. Luqman 31:20).
Fiha dif``un (padanya ada yang menghangatkan). Ad-dif`u lawan dingin. Ad-difù  bermakna hangat dan panas. Lalu kata ini digunakan untuk menamai setiap  pakaian hangat yang terbuat dari bulu domba, atau bulu unta, atau bulu kambing.
Wa manafi'u (dan berbagai manfaat) lain berupa anaknya, air susunya, fungsinya untuk ditunggangi, untuk membajak, nilai jualnya, dan upah dengan menyewakannya.
Wa minha ta`kuluna (dan sebagiannya kamu makan), yakni kamu bias memakan   dagingnya, lemaknya, dan sebaginya, kecuali kemaluannya, dua biji pelir, kantong empedu, kandung kemih, tulang, dan darahnya karena semuanya itu haram dimakan.

Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. (QS. An-Nahl 16:6)
Walakum fiiha (dan bagimu padanya), di samping aneka manfaat yang penting sebagaiman telah dirinci, …
Jamalun (keindahan), yakni keindahan dalam pandangan manusia dan kesengan bagi mereka.
Hina turihuna (saat kamu membawanya kembali),  ketika kamu membawanya pulang dari tempat penggembalaan ke kandangnya di saat petang.
Wa hina tasrahuna (dan ketika kamu melepaskannya), yakni  menggembalakannya di pagi hari dan menggiringnya dari kandang menuju ke tempat penggembalaan.

Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16:7).
Wa tahmilu atsqalakum (dan ia memikul beban-bebanmu), yakni binatang itu  membawa berbagai perbekalan dan bawaanmu.
 Ila baladin (ke suatu negeri) yang jauh jaraknya, misalnya penduduk Mekah dapat membawa perdagangannya menuju ke Yaman, Mesir dan Syam.
Wa lam takunu balighihi (dan kamu tidak sanggup sampai kepadanya). Kamu tidak mampu mencapai tempat itu sendirian kecuali dengan  susah payah, sekiranya tidak ada unta. Maksudnya, seandainya unta tidak diciptakan.
Illa bisyiqqil anfusi (melainkan dengan kesukaran-kesukaran dirimu), apalagi  kalau kamu sendiri yang memikulnya. Maksudnya, kamu memikul barang bawaan sendiri ke negeri tersebut.
Inna rabbakum lara`ufur-rahimun (sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha penyayang). Allah sangat menaruh belas kasihan dan amat banyak memberi kenikmatan kepadamu. Karena itu, Dia menyayangimu dengan menciptakan aneka binatang pengangkut barang-barang dan Dia memberi nikmat kepadamu dengannya agar kamu mengambil manfaat darinya dan Dia memudahkan urusanmu.
Diriwayatkan dari Umar ra., dalam sebuah peperangan yang diikuti Rasulullah saw.,  bahwa tatkala para sahabat berjalan, tiba-tiba mereka menangkap anak burung. Lalu  induknya datang dan terjatuh di hadapan orang-orang yang mengambil anak burung itu.  Rasulullah saw. bersabda, "Mengapa kamu tidak  takjub terhadap induk  burung ini? Anaknya ditangkap lalu induknya datang hingga terjatuh di hadapanmu? Demi Allah, Allah lebih menyayangi hamba-Nya daripada burung ini kepada anaknya." (HR. Abu Dawud).

Dan kuda, bighal, dan keledai agar kamu menungganginya dan menjadikannya perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kami ketahui. (QS. An-Nahl 16:8).
Wal khaila (dan kuda). Al-khail di-athaf kepada al-an'am. Makna ayat: Allah menciptakan kuda.  Khailun berarti sejenis kuda. Ia tidak mempunyai bentuk  tunggal  seperti halnya kata `ibilun.
Wal bighala (dan bighal). Al-bighal jamak dari baghal yang berarti binatang yang merupakan peranakan dari kuda dan keledai.
Wal hamira (dan keledai). Al-hamir jamak dari himar.
Litarkabuha (agar kamu menungganginya). Penggalan ini menjelaskan  manfaat utama binatang. Jika bukan demikian, maka pemanfaatannya sebagai   kendaraan pengangkut tidak diragukan lagi kebenarannya.
Wa zinatan (dan perhiasan). Zinatan dibaca manshub karena berfungsi sebagai objek dan menurut fungsi sintaksisnya diathafkan kepada litarkabuuha. Makna ayat: supaya kamu menjadikannya sebagai perhiasan.
Wa yakhluqu ma la ta'lamuna (dan Dia menciptakan apa yang Kamu tidak ketahui) seperti aneka ragam makhluk berupa binatang darat dan laut.

Dan hak bagi Allah menerangkan jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jika Dia menghendaki, tentulah Dia menunjukkan kepada kamu semuanya. (QS. An-Nahl 16:9).
Wa 'alallahi qasdus sabili (dan hak Allah menerangkan jalan yang lurus). Al-qasdu merupakan masdar yang bermakna fa'il. Dikatakan, sabilu  qasdin wa qasidin yang berarti jalan yang lurus. Makna ayat: Hak Allah Ta'ala - selaras dengan  tuntutan rahmat dan janji-Nya yang pasti, tetapi bukan merupakan kewajiban-Nya sebab tidak ada sesuatu pun yang wajib dilakukan-Nya - untuk menjelaskan jalan yang lurus yang mengantarkan orang yang menempuhnya kepada kebenaran, yakni ketauhidan, dengan menegakkan aneka dalil dan mengutus para rasul serta menurunkan kitab-kitab untuk menyeru manusia kepada-Nya.
Wa minha ja`irun (dan di antara jalan-jalan itu ada yang bengkok), yakni jalan yang menyimpang dari kebenaran dan jauh darinya, yang tidak mengantarkan orang yang menempuhnya kepada kebenaran. Jalan yang bengkok itu ialah jalan kesesatan seperti  jalannya yang ditempuh Yahudi, Nashrani, Majusi, dan semua millah yang ditempuh orang kafir serta  jalan orang  mengikuti hawa nafsu dan pelaku bid`ah.
Wa lau sya`a lahadakum ajma'ina (dan seandainya Dia menghendaki, tentu Dia akan menunjukkan kepadamu semua). Sekiranya Allah menghendaki untuk menunjukkimu kepada ketauhidan seperti yang dipaparkan di atas sebagai petunjuk yang mengantarkan kepada-Nya, tentu Dia akan melakukan hal itu. Namun, Dia tidak menghendaki karena kehendak-Nya mengikuti tuntutan hikmah. Dan tidak ada hikmah dalam kehendak semacam itu, sebab yang menjadi poros taklif, pahala, dan siksa tiada lain ikhtiar individual yang terkait dengan pelaksanaan aneka amal yang menjadi  sandaran balasan.

Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untukmu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, tempat dimana kamu menggembalakan ternakmu. (QS. An-Nahl 16:10).
Huwal ladi `anzala (Dia-lah yang menurunkan) dengan kekuasaan-Nya yang kuat.
Minas sama`i (dari langit),  menuju  awan, lalu  turun ke bumi.
Ma`an (air),  sejenis air, yakni air hujan.
Lakum minhu (untuk kamu sebagiannya), yakni dari air hujan yang diturunkan itu.
Syarabun (minuman), yakni  air yang dapat  kamu minum.
Wa minhu syajarun (dan sebagiannya tumbuh-tumbuhan), karena air hujan ini   menumbuhkan pepohonan  yang  membuat binatang ternak dapat merumput. Yang dimaksud dengan syajarun adalah apa yang tumbuh di tanah,  baik  yang berbatang atau pun tidak.
Fiihi tusimuna (di tempat itu kamu menggembalakan ternakmu). Dikatakan samat al-masyiyatu berarti menggembala. Makna ayat: kamu menggembalakan binatang-binatang ternakmu. Tumbuhan disebutkan terlebih dahulu dikarenakan proses kejadiannya yang tanpa campur tangan manusia. Kemudian Dia mulai memberitahukan aneka manfaat air. Dia berfirman,

Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. An-Nahl 16 :11)
Yunbitu (Dia menumbuhkan), yakni Allah Ta'ala menumbuhkan.
Lakum (bagimu),  untuk aneka kepentingan dan berbagai keuntungan kamu.
Bihi (dengannya), yakni dengan air hujan yang diturunkan itu.
Az-zar'a (tanaman-tanaman) yang merupakan sumber pangan dan penopang kehidupan.
Waz-zaituna (dan zaitun). Zaitun dapat dijadikan sebagai lauk pauk dan dapat pula dianggap sejenis buah-buahan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, "Awetkanlah dengan minyak zaitun dan poleslah dengannya, karena minyak itu berasal dari pohon yang berkah" (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Baihaqi). Pohon yang berkah ini ialah zaitun. Zaitun dikatakan pohon yang barakah karena ia hampir tidak tumbuh kecuali di tanah-tanah yang mulia dan diberkahi, seperti  Baitul Maqdis.
Wan-nakhila (dan kurma). Nakhhil dan nakhl mempunyai makna yang sama, Nakhhil merupakan isim jamak yang bentuk tunggalnya adalah nakhlah, seperti tsamarat dan tsimar.
Wal `a'naba (dan anggur). Al-`a'nab dijamakkan guna menunjukkan bahwa kata ini meliputi jenis-jenis anggur yang beragam. Ayat ini menunjukkan bahwa penamaan anggur dengan karaman bukan pemberian Pencipta, tetapi merupakan penamaan dari orang-orang jahiliyyah. Seakan-akan mereka hendak menegaskan bahwa karaman ini derivasi dari karama, karena  kham`r yang terbuat dari anggur dapat mendorong manusia menjadi pemurah dan dermawan.
Maka Nabi saw. melarang  menyebut anggur  dengan nama yang diberikan orang-orang jahiliyyah dan menyuruh mereka menyebutnya sesuai dengan pemberian Pencipta. Beliau bersabda, "Janganlah menamai anggur dengan al-karam tetapi namailah dengan al-'inab dan al-hablat, karena al-karam itu berarti hati orang mukmin" (HR. Bukhari dan Muslim).
Yakni sesungguhnya kedermawanan dan kemurahan yang mereka sangka tiada lain bersumber dari hati orang mukmin, bukan karena kham`r sebab kebanyakan tingkah laku pemabuk mengalahkan akalnya. Maka pemberian itu bukan sebagai kemurahan dan bukan pula sebagai kedermawanan. Sebab orang yang sedang mabuk seperti anak kecil yang tidak memahami makna kedermawanan, bahkan dia menggunakan hartanya secara berlebih-lebihan dan boros.  Jenis buah-buahan  ini dirinci penyebutannya  secara khusus adalah guna memberitahukan keutamaan dan kemuliaanya. Kemudian  disebutkan secara umum.  Allah Ta'ala  berfirman,
Wa min kullits-tsamarati (dan dari semua buah-buahan), yakni dari setiap buah-buahan dengan  aneka jenisnya.
Inna fi zalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penurunan air dan penumbuhan  apa yang telah dijelaskan ...
La-aayatan (ada tanda kekuasaan) yang agung yang menunjukkan keesaan Allah Ta'ala dalam ketuhanan-Nya, karena Dia memiliki kesempurnaan ilmu, kekuasaan, dan hikmah.
Liqaumin yatafakkaruuna (bagi kaum yang berpikir). Biji dan benih yang berada dalam tanah, lalu kelembaban meresap dan sampai kepadanya, sehingga terbelahlah bagian bawah biji itu, maka keluar  akar-akar yang merambat ke dalam tanah. Bagian atas biji pun terbelah dan keluar darinya tunas lalu tumbuh menjadi batang  dan keluar darinya dedaunan, bunga,  biji, dan buah-buahan dengan bentuk yang berbeda-beda, baik rupa, warna, daun, maupun sifatnya. Benih yang berasal dari buah itu dapat menghasilkan biji yang sama dalam bentuk yang berbeda-beda hingga jumlah yang tidak terbatas Bibit asalnya itu  memiliki hubungan sifat   yang sama degan  anak-anaknya, bahkan berhubungan dengan semua tumbuhan yang sejenis.
Jika hal tersebut direnungkan, niscaya diketahui bahwa semua perbuatan dan kehendak-Nya ini tidak mungkin dapat diserupakan dengan sesuatu pun dengan aneka sifat kesempurnaan-Nya, apalagi disekutukan dengan seseorang dalam sifat- ketuhanan dan penyembahan. Dia Maha Tinggi dari hal itu setinggi-tingginya dan sebesar-besarnya.

Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan untukmu dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memahami. (QS. An-Nahl 16:12).
Wa sakhkhara lakum (dan Dia menundukkan untukmu), yakni untuk kehidupan dan rizkimu, serta untuk menebalkan buah dan mematangkannya.
Al-laila wan nahaara (malam dan siang). Kedua waktu yang silih itu datang silih berganti  sebagaimana firman-Nya, Dan Dia yang telah menjadikan malam dan siang silih berganti.
Wasysyamsa wal qamara (matahari dan bulan), yakni dalam hal  perjalanannya, sinarnya, dan penataannya karena siang dan malam itu  tergantung pada penataan Allah atas matahari dan bulan. Semua itu untuk berbagai kemaslahatan dan keuntunganmu.
Wan nujuuma musakhkharaatun bi`amrihi (dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya). Semua bintang, baik gerakan-gerakannya maupun berbagai posisinya, adalah ditaklukan dan ditundukkan kepada Allah. Dia menciptakannya dan mengaturnya sebagaimana yang dikehendaki-Nya.
Inna fi zaalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penundukan yang berhubungan dengan yang telah disebutkan di atas, baik secara global maupun terperinci …
Laa-ayatin (ada tanda-tanda kekuasaan)  yang cemerlang dan berlimpah.
Li qaumin ya'qiluuna (bagi kaum yang memahami), bagi kaum yang menggunakan akaknya  untuk melihat, mengambil petunjuk, dan mengambil ibrah. Tatkala jejak-jejak benda-benda angkasa ini banyak dan bukti-bukti yang dikandungnya berupa keagungan kekuasaan, ilmu, dan hikmah itu lebih menunjukkan keesaan Allah dibanding  tanda-tanda kekuasaan-Nya yang lain,  maka tanda-tanda itu cukup dikatkan dengan  akal, tanpa membutuhkan perenungan dan pemikiran.

Dan Dia menundukkan pula apa yang Dia ciptakan untukmu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl 16:13).
Wa maa zara’a lakum fil ardhi (dan apa yang Dia ciptakan untukmu di bumi) berupa sebagian hewan dan  tumbuhan yang keadaannya …
Mukhtalifan alwaanuhu (berlain-lainan macamnya), yakni jenis-jenisnya,  perbedaannya biasanya terjadi disebabkan perbedaan warna, ditundukkan Allah Ta'ala agar kamu menikmati hal itu  dengan cara  apa pun yang kamu kehendaki. Ada pula yang menafsirkan  mukhtalifaan alwaanuhu dengan  keadaannya beragam, yaitu hijau, putih, hitam, dan selainnya.
Inna fi zaalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penundukan yang telah disebutkan dan yang sejenisnya.
La-aayatan (ada tanda kekuasaan) yang menunjukkan bahwa Zat Yang urusan-Nya seperti itu adalah Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
Liqaumin yadzdzakkaruuna (bagi kaum yang mengambil pelajaran), karena yang demikian itu hanya membutuhkan pemahaman kembali ilmu dlaruri  yang barangkali telah terlupakan.

Dan Dia-lah yang menundukkan lautan bagimu agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai. Dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari keuntungan dari karunia-Nya, serta supaya kamu bersyukur. (QS. An-Nahl 16:14)
Wa huwal ladzii sakhkharal bahra (dan Dia-lah yang menundukkan lautan bagimu). Al-bahr berarti air yang banyak atau air asin saja. Jamaknya abhar. Ada pula yang menafsirkannya dengan: Dia menundukkan lautan yang tawar dan yang asin, sehingga kamu apat memanfaatkannya untuk berlayar, menyelam, dan menangkap ikan.
Lita`kuluu minhu (agar kamu makan darinya),  dari air tawar dan asin itu.
Lahman thariyyan (daging yang segar). Thariyyan berasal dari ath-tharaawat, lalu dibuang hamzah-nya. Yang dimaksud adalah ikan. Ikan diungkapkan dengan daging untuk memberitahukan bahwa ia tidak perlu disembelih seperti halnya  binatang lain. Penggalan ini menjelaskan kesempurnaan kekuasaan-Nya, sehingga Dia menciptakan ikan itu tawar dan segar di dalam air yang sangat asin, sehingga tidak dapat diminum.
Sekaitan dengan penyebutan ikan dengan daging, Malik dan Ats-Tsauri berpendapat  bahwa barangsiapa yang bersumpah tidak akan memakan daging, maka dia dikategorikan melanggar sumpah, jika dia  memakan daging. Pendapat ini dapat ditanggapi bahwa  landasan sumpah adalah kebiasaan, dan tidak diragukan lagi bahwa konsep  ikan tidak dapat dipahami dari pemakaian kata daging. Tidakkah Anda perhatikan bahwa Allah Ta'ala menyebut orang kafir dengan binatang melata, ketika berfirman, Sesungguhnya seburuk-buruknya binatang melata di sisi Allah adalah orang-orang kafir. Namun, orang yang bersumpah  tidak akan menunggangi  binatang melata, tidak dikatakan melanggar sumpah jika dia menaiki orang kafir.
Dalam Hayatul Hayawan dikatakan: Pendapat yang difatwakan ialah bahwa seluruh binatang laut itu halal kecuali kepiting, kodok, dan buaya,  baik binatang itu seperti  anjing atau babi maupun tidak.
Wa tastakhrijuu minhu (dan kamu mengeluarkan darinya), dari air yang asin itu.
Hilyatan (perhiasan). ­Al-hilyat berarti perhiasan yang terbuat dari emas atau perak. Yang dimaksud dengan al-hilyah dalam ayat ini adalah mutiara dan batu merah yang disebut marjan.
Talbasuunahaa (yang kamu pakai), yang dipakai sebagai perhiasan oleh istri-istrimu.
Wa taral fulka (dan kamu melihat bahtera), yakni seandainya kamu ada, hai yang diajak berbicara, niscaya kamu melihat kapal-kapal.
Mawaakhira fihi (berlayar padanya), yakni kapal berlayar di laut, datang dan pergi. Mawaakhir berasal dari makhara yang berarti  terbelahnya air.
Wa litabtaghuu min fadhlihi (dan agar kamu mencari karunia-Nya),  agar kamu mencari  rizki-Nya yang melimpah dengan berlayar untuk berdagang.
Wa la'allakum tasykuruuna (dan agar kamu bersyukur), yakni kamu mengetahui aneka hak nikmat-Nya yang besar itu, lalu kamu  mensyukurinya dengan ketaatan dan ketauhidan.

Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, dan sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl 16:15).
Wa alqaa (dan Dia menancapkan), yakni Allah Ta'ala dengan kekuasan-Nya yang kuat menancapkan ...
Fil ardhi (di bumi). Al-ardh adalah benda yang bentuknya bulat dan berada  di tengah-tengah alam semesta.
Rawaasiya (gunung-gunung), yakni gunung-gunung yang kokoh. Gunung-gunung itu bagaikan pasir yang digenggam oleh seseorang lalu ditebarkannya ke tanah. Penggalan ini menggambarkan kebesaran-Nya dan mengilustrasikan  kekuasaan-Nya, dan bahwa semua yang sulit adalah mudah bagi-Nya. Makna ayat: Dia menjadikan di bumi itu gunung-gunung dengan cara Dia berfirman kepadanya, "Jadilah!” Maka terciptalah gunung. Bumi pun tercipta sedang ia telah dikokohkan dengan gunung-gunung, padahal sebelumnya bumi itu berguncang dan tidak stabil.
An tamiida bikum (agar tidak terguncang bersamamu). Al-maidu berarti bergerak dan condong. Makna ayat: karena tidak suka  jika bumi  mengguncangkan dan memiringkan kamu. Bumi tanpa gunung seperti daging tanpa tulang. Sebagaimana keadaan hewan dan jasadnya menjadi stabil dengan tulang, maka demikian pula bumi menjadi tegak dengan  gunung-gunung.
Wa anhaaraan (dan sungai-sungai), yakni Dia menjadikan sungai-sungai di bumi.
Wa subulan (dan jalan-jalan), yakni jalan-jalan yang berbeda. Subul jamak dari sabiil yang berarti jalan.
La'allakum tahtaduuna (agar kamu mendapat petunjuk), yakni agar melalui jalan itu kamu mendapat petunjuk  ke berbagai tempat tujuan dan ke tempat tinggalmu. Sebagian ulama berkata, "Ambillah jalan walaupun jalan itu berputar,  tinggallah di kota walaupun  kota itu zalim, dan nikahilah gadis walaupun dia buruk".

Dan Dia ciptakan tanda-tanda. Dan dengan bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl 16:15).
Wa 'alaamaatin (dan tanda-tanda). Dia menjadikan di bumi itu tanda-tanda yang menjadi sarana penunjuk jalan di siang hari berupa gunung, tanah datar, sungai, pohon-pohon, dan angin.
Wa binnajmi hum yahtaduuna (dan dengan bintang itulah mereka mendapat petunjuk) pada malam hari, baik di  daratan maupun di lautan, karena tidak ada tanda selain itu. Yang dimaksud dengan an-najm adalah jenis bintang, atau ia adalah bintang kartika, bintang ursa, atau bintang capricornus. Hal itu karena ia menjadi sarana untuk mengetahui berbagai arah di malam hari, sebab bintang-bintang itu mengitari kutub utara dan tidak pernah terbenam.

Maka apakah yang menciptakan itu sama dengan yang tidak menciptakan? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl 16:17).
Afaman yakhluqu (maka apakah yang menciptakan) berbagai ciptaan yang agung ini, yakni Allah Ta'ala.
Kaman laa yakhluqu (sama dengan yang tidak menciptakan), yakni seperti yang tidak mampu menciptakan apa pun, seperti berhala-berhala. Hamzah berfungsi menyatakan  ingkar. Maksudnya,  apakah setelah  bukti-bukti ketauhidan itu demikian jelas, masihkah terbayang adanya keserupaan dan penyekutuan?
Afalaa tazakaruuna (apakah kamu tidak mengambil pelajaran). Apakah kamu tidak memperhatikan? Apakah kamu tidak mencermati hal itu, sehingga kamu, hai penduduk Mekkah, mengetahui kebatilan keyakinanmu?

Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.An-Nahl 16:18)
Wa in ta'udduu ni'matallahi (dan jika kamu menghitung nikmat Allah) yang dilimpahkan  kepadamu  yang tidak dapat dirinci itu ...
Laa tuhshuuhaa (kamu tidak dapat menentukan jumlahnya), yakni kamu tidak akan mampu menghitungnya dan menentukan jumlahnya walaupun secara global, apalagi mampu mensyukurinya.
Innallaha ghafurun (sesungguhnya Allah Maha Pengampun), yakni Maha menutupi. Dia memaafkan keteledoranmu dalam  mensyukuri nikmat-Nya.
Rahiimun (Yang Maha Penyayang), yakni Yang Maha Besar kasih sayang dan nikmat-Nya, yang tidak terputus darimu, padahal nikmat itu layak untuk diputuskan dan ditahan darimu karena kemaksiatan yang kamu lakukan.

Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan. (QS. An-Nahl 16:19).
Wallahu ya'lamu ma tusirruuna (dan Allah mengetahui apa yang kamu sembunyikan) berupa aneka  keyakinan dan perbuatan yang kamu sembunyikan.
Wa maa tu'linuuna (dan apa yang kamu tampakkan) berupa  berbagai keyakinan dan perbuatan yang kamu tampakkan. Sama saja bagi ilmu-Nya yang meliputi itu apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan. Maka sepantasnya Dia ditakuti, diwaspadai, dan tidak ditentang apa pun yang bertentangan dengan  keridhaan-Nya.

Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu dibuat orang. (QS. An-Nahl 16:20).
Walladziina yad'uuna (dan berhala-berhala yang mereka sembah), yakni tuhan-tuhan yang disembah orang-orang kafir. Ad-du'a bermakna menyembah. Dalam Al-Qur`an makna yang demikian itu banyak.
Min duunillaahi (selain Allah), yakni dengan meninggalkan Allah, karena makna duuna adalah tempat yang terdekat dari sesuatu, lalu duuna digunakan  pada setiap perkara yang melampaui batas untuk berpindah ke  batas lain dan menyalahi suatu hukum untuk berpindah ke hukum lain.
 Laa yakhluquuna syai`an (mereka tidak menciptakan sesuatu pun) sama sekali. Artinya, menciptakan itu bukanlah tabi’at berhala-berhala, sebab mereka lemah.
Wa hum yukhlaquuna (sedangkan mereka itu diciptakan), yakni tabiat mereka dan tuntutan  zatnya adalah sebagai  yang diciptakan.

Berhala-berhala itu benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan. (QS. An-Nahl 16:21).
Amwaatun (benda mati), yakni sebagai benda mati yang tidak memiliki kehidupan.
Ghairu ahyaa-in (tidak hidup), yakni tidak dapat menerima kehidupan seperti halnya air mani dan telur. Berhala-berhala benar-benar sebagai benda mati.
Wa maa yasy'uruuna ayyaana yub'atsuuna (dan mereka tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya dibangkitkan). Makna ayat: tuhan-tuhan itu tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya dibangkitkan dari kuburan.

Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, hati mereka mengingkari, sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl 16:22).
Ilaahukum ilaahun waahidun (Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa) Yang  tidak berserikat dengan sesuatu pun.
Fallaziina laa yu`minuuna bilakhirati (maka orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat) dan berbagai keadaannya seperti  kebangkitan, pembalasan, dan selainnya. Iman secara lughawi adalah membenarkan dengan hati. Dan secara syar'i adalah meyakini dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan.
Quluubuhum munkiratun (hati mereka mengingkari) keesaan. Kalbu mereka bersifat ingkar, bukan bersifat makrifat.
Wa hum mustakbiruuna (sedangkan mereka adalah orang-orang yang sombong). Mereka adalah kaum yang senantiasa sombong, tidak mengakui keesaan dan kemuliaan-Nya, dan tidak menerima kebenaran sebagaimana biasanya. Juga pengingkaran merupakan watak mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka tampakkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl 16:23).
Laa jarama (tidak diragukan lagi) dan pasti.
Annallaaha ya'lamu maa yusirruuna (sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan) berupa pengingkaran hati mereka.
Wa maa yu'linuuna (dan apa yang mereka tampakkan) berupa kesombongan mereka. Laa jarama berfungsi untuk menegaskan dan menguatkan, yang fungsinya sama dengan kata haqqan (pasti benar).
Innahu (sesungguhnya Dia), yakni Allah Ta'ala.
Laa yuhibbul mustakbiriina (tidak menyukai orang-orang yang sombong) dari ketauhidan. Yang dimaksud al-mustakbirin ialah jenis orang-orang yang sombong mana saja,  baik orang-orang yang musyrik ataupun yang beriman. Istikbar berarti melebihkan diri dengan melampaui kadarnya dan menentang kebenaran. Alangkah indahnya ucapan seorang penyair,
Dan janganlah berjalan di muka bumi kecuali dengan tawadhu'
betapa banyak di bawahnya kaum yang lebih tinggi daripada kamu
Jika kamu memang gagah, terlindung, dan mulia
betapa banyak orang  mati yang lebih kebal daripada kamu
Karena itu, hendaklah kamu tawadhu dan tidak sombong kepada seorang pun. Sesungguhnya tawadhu merupakan salah satu pintu surga, sedangkan kesombongan merupakan salah satu pintu neraka. Yang mesti dilakukan adalah membukakan pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu? Mereka menjawab, "Dongeng-dongeng orang-orang dahulu". (QS. An-Nahl 16:24).
Wa izaa qiila lahum (dan apabila dikatakan kepada mereka). Kaum Quraisy berkumpul dan berkata, "Sesungguhnya Muhammad adalah orang yang manis ucapannya. Jika berbicara kepada seseorang, maka dia akan memikat hatinya. Pilihlah orang-orang  yang mulia di antaramu. Lalu utuslah mereka ke jalan-jalan Mekkah. Jika ada orang yang ingin menemui Muhammad, maka palingkanlah mereka darinya.”
Maka berangkatlah orang-orang Quraisy terpandang ke jalan-jalan. Jika ada suatu utusan dari suatu kaum datang guna mengetahui  apa yang diucapkan Muhammad, maka mereka menghampiri utusan itu  seraya berkata kepadanya, "Dia adalah laki-laki pendusta. Tidak ada yang mengikutinya kecuali orang-orang yang bodoh dan hamba sahaya, serta orang yang tidak baik. Adapun para pemuka  kaumnya dan orang-orang pilihan  meninggalkannya.” Maka orang Quraisy berhasil mengembalikan utusan itu.
Dan jika utusan itu termasuk orang yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dia berkata, "Seburuk-buruknya utusan suatu kaum adalah aku karena setelah  aku melakukan  perjalanan sehari, kemudian aku pulang sebelum bertemu dengan orang ini dan sebelum  aku menyimak apa yang diucapkannya.” Kemudian orang itu   masuk ke Mekkah sehingga bertemu dengan Kaum Mukminin. Dia bertanya kepada mereka tentang apa yang diucapkan kaum Quraisy kepada mereka. Maka, Kaum Mu`minin menjawab, "Kebaikan." Itulah yang dimaksud firman Allah Ta'ala, Dan apabila dikatakan kepada mereka, yakni apabila dikatakan kepada  kaum musyrikin yang sombong ...
Ma zaa anzaala rabbukum (apa yang diturunkan Tuhanmu), yakni perkara  apakah yang diturunkan Tuhanmu kepada Muhammad?
Qaaluu asaathiirul awwaliina (mereka berkata, "Dongeng-dongeng orang-orang dahulu"). Mereka berpaling dan tidak menjawab. Mereka malah berkata, "Ini adalah asaatiirul awwaliina, yakni dongeng-dongeng umat-umat terdahulu dan  kebatilan mereka, bukan  sesuatu   yang diturunkan dari Allah.

Ucapan mereka menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa orang-orang yang mereka sesatkan, yang tidak mengetahui sedikit pun. Ingatlah, amat buruk dosa yang mereka pikul itu. (QS. An-Nahl 16:25).
Liyahmiluu auzaarahum (agar mereka memikul dosa-dosa mereka). Mereka mengatakan apa yang telah mereka katakan supaya memikul dosa-dosa mereka sendiri, yaitu dosa kesesatan mereka. Al-auzar jamak dari wizr yang berarti beban dan muatan  yang berat.
Kaamilatun (sepenuhnya), sehingga  tidak ada kesalahannya yang dihapuskan  karena musibah yang menimpa mereka di dunia, sebagaimana dihapuskannya dosa-dosa kaum mukminin, karena dosa-dosa mereka dihapuskan, misalnya dosa yang terjadi antara  shalat yang satu hingga shalat berikatnya, doa yang terjadi antara  Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya, dan dari haji yang satu ke haji yang lain. Dosa-dosa itu dihapuskan dari orang Mu`min karena aneka kesulitan dan musibah yang dialaminya, yakni perkara yang  tidak disukai seperti aneka kepedihan, penyakit, kekurangan pangan, bahkan termasuk tusukan duri dan terantuknya kaki.
Yaumal qiyaamati (pada hari kiamat). Penggalan ini merupakan  zharaf bagi liyahmiluu.
Wa min auzaaril laziina yudhilluunahum (dan sebagian dosa-dosa orang yang disesatkan mereka), yakni sebagian dosa orang yang sesat karena disesatkan oleh mereka. Ia adalah dosa menyesatkan dan penyebab kesesatan, karena keduanya sama saja, yaitu yang satu menyesatkannya dan yang lain menaatinya, sehingga keduanya sama-sama memikul dosa. Dalam sebuah hadits disebutkan,
Barangsiapa yang memciptakan tradisi buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang melakukan tradisi itu hingga hari kiamat (HR. Muslim, Tirmizi, dan An-Nasa`i).
Bighairi 'ilmin (tanpa mengetahui). Mereka menyesatkan orang-orang yang tidak mengetahui bahwa apa yang mereka serukan adalah kesesatan dan tidak mengetahui  siksa yang keras yang layak mereka terima sebagai imbalan atas  penyesatannya.
Alaa saa-a ma yaziruuna (ingatlah, alangkah buruk dosa yang mereka pikul). Saa-a berarti seburuk-buruknya. Ketahuilah bahwa seseorang tidak memikul dosa orang lain, karena setiap diri hanya menanggung dosa yang dilakukannya, bukan dosa yang dilakukan orang lain. Karena hal itu bukan tuntutan hikmah ilahi. Adapun memikul dosa penyesatan berarti memikul dosa dirinya sendiri, karena penyesatan terkait dengan dirinya, bukan dengan orang  lain.

Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya. Lalu atap rumah itu jatuh menimpa mereka dari atas. Dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. (QS. An-Nahl 16:26).
Qad makaral laziina min qablihim (sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar). Al-mukru berarti tipuan. Makna ayat:  penduduk Mekkah telah berbuat makar sebagaimana orang-orang sebelum mereka membuat makar. Makar menjadi penyebab kebinasaan mereka, bukan  bagi kebinasaan orang lain karena barangsiapa yang menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.
Fa-atallaahu bunyaanahum minal qawaa'idi (lalu Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya). Al-qawaa'id jamak dari al-qaa'idat. Qawaa'idul bait berarti fondasi atau pilar rumah. Allah bermaksud menghancurkan rumah mereka melalui  fondasinya dan dasarnya.
Fakharra (lalu jatuhlah), yakni  menimpa ...
'Alaihimus sakfu (atap kepada mereka). Atap rumah menimpa mereka.
Min fauquhim (dari atas mereka). Dikatakan dari atas  karena rumah tidak lagi tergambar setelah hancurnya pondasi. Pemakaian kata fauqihim dan 'alaihim adalah untuk memberitahukan bahwa mereka ada di bawah bangunan, sebab  orang Arab tidak mengatakan saqatha 'alainal baitu (rumah jatuh menimpa kami),  sedangkan mereka tidak berada di bawahnya.
Wa ataahumul azaabu (dan datanglah azab itu kepada mereka), yakni azab berupa pembinasaan dengan angin.
Min haitsu laa yasy'uruuna (dari arah yang tidak mereka sangka) kedatangannya, bahkan mereka mengharapkan kedatangan hal yang sebaliknya  yang mereka inginkan dan mereka sukai. Makna ayat: Sesungguhnya orang-orang yang melakukan makar itu, yang mengatakan  Al-Qur`an yang mulia sebagai dongeng-dongeng orang-orang terdahulu,  mereka akan ditimpa siksa di dunia seperti yang ditimpakkan kepada orang terdahulu tanpa mereka duga.

Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman, "Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu, yang kamu selalu memusuhi mereka? Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu, "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan kepada orang-orang kafir" (QS. An-Nahl 16:27).
Tsumma yaumal qiyaamati (lalu pada hari kiamat). Siksa ini merupakan balasan bagi mereka di dunia dan di  akhirat.
Yukhziihim (Dia menghinakan mereka). Orang-orang yang membuat kebohongan dan makar akan dihinakan di hadapan para saksi utama.
Wayaquulu (dan Dia berfirman) kepada mereka dengan nada menelanjangi dan mencela.
Aina syurakaa-iya (di manakah sekutu-sekutu-Ku) seperti yang kamu katakan?
Allaziina kuntum tusyaaqquuna (yang kamu selalu memusuhi) para nabi dan orang-orang beriman.
Fiihim (tentang mereka), yakni tentang persoalan mereka karena mereka adalah yang paling berhak disebut sekutu tatkala para nabi menjelaskan kebatilannya kepada mereka. Tujuan pertanyaan ini adalah menghadirkan sekutu guna dimintai pertolongan atau pembelaan dengan nada mengolok-olok dan mencemooh.
Qaalal laziina `uutul 'ilma (berkatalah orang-orang yang diberi ilmu) seperti   para nabi dan kaum Mukminin yang diberi ilmu melalui aneka bukti ketauhidan yang berada pada tempat dialog. Makna ayat: Para nabi  berkata dengan nada mengejek kepada mereka dan memperlihatkan kegembiraan atas kesusahan mereka.
Innal khizyal yauma (sesungguhnya kehinaan pada hari ini), yakni penelanjangan, kehinaan dan kerendahan.
Was-suu`a (dan azab). As-su` berarti siksa.
'Alal kaafiriina (ditimpakan kepada orang-orang yang kafir) kepada Allah Ta'ala,  ayat-ayat-Nya, dan para rasul-Nya.

Yaitu orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah, sambil berkata, "Kami sekali-kali tidak mengerjakan satu kejahatan pun" Malaikat menjawab, "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. An-Nahl 16:28)
Allaziina yatawaffahumul malaaikatu (orang-orang yang dimatikan oleh malaikat).  Penggalan ini menyifati  orang-orang kafir. Makna ayat: Siksa ditimpakan kepada kaum kafir yang terus menerus dalam kekafiran hingga malaikat maut dan para pembantunya mencabut nyawa orang kafir.
Zhaalimii anfusihim (menzalimi diri mereka sendiri). Orang kafir itu terus menerus dalam kekafiran dan kesombongan.
Fa-alqawus salama (lalu mereka menyerahkan diri). As-salama diberi harakat yang berarti al-Istislam. Makna ayat:  Mereka menyerahkan diri dan takluk di akhirat  pada saat mereka melihat azab dengan nyata. Mereka juga tidak lagi membangkang lagi dan melepaskan ketakaburan, kesombongan, dan  caci maki seperti yang pernah mereka lakukan ketika dunia, seraya berkata,
Maa kunna na'malu (kami sekali-kali tidak mengerjakan) ketika dunia ...
Min suu-in (suatu kejahatan pun) seperti syirik. Mereka berkata demikian sambil menginkari secara sengaja bahwa syirik bersumber dari dirinya dan guna menyelamatkan dirinya dari azab.
Balaa (ada), yakni  justru kamu telah melakukan perbuatan itu.
Innallaaha 'aliimun bimaa kuntum ta'lamuuna (sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu perbuat). Maka Dia akan membalasmu karena perbuatan itu, dan hari ini adalah saat pembalasan itu. Karena itu, pengingkaran  dan pendustaanmu itu tidak bermanfaat.

Maka masuklah ke pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal di dalamnya. Amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl 16:29).
Fadkhuluu abwaaba jahannama (maka masuklah ke pintu-pintu neraka jahanam). Setiap kelompok memiliki pintu yang disediakan baginya.
Khaalidiina fiihaa (kamu kekal di dalamnya), yakni tinggal di dalam neraka jahanam selamanya.
Falabi`sa matswal mutakabbiriina (maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri). Al-matswa berarti tempat tinggal dan tempat hunian. Pada penggalan ini,   apa yang dicela secara khusus, yaitu jahanam, dilesapkan.
Syaikh Ali As-Samarqandi mengatakan dalam tafsirnya yang berjudul Bahrul 'Uyuun: Kesombongan itu ada tiga. Pertama, sombong kepada Allah. Ia adalah jenis kesombongan yang paling keji dan paling buruk yang bersumber dari kebodohan murni. Kedua, sombong kepada para rasul, yaitu mengagung-agungkan dan meninggikan diri sehingga  enggan mematuhi manusia yang seperti  manusia lainya. Kesombongan ini seperti sombong kepada Allah Ta'ala sehingga pelakunya layak diberi azab yang abadi. Ketiga, sombong kepada hamba, yaitu  memandang dirinya besar dan merendahkan orang lain. Dia enggan patuh kepada mereka, lalu melecehkan dan memandang rendah mereka, dan menolak disamakan dengan mereka. Kesombongan ini juga buruk dan pelakunya adalah orang yang sangat bodoh.

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa, "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab, "Kebaikan" Orang-orang  yang berbuat baik di dunia ini mendapat balasan yang baik. Dan sesungguhnya negeri akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl 16:30).
Wa qiila (dan dikatakan) melalui para utusan.
Lillaziinat taqauu (kepada orang-orang yang bertakwa), yakni orang-orang beriman dengan ikhlas.
Maa dzaa (apa yang), yakni apakah gerangan?
Anzala rabbukum (yang diturunkan Tuhanmu) kepada Muhammad.
Qaaluu (mereka menjawab) dengan jawaban, "Dia telah menurunkan…"
Khairaan (kebaikan). Penyesuaian jawaban dengan pertanyaan ini menunjukkan bahwa penurunan itu benar-benar terjadi dan bahwa beliau adalah nabi yang hak.
Lillaziina ahsanuu (kepada orang-orang yang berbuat baik), yakni orang-orang yang membaguskan  aneka amal mereka dan  berkata, "Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah", karena itulah perkataan yang paling baik. Penggalan ini merupakan awal kalimat yang disajikan untuk memuji orang-orang yang bertakwa.
Fii haziihi (di sini), yakni di negeri ini.
Ad-dunya hasanatun (kebaikan di dunia), yakni pahala kebaikan yang dibalas di dunia karena kebaikan mereka, atau sebagai pahala bagi mereka di dunia.
Wa ladaarul akhirati khairun (dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik) daripada pahala yang diberikan kepada mereka di dunia, karena akhirat  itu bagaikan permata, sedangkan dunia bagaikan pecahan batu bata. Nilai permata lebih tinggi daripada nilai pecahan batu bata, bahkan  tidak sama sedikit pun antara keduanya.
Wa lani'ma daarul muttaqiina (dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa). Hasan berkata: Negeri orang-orang bertakwa adalah dunia, karena di sana mereka mempersiapkan bekal untuk akhirat.

Surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai. Di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl 16:31)
Jannatu 'adnin (surga 'Adn). Yakni bagi mereka kebun-kebun.
Yadkhuluunahaa (mereka memasukinya), sedang keadaan kebun-kebun itu…
Tajrii min tahtihal anhaarun (sungai-sungai mengalir di bawahnya), yakni dari bawah tempat tinggal mereka  mengalir  empat sungai.
Lahum fiihaa (bagi mereka di dalamnya), yakni di surga itu.
Ma yasyaa`uuna (apa yang mereka kehendaki) dan aneka kesenangan yang mereka inginkan.
Kadzaalika (demikianlah), yakni seperti balasan yang sepadan itulah...
Yajzillahul muttaqiina (Allah membalas orang-orang yang bertakwa). Allah membalas semua orang yang menjauhi perbuatan syirik dan aneka maksiat.

Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik dengan mengatakan kepada mereka, "Keselamatan bagimu, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan" (QS. An-Nahl 16:32).
Alladziina yatawaffahumul malaikatu (orang-orang yang diwafatkan malaikat). Malaikat maut dan para pembantunya mencabut nyawa orang kafir, sedang mereka dalam keadaan …
Thayyibiina (baik) dan suci dari kotoran kezaliman.
Yaquuluuna (mereka berkata), yakni mereka sambil  berkata dengan nada mengagungkan dan memberikan kabar gembira.
Salaamun 'alaikum (keselamatan bagimu), yakni setelah ini  anek persoalan yang tidak disenangi tidak lagi menakutkanmu. Al-Qurthubi berkata, "Jika jiwa seorang mukmin dipanggil, maka datanglah malaikat maut seraya berkata, "Keselamatan bagimu, wahai wali Allah. Allah menyampaikan salam kepadamu". Malaikat  maut membawa kabar gembira dengan surga.
`Udkhulul jannata (masuklah ke dalam surga), yakni ke dalam surga 'Adn, karena ia disediakan bagimu. Kuburan merupakan salah satu taman surga dan  pendahuluan  bagi kenikmatannya. Barangsiapa yang memasuki kuburan dengan keadaan dan perbuatan yang baik, maka seolah-olah dia telah memasuki surga dan mendapati aneka kenikmatan yang abadi.
Bimaa kuntum ta'maluuna (disebabkan apa yang telah kamu lakukan) seperti keteguhanmu dalam ketakwaan, ketaatan, dan pengamalan.

Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu. Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelum mereka. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendirii. (QS. An-Nahl 16:33).
Hal yanzhuruuna illa an ta`tiyahumul malaikatu  (tidak ada yang ditunggu-tunggu selain dari datangnya para malaikat kepada mereka), yakni kedatangan malaikat maut dan para pembantunya untuk mencabut nyawa mereka.
`Au ya`tiya amru rabbika (atau datangnya perintah Tuhanmu), yakni siksa di dunia dan siksa ini telah terjadi pada saat perang Badar.
Kadzaalika (demikianlah) apa yang diperbuat mereka seperti syirik, kezaliman, pendustaan, dan ejekan.
Fa'alal laziina (yang telah diperbuat oleh orang-orang) terdahulu.
Min qablihim (sebelum mereka), yakni  oleh umat sebelumnya.
Wa maa dzalamahumullahu (dan Allah tidak menzalimi mereka) dengan menimpakkan siksa  kepada mereka.
Wa lakin kanuu anfusahum yadzlimuuna (tetapi mereka menganiaya diri mereka) dengan melakukan  kekafiran dan aneka kemaksiatan.

Maka mereka ditimpa oleh akibat kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu mereka perolok-olokan. (QS. An-Nahl 16:34).
Fa-ashaabahum sayyiatu maa 'amiluu (maka mereka ditimpa oleh kejahatan perbuatan mereka), yakni  karena  perbuatan mereka yang buruk.
Wa haaqa bihim (dan mereka diliputi), yakni mereka dikepung dan ditimpakan kepada mereka.
Maa kaanuu bihi yastahziuuna (apa yang selalu mereka perolok-olokan), yaitu  siksa yang diancamkan.

Dan berkatalah orang-orang musyrik, "Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa izin-Nya”. Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka. Maka, tidak ada kewajiban atas para rasul, selain menyampaikan amanat Allah dengan terang. (QS. An-Nahl 16:35).
Wa qaalal laziina asyrakuu (dan berkatalah orang-orang musyrik)  penduduk Mekkah.
Lau syaa-`allahu (seandainya Allah menghendaki) untuk meniadakan peribadatan kami kepada Tuhan selain-Nya …
Maa 'abadnaa min duunihi min syai-in nahnu wa laa abaa-una (niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami), yaitu orang-orang yang kami jadikan teladan dalam agama kami.
Wa laa harramnaa min duunihi min syai-in (dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa izin-Nya) seperti mengharamkan unta bahirah, sa`ibah, washilah, dan ham. 
Kadzaalika (demikianlah), yakni seperti perbuatan yang keji itulah...
Fa'alal ladziina min qablihim (yang diperbuat orang-orang sebelum mereka), yakni umat yang menyekutukan Allah dan membangkang kepada para rasul-Nya.
Fa hal 'alarrusuli illal balaaghul mubiinu (tugas para rasul hanyalah menyampaikan keterangan yang nyata). Tugas mereka hanyalah menyampaikan risalah dengan jelas, bukan memaksa mereka untuk menerima kebenaran.

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat, "Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thagut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antara orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan. (QS. An-Nahl 16:36).
Wa laqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan (dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang rasul) yang khusus diutus kepada mereka, sebagaimana Kami mengutusmu.
Ani'budullaaha (sembahlah Allah). Kami berkata kepada mereka melalui lisan rasul, "Sembahlah Allah semata!"
Wajtanibuth thaaghuuta (dan jauhilah thaghut). Thaaghuut berarti setan dan semua yang menyeru kepada kesesatan. Thaaghuut  berwazan fa'aaluut. Ia berasal dari kata ath-thugyan, seperti al-jabaarut yang berasal dari al-jabr dan al-mulk yang berasal dari al-malaakuut.
Faminhum (maka di antara mereka), yakni di antara umat-umat itu ...
Man hadallahu (ada yang diberi petunjuk oleh Allah). Dia menciptakan manusia  untuk memberi petunjuk kepada kebenaran dengan menyembah-Nya dan menjauhi thaghut.
Wa minhum man haqqat 'alaihidh dhalaalatu (dan di antara mereka ada yang telah pasti kesesatannya), yakni kesesatan mereka itu tetap dan kokoh hingga meninggal, karena sombong dan terus menerus dalam kesesatan.
Fasiiruu (maka berjalanlah kamu), yakni berpergianlah, wahai  kaum Quraisy.
Fil ardhi fandhuruu (di bumi dan perhatikanlah) sekelilingnya.
Kaifa kaana 'aaqibatul mukazzibiina (bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan), seperti orang-orang yang nyata kesesatannya. Barangkali mereka akan mengambil pelajaran dari  tempat tinggal dan negeri mereka yang telah menjadi  bukti kebinasaan dan azab.

Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tidak mmpunyai penolong. (QS. An-Nahl 16:37).
In tahrish (jika kamu mengharapkan), hai Muhammad.
'Ala hudaahum (agar mereka mendapat petunjuk), yakni kamu memohon petunjuk bagi kaum Quraisy dengan sungguh-sungguh.
Fa innallaaha laa yahdii man yudhillu (maka sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang disesatkan-Nya). Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan  petunjuk sebagai paksaan dan tekanan bagi orang-orang yang diciptakan-Nya dalam kesesatan karena keburukan usaha orang itu.
Wa maa lahum min naashiriina (dan mereka tidak mempunyai penolong) yang akan menolong mereka dengan menghilangkan siksaan dari diri mereka.

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati." Tidak demikian, melainkan sebagai suatu janji yan benar dari Allah. Namun kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:38).
Wa aqsamuu billaahi (dan mereka bersumpah dengan nama Allah). Al-qasmu berarti sumpah dengan nama Allah.
Jahda aimaanihim (dengan sumpah yang sungguh-sungguh), yakni mereka berlebih-lebihan dalam bersumpah dan bersunguh-sungguh. Makna ayat: Mereka bersumpah dengan nama Allah secara berlebih sehingga mereka mencapai puncak penguatan dan penegasan sumpah.
Laa yab'atsullaahu man yamuutu (Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati). Penggalan ayat ini merupakan isi dari sumpah  mereka.
Balaa (tidak demikian), yakni sebenarnya Dia akan membangkitkan mereka.
Wa'dan (sebagai sebuah janji), yakni Dia berjanji dengan  tegas untuk membangkitkan mereka.
'Alaihi (dari-Nya). Allah pasti menepati janji-Nya karena Dia mustahil  mengingkari janji.
Haqqan (yang benar), yakni dengan sebenar-benarnya.
Wa laakin aktsaran naasi la ya'lamuuna (tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui) bahwa mereka akan dibangkitkan karena kebodohannya terhadap berbagai urusan Allah Ta'ala seperti terhadap ilmu-Nya, qudrah-Nya, hikmah-Nya dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang lain.

Agar Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang berdusta. (QS. An-Nahl 16:39).
Liyubayyina lahum (agar Allah menjelaskan kepada mereka). Allah akan membangkitkan semua orang yang mati, baik mukmin ataupun kafir guna menjelaskan kepada mereka tentang urusan ...
Allazii yakhtalifuuna (yang mereka perselisihkan) dengan kaum Mukminin.
Fihi (padanya), yakni tentang kebenaran yang menjelaskan kebangkitan, pembalasan, dan semua perkara yang dibawa oleh syariat yang jelas, yang mereka perselisihkan.
Wa liya'lamal laziina kafaruu (dan agar orang-orang kafir itu mengetahui), yakni agar orang yang mengingkari Allah Ta'ala dengan menyekutukan dan mengingkari kebangkitan mengetahui ...
Annahum kaanuu kaaziibiina (bahwa mereka adalah orang-orang yang berdusta) dengan mengatakan bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati dan sebagainya.

Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah, maka jadilah ia". (QS.An-Nahl 16:40)
Innamaa qaulunaa lisyai`in (sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu) apa saja, baik yang mulia  maupun yang hina.
Izaa aradnaahu (jika Kami menghendakinya), yakni saat Kami berkehendak untuk mewujudkannya …
An naquula lahu kun (Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah"). Kun berarti jadilah, karena kata ini merupakan kaana  tam yang berarti kejadian yang sempurna.
Fayakuunu (lalu jadilah ia), yakni  jika Kami mengatakan jadilah, maka jadilah ia. Perkataan ini merupakan metafora yang menunjukkan cepatnya dan mudahnya  merealisasikan apa yang dikehendaki-Nya, serta mengilustrasikan persoalan yang ghaib dengan perkara nyata sebagai  pengaruh kekuasaan-Nya terhadap aneka materi. Itulah perintah dari Zat yang ditaati kepada yang menaati agar dia   melakukan apa yang diperintahkan-Nya, tanpa dapat menolak  dan menangguhkannya.
Fakhrul Islam berpendapat bahwa hakikat ungkapan perintah itulah yang dimaksud (bukan sebagai metafora). Dalam hal ini  Allah tengah menjalankan sunah-Nya dalam mengadakan segala sesuatu dengan mengatakan   kun fa yakun, karena kehendak-Nya tidak dapat dihalangi. Makna ayat: Dia berfirman, "Jadilah", maka  terjadilah ia melalui  kalimat ini.

Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, jika mereka mengetahui. (QS. An-Nahl 16:41).
 Wallaziina haajaruu fillaahi (dan orang-orang yang berhijrah karena Allah), yakni karena urusan dan keridlaan Allah, kebenaran dan keteguhan dalam mentaati-Nya serta lantaran mengharapkan ridla-Nya.
Min ba'di ma zulimuu (setelah mereka dianiaya) penduduk Mekah dan diusir dari kampung-kampung mereka. Lalu mereka berhijrah ke Habsyi kemudian ke Madinah, sehingga mereka berkumpul bersama orang lainnya yang  berhijrah.
Diriwayatkan bahwa tatkala Rasulullah saw. menyaksikan kaum Muslimin disakiti  oleh kaum kafir Quraisy secara terus-menerus, beliau berkata kepada mereka, "Bertebaranlah di bumi, karena  Allah akan mengumpulkanmu." Mereka bertanya, "Kemanakah kami harus pergi?” Beliau menjawab, "Pergilah ke tanah Habsyi, karena di sana ada seorang raja yang agung, yang tidak pernah menzalimi seorang pun. Tanah ini merupakan tanah kebenaran. Tinggallah di sana hingga Allah memberimu jalan keluar dari masalah  yang tengah kamu alami."
Lanubawwiannahum (Kami akan memberikan tempat kepada mereka), yakni Kami akan memberikan tempat tinggal kepada mereka.
Fiddunya hasanatun (yang baik di dunia), yakni tempat yang baik. Tempat itu adalah Madinah Munawwarah karena penduduknya melindungi dan menolong mereka.
Wala ajrul akhirati (dan sesungguhnya pahala akhirat) yang disediakan bagi mereka sebagai imbalan berhijrah ...
Akbaru (lebih besar) daripada imbalan yang disegerakan kepada mereka di dunia.
Lau kaanuu ya'lamuuna (seandainya mereka mengetahui), yakni seandainya mereka mengetahui bahwa Allah Ta'ala akan mengumpulkan kebaikan  dunia dan kebaikan akhirat bagi orang-orang yang berhijrah, niscaya orang kafir itu akan memeluk agama yang sama dengan mereka.

Yaitu orang-orang yang bersabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal. (QS. An-Nahl 16:42).
Allaziina (orang-orang yang), yakni kaum muhajirin yang …
Shabaruu (bersabar) tatkala  meninggalkan tanah airnya.
Wa 'ala rabbihim (dan kepada Tuhan mereka) semata.
Yatawakkaluuna (mereka bertawakkal) sambil berserah diri dan menyerahkan semua persoalan kepada-Nya.

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka, bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:43).
Wa maa arsalnaa (dan Kami tidak mengutus). Allah berfirman demikian karena kaum kafir Quraisy berkata, "Terlampaui agung bagi Allah untuk menjadikan  manusia sebagai rasul-Nya." Maka, diturunkanlah ayat di atas.
Min qablika (sebelum kamu), yakni sebelum umat terdahulu.
Illaa rijaalan (kecuali orang-orang) dari keturunan Adam, bukan malaikat.
Nuhii ilaihim (diwahyukan kepada mereka), yang pada umumnya melalui  malaikat.
Fas-`aluu (maka bertanyalah), jika kamu ragu-ragu tentang hal itu,  hai kaum Quraisy.
Ahladz dzikiri (orang yang mempunyai pengetahuan), yakni  para ulama ahli Kitab supaya mereka memberitahukan kepadamu bahwa Allah Ta'ala hanya mengutus manusia kepada umat terdahulu.
In kuntum laa ta'lamuuna (jika kamu tidak mengetahui) hal itu. Ayat ini menunjukkan kewajiban  merujuk kepada para ulama tatkala menghadapi persoalan yang tidak diketahui. Diriwayatkan, Hikmah itu laksana barang milik orang mukmin yang hilang. Maka di manapun dia menemukannya, dia akan mengambilnya. Maksudnya,  seorang mukmin hendaknya mencari hikmah sebagaimana dia mencari barangnya yang hilang.

  Keterangan-keterangan dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl 16:44)
Bilbayyinaati waz zubuuri (dengan membawa keterangan-keterangan dan kitab-kitab), yakni dengan memperlihatkan aneka mukjizat dan membawa kitab-kitab. Al-bayyinaat jamak dari al-bayyinat yang berarti yang jelas. Az-zubuur jamak dari zabur yang berarti kitab yang ditulis
Wa anzalnaa `ilaika zikra (dan Kami menurunkan peringatan kepadamu) berupa Al-Qur`an. Al-Qur`an disebut ad-Dzikra karena memberi peringatan dan menyadarkan  orang yang lalai.
Litubayyina linnasi (agar kamu menerangkan kepada manusia), baik orang Arab maupun orang asing.
Ma nuzzila ilaihim (apa yang diturunkan kepada mereka) berupa aneka hukum, syariat, dan  kisah generasi terdahulu yang dibinasakan, yang terkandung dalam  Al-Qur`an. 
Wa la'allahum yatafakkaruuna (dan supaya mereka memikirkan), yakni agar mereka  merenungkan kandungan Al-Qur`an, sehingga mereka menyadari aneka hakikat dan  pelajaran yang terkandung di dalamya, dan bersikap hati-hati dari melakukan perbuatan yang menimbulkan azab seperti yang menimpa umat terdahulu.

Maka apakah orang-orang yang membuat makar jahat itu  merasa aman dari bencana ditenggelamkannya bumi bersama mereka oleh Allah, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. (QS. An-Nahl 16:45).
Afa`aminal laziina makaruus sayyiaati (maka apakah orang-orang yang membuat makar jahat itu merasa aman). Mereka adalah penduduk Mekah yang membuat makar terhadap Rasulullah saw. dan melakukan tipu muslihat untuk menghancurkan Islam. Makana ayat: Mereka melakukan berbagai keburukan,  kekafiran, dan  kemaksiatan.
An yakhsifallaahu bihimul ardha (jika Allah menenggelamkan bumi bersama mereka). Yakni mereka ditelan bumi, sebagaimana  bumi telah menelan Qarun beserta harta kekayaannya.
Au ya`tiyahumul azaabu min haitsu laa yasy'uruuna (atau didatangkan azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari), yakni  ditimpakan azab kepada mereka pada saat  mereka lalai.

Atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak. (QS. An-Nahl 16:46).
Au ya`khuzahum fi taqallubihim (atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan). At-taqallub fil umuri berarti berkiprah sesuai dengan kehendaknya. Makna ayat: Allah mengazab mereka  pada dua kondisi:  ketika melakukan aktivitas perdagangan  dan  ketika melakukan  perolehan duniawi.
Famaa hum bimu'jizizina (maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak), yakni mereka tidak dapat selamat dari azab Allah dengan cara kabur dan melarikan diri.
Diriwayatkan dalam hadits,  Allah akan menangguhkan usia orang yang zalim, sehingga jika menyiksanya, Dia tidak akan melepaskannya (HR. Asy-syaikhan, Ibnu Majah dan Tirmizi).
Makna hadits:  Allah akan menangguhkan dan memanjangkan usia  orang yang zalim, sehingga dia banyak berbuat kezaliman,  lalu Dia menyikasanya dengan keras. Maka bila Dia menyiksanya, maka Dia akan terus menerus menyiksanya, dan tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkannya dari siksa Allah.

Atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur. Maka, sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16: 47).
Au ya`khuzahum 'ala takhawwufin (atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur). Takhawwufus sya`i berarti menyiksa secara perlahan-lahan. Makna ayat: atau Dia menyiksa mereka  secara perlahan-lahan dengan mengambil  diri dan harta mereka satu demi satu hingga mereka binasa. Allah  tidak membinasakan mereka dengan sekaligus. Tujuan dari menceritakan ketiga kondisi itu ialah guna menjelaskan kekuasaan Allah Ta'ala atas pembinasaan mereka dengan cara apa pun.
Fa inna rabbakum lara-uufun rahiimun (maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Karena itu, Dia tidak menyegerakan siksa kepadamu dan menaruh belas kasihan kepadamu,  padahal kamu layak mendapatkan  siksa-Nya.

Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedang mereka merendahkan diri. (QS. An-Nahl 16:48).
Awalam yarau (apakah mereka tidak memperhatikan). Hamzah bermakna mengingkari,  sedangkan dhamir pada yarau merujuk pada kaum kafir Mekah. Maksud ayat: Mengapa kaum kafir Mekah tidak merenungkan dan tidak memperhatikan ...
Ila maa khalaqallaahu (apa yang diciptakan Allah). Sungguh, mereka telah melihat aneka gambaran ciptaan ini, tetapi mereka tidak merenungkannya, sehingga  agar tampak bagi mereka kesempurnaan kekuasaan-Nya dan dominasi-Nya, lalu mereka takut kepada-Nya?
Min syai-in (dari sesuatu) apa saja.
Yatafayya-u dhilaaluhu (yang bayangannya berbolak-balik), yakni  bergerak perlahan-lahan dari satu sisi ke sisi yang lain, dan berputar dari satu tempat ke tempat yang lain selaras dengan tuntutan kehendak Pencipta. Yang dimaksud dlilalulu  adalah bayangan pohon, tanaman, dan semua benda yang berdiri dan mempunyai bayang-bayang.
'Anil yamiini wa 'anisy syamaa-ili (dari kanan dan kiri). Asy-syamaail jamak dari syimal. Makna ayat: Mengapa kamu tidak memperhatikan segala sesuatu yang mempunyai bayang-bayang yang bergerak dari kanan ke kiri. Maksudnya,  dari kedua  sisi  dan arahnya.
Sujjadan lillaahi (sambil bersujud kepada Allah). Bayangan itu bersujud kepada Allah dan bergerak sesuai dengan kehendak-Nya dalam hal memanjang dan memendek.
Wa hum dakhiruuna (dan mereka merendahkan diri), yakni mereka menghinakan diri.

Dan kepada Allah sajalah bersujud segala yang ada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi, juga para malaikat, sedang mereka tidak menyombongkan diri. (QS. An-Nahl 16:49).
Walillaahi yasjudu (dan kepada Allah sajalah bersujud), yakni hanya kepada Allah Ta'ala Yang Maha Esa tunduk dan patuh ...
Ma fis samawaati (apa yang ada di langit) berupa semua benda angkasa   seperti matahari, bulan, dan bintang.
Wa maa fil ardhi (dan apa yang ada di bumi) berupa makhluk …
Min dabbaatin (yang melata). Penggalan ini menjelasan  apa yang ada di bumi.
Wal malaaikatu (dan malaikat). Penggalan ini  di-athaf-kan kepada ma fissamawati  untuk mengagungkan dan memuliakan mereka.
Wa hum (sedang mereka), yakni  keadaan malaikat yang tinggi urusannya itu. 
Laa yastakbiruuna (tidak sombong) dan tidak angkuh hingga enggan menyembah-Nya dan bersujud kepada-Nya. Namun, mereka itu merendahkan diri. Maka segala sesuatu itu  bersujud di hadapan Penciptanya dengan sujud yang selaras dengan keadaan masing-masing. Sebagaimana segala sesuatu itu bertasbih dengan memuji-Nya  selaras carannya masing-masing. Maka ada yang bertasbih  dengan ungkapan dan  ada pula  yang dilakukan dengan tindakan.

 Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan. (QS. An-Nahl 16:50).
Yakhaafuuna rabbahum (mereka takut kepada Tuhan mereka), yakni mereka takut kepada Zat Yang Mengusai hal-ihwal mereka.
Min fauqihim (di atas mereka). Mereka takut kepada Allah Ta'ala karena kedudukan dan kemuliaan-Nya, sedangkan Dia Menguasai mereka sebagaimana ditegaskan dalam  firman-Nya, Dan Dia Mahakuasa di atas para hamba-Nya.
Wayaf'aluuna maa yu`maruuna (dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan), yaitu mengerjakan aneka ketaatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada mereka.

Allah berfirman, "Janganlah kamu menyembah dua tuhan. Sesungguhnya Dia Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut" (QS. An-Nahl 16:51).
Wa qaalallaahu (dan Allah berfirman) kepada semua mukallaf.
Laa tattakhizuu ilaahaini itsnaini (janganlah kamu menjadikan dua tuhan). Kata itsnaini berfungsi menguatkan.
Innamaa huwa ilaahun waahidun (sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa),  tidak mempunyai sekutu, tidak ada yang serupa, dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Dia Mahasuci dari mempunyai pasangan dan anak.
Faiyyaaya (maka hanya kepada-Ku), bukan kepada selain-Ku.
Farhabuuni (kamu harus takut), yakni hendaknya kamu takut kepada-Ku.

Dan kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan bagi-Nya ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah? (QS. An-Nahl 16:52).
Walahu (dan kepunyaan-Nya) semata, baik dalam hal penciptaan maupun kepemilikan…
Maa fis samaawaati (apa yang ada di langit) seperti malaikat.
Wal ardhi (dan yang di bumi) seperti jin dan manusia.
Walahud diinu (dan bagi-Nya agama), yakni ketaatan dan ketundukan dari semua makhluk yang berada di langit dan di bumi  serta makhluk  yang ada di antara keduanya hanya untuk Dia.
Waashiban (selama-lamanya) dengan  pasti, kokoh, tidak sirna,  karena Dia-lah Tuhan yang mesti ditakuti.
Afaghairallaahi tattaquuna (maka mengapa kamu takut kepada selain Allah). Mengapa kamu taat dan takut  kepada selain Allah, padahal kamu telah mengetahui keesaan-Nya bahwa segala penciptaan dan kepemilikan itu hanya kepunyaan Dia semata?

Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allah-lah datangnya. Dan bila kamu ditimpa kemadharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. (QS. An-Nahl 16:53)
Wa maa bikum (dan apa saja yang ada padamu), yakni hal apa saja yang menyertaimu dan menjadi milikmu.
Min ni'matin (dari kenikmatan) apa saja seperti kekayaan, kesehatan fisik, kesejahteraan, dan sebagainya ...
Faminallaahi (maka dari Allah), yakni  dari pihak Allah.
Tsumma izaa massakumudh dhurru (kemudian jika kamu ditimpa kemadharatan) yang ringan berupa kemiskinan, sakit, paceklik, dan sebagainya.
Failaihi taj-aruuna (maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan), yakni kamu merendahkan diri kepada Allah semata dalam berusaha menghilangkan aneka kemadharatan itu, bukan kepada selain-Nya. Al-ju`ar berarti mengeraskan suara pada saat berdoa dan istighatsah.

Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemadharatan itu darimu, tiba-tiba segolongan di antara kamu mempersekutukan Tuhannya. (QS. An-Nahl 16:54).
Tsumma izaa kasyafa dhurra 'ankum izaa fariiqun minkum (kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemadharatan itu darimu, tiba-tiba segolongan di antara kamu …). Mereka adalah orang-orang kafir di kalanganmu.
Birabbihim yusyrikuuna (mereka mempersekutukan Tuhannya) dengan menyembah selain-Nya.

Agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu, kelak kamu akan mengetahui akibatnya. (QS. An-Nahl 16:55).
Liyakfuru bimaa atainahum (agar mereka mengingkari apa yang telah Kami berikan kepada mereka) berupa kenikmatan hilangnya kemadharatan.
Fatamatta'uu (maka bersenang-senanglah kamu). Maka kamu hidup dan menikmati kesenangan  duniawi selama beberapa hari yang sebentar. Perintah pada penggalan ini bermakna mengancam.
Fasaufa ta'lamuuna (maka kelak kamu akan mengetahui) akibat perbuatanmu dan siksa yang akan ditimpakan  kepadamu.

Dan mereka menjadikan untuk berhala-berhala yang mereka tidak ketahui, satu bagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan. (QS. An-Nahl 16:56).
Wa yaj'aluuna (dan mereka menjadikan), yakni kaum kafir Mekah.
Lima laa ya'lamuuna (terhadap apa yang tidak mereka ketahui) seperti berhala yang hakikat  dan nilainya yang rendah tidak diketahui kaum kafir. Mereka meyakini bahwa berhala dapat memberikan madharat, manfaat, dan pertolongan di sisi Allah Ta'ala.
Nashiiban mimma razaqnaahum (bagian dari apa yang Kami rizkikan kepada mereka) seperti tanaman,  binatang ternak, dan sebagainya guna mendekatkan diri kepadanya.
Tallaahi latus`alunna (demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanya) dengan dengan nada mengejek dan mencela.
'Amma kuntum taftaruuna (dari apa yang telah kamu ada-adakan) ketika di dunia bahwa berhala itu adalah tuhan yang sebenarnya, lalu kamu  mendekatkan diri kepadanya.

Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai. (QS. An-Nahl 16:57).
Wayaj'aluuna lillaahil banaati (dan mereka menetapkan bagi Allah mempunyai anak-anak perempuan). Yang berbuat demikian adalah Bani Khuza'ah dan Kananah. Mereka berkata, "Malaikat merupakan anak-anak perempuan Allah".
Subhaanahu (Mahasuci Allah), yakni Mahamulia dan Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Walahum ma yasytahuuna (dan bagi mereka apa yang mereka sukai), yaitu  anak laki-laki. Maksudnya, mereka memilih anak-laki-laki untuk diri mereka sendiri. Kemudian Allah menggambarkan kebencian mereka terhadap anak-anak perempuan. Dia berfirman …

Dan apabila seorang di antara mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitamlah mukanya dan dia sangat marah. (QS. An-Nahl 16:58).
Wa idzaa busyira ahaduhum bil untsaa (dan apabila seorang di antara mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan), yakni apabila diberitahukan kelahirannya …
Dzalla wajhuhu (mukanya menjadi), yakni wajahnya berubah menjadi ...
Muswaddan (hitam). Hitamnya wajah merupakan kinayah dari kesedihan.
Wahuwa kadziimun (dan dia sangat marah), diliputi kemurkaan terhadap istrinya karena melahirkan anak perempuan.

Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. An-Nahl 16:59).
Yatawaaraa (dia menyembunyikan). Dia tidak menampakkan dirinya.
Minal qaumi min suu`i maa busysyira bihi (disebabkan berita buruk yang disampaikan kepadanya), yakni karena kabar buruk yang disampaikan kepadanya dan lantaran cemoohan orang lain.
Ayumsikuhu (apakah dia akan memeliharanya). Dia  bimbang apakah akan memelihara anak perempuan yang dilahirkan itu atau tidak.
'Ala huunin (dengan menanggung kehinaan). Huunin berarti menanggung kerendahan dan kehinaan. Maksud ayat: Apakah dia akan memeliharanya dengan suka rela dan kehinaan diri.
Am yadussuhu (atau menguburkannya), yakni membunuhnya.
Fit turaabi (dalam tanah) dengan dikubur hidup-hidup. Kebencian mereka sangatlah berlebihan, sehingga sebagian mereka berpindah dari rumah yang di dalamnya ada  istri yang melahirkan anak perempuan.
Alaa saa-a maa yahkumuuna (ingatlah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu). Amat buruknya perbuatan mereka karena lebih mengutamakan anak laki-laki bagi diri mereka daripada anak perempuan.

Bagi orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk, sedangkan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi. Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi maha Bijaksana. (QS. An-Nahl 16:60).
Lillaziina laa yu`minuuna bil akhirati (bagi orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat), yakni orang-orang yang aneka keburukannya telah dipaparkan di atas.
Matsaluts tsau`i (sifat yang buruk) yang merupakan contoh dalam keburukan.
Walillaahil matsalul a'laa (dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi), yakni sifat yang menakjubkan yang merupakan contoh keluhuran yang paripurna, yaitu Mahasuci dari segala sifat yang dimiliki makhluk.
Wahuwal 'aziizu (dan Dia Mahaperkasa) dan Maha  Esa dengan kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Al-hakiimu (Yang Maha Bijaksana), Yang melaksanakan semua tindakan selaras dengan tuntutan hikmah-Nya.
Diriwayatkan di dalam hadits,  Di antara keberkahan seorang istri adalah melahirkan anak  perempuan untuk pertama kali (HR. Ibnu 'Asakir).
Tidakkah engkau menyimak firman Allah Ta'ala, Dia memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya anak perempuan dan Dia memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya anak laki-laki. Pada ayat ini Allah memulai pemberian-Nya dengan anak perempuan.
Diriwayatkan dalam  hadits, Barangsiapa yang diuji oleh anak-anak perempuannya dengan sesuatu persoalan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmizi).

Seandainya Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya. (QS. An-Nahl 16:61)
Walau yu-aakhdizullaahu (seandainya Allah menghukum). Wazan Faa'ala  pada ayat ini bermakna fa'ala.
An-naasa (manusia), yakni kaum kafir.
Bidzulmihim (karena kezaliman mereka), yakni karena kekufuran dan kemaksiatan mereka.
Maa taraka 'alaihaa (Dia tidak akan meninggalkan di atasnya), yakni di muka bumi.
Min daabbatin (dari binatang melata), karena ia binatang yang merayap di muka bumi. Orang Arab mengatakan, "Si Fulan adalah orang yang paling utama di atas bumi” yang berarti di muka bumi". Allah tidak berfirman, Fi dhahrihaa, yakni di punggung bumi, karena menghindari adanya dua huruf dha dalam satu kalimat. Makna ayat: Dia tidak akan meninggalkan satu pun binatang melata di muka bumi, melainkan Dia akan membinasakan seluruhnya karena demikian buruknya  kezaliman orang-orang yang zalim.
Walakin yuakhkhiruhum (tetapi Dia menangguhkan mereka), yakni Dia menunda mereka karena ke-hiliman-Nya.
Ilaa ajalin musammaan (hingga waktu yang ditentukan), yakni hingga batas usia mereka dan waktu untuk menyiksa  mereka.
Faizaa jaa-a ajaluhum (apabila telah tiba waktu bagi mereka), yakni waktu yang ditentukan untuk mereka.
Laa yasta`khiruuna (mereka tidak dapat mengundurkannya) dari waktu tersebut, atau tidak dapat mengakhirkannya.
Saa'atan (sesaat pun). Saa'at berarti waktu yang paling singkat atau satuan waktu terkecil.
Wa laa yastaqdimuuna (dan mereka tidak dapat mendahulukannya), yakni mereka tidak dapat memajukan waktunya.

Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya, dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. Tidak diragukan lagi bahwa nerakalah bagi mereka. Dan sesungguhnya mereka akan segera dimasukkan. (QS. An-Nahl 16:62).
Wayaj'aluuna lillaahi (dan mereka menjadikan bagi Allah). Mereka menatapkan bagi Allah SWT. dan mengaitkan dengan-Nya berdasarkan anggapan mereka.
Maa yakrahuuna (apa yang mereka benci) oleh diri mereka sendiri, yaitu  anak-anak perempuan dan  sekutu dalam hal kekuasaan.
Wa (dan), di samping hal itu.
Tashifu (menggambarkan), yakni mengatakan.
Alsinatuhumul kaziba (lisan mereka kebohongan). Adapun maf'ul dari tashifu ialah …
Anna lahumul husnaa (bahwa bagi mereka kebaikan), yakni akibat yang baik di sisi Allah, yaitu surga jika hari kebangkitan itu benar, sebagaimana firman-Nya Ta'ala, Jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya bagiku di sisi-Nya akibat yang baik.
Laa jarama (tidak diragukan lagi). Laa jarama sebagai bantahan terhadap perkataan mereka. Ia adalah masdar yang bermakna benar-benar.
Anna lahum (bahwa bagi mereka), pada tempat kebaikan yang diharapkan oleh mereka.
An-naara (neraka) yang tidak ada lagi siksa selian itu. An-nar merupakan  tanda keburukan.
Wa annahum mufrathuuna (dan sesungguhnya mereka akan segera dimasukkan), yakni mereka didahulukan ke dalam neraka dan disegerakan memasukinya.

Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu. Tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka. Maka, setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (QS. An-Nahl 16:63).
Tallaahi laqad arsalnaa ilaa umamin min qablika (demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu), yakni Kami mengutus asul-rasul kepada umat-umat terdahulu  lalu mereka menyeru umatnya kepada kebenaran. Namun mereka tidak menjawab seruannya.
 Fazayyana lahumusy syaithaanu a'maalahum (tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka). Mereka memandang  perbuatan buruk berupa kekafiran dan pendustaan kepada para rasul sebagai kebaikan, lalu mereka bercokol dalam perbuatan itu dan tidak meninggalkannya.
Fahuwa (maka dia), yakni setan.
Waliyyuhum (pemimpin mereka), yakni pendamping mereka, dan setan itu seburuk-buruknya pendamping.
Al-yauma (pada hari itu), yakni di dunia. Setan bekerja untuk menyesatkan mereka dengan tipuan.
Walahum (dan bagi mereka) di akhirat.
Azaabun aliimun (siksa yang pedih), yakni siksa neraka.

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. An-Nahl 16:64).
Wa maa anzalnaa 'alaikal kitaaba (dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab ini), yakni Al-Qur`an.
Illa litubayyina lahum (kecuali agar kamu menjelaskan kepada mereka), yakni kepada manusia.
Allazii ikhtalafuu fiehi (apa yang mereka perselisihkan) berupa masalah ketauhidan,   keadaan tempat kembali, masalah halal dan haram.
Wa hudan wa rahmatan (dan menjadi petunjuk dan rahmat), yakni sebagai petunjuk dari kesesatan dan rahmat dari siksa.
Li qaumin yu`minuuna (bagi kaum yang beriman). Pengkhususan fungsi demikian bagi mereka karena merekalah yang mengambil manfaat dari Al-Qur`an.
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar bahwa bahwa ia berkata, "Hai pembawa Al-Qur`an, apa yang Al-Qur`an tanamkan dalam hatimu? Sesungguhnya Al-Qur`an adalah musim seminya seorang mukmin, sebagaimana hujan musim seminya bumi."
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’ Aku bertanya, "Apa solusinya, hai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Kitab Allah yang isinya memberitahukan apa yang terjadi sebelummu, memberitakan apa yang terjadi setelahmu, memutuskan perselisihan yang terjadi di antaramu. Ia merupakan  penjelasan, bukan senda gurau. Para ulama tidak merasa kenyang denganya. Ia adalah tali Allah yang kuat, peringatan yang bijaksana, dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang berkata dengannya, maka dia berkata dengan jujur. Barangsiapa yang memutuskan perkara dengannya, maka dia pasti berlaku adil. Barangsiapa mengamalkannya, maka dia mendapatkan pahala. Barangsiapa berdoa kepada-Nya, maka dia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus" (HR. Tirmizi).

Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi setelah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang mendengarkan. (QS. An-Nahl 16:65)
Wallaahu anzala minas samaa-i (dan Allah menurunkan dari langit) ke awan dan dari awan ke bumi.
Maa-an (air), yakni jenis air yang khusus, yaitu air hujan.
Fa-ahyaa bihil ardha (lalu Dia menghidupkan bumi dengan air itu), yakni Dia menumbuhkan dengan air hujan itu aneka jenis tanaman di bumi.
Ba'da mautihaa (setelah kematiannya), yakni setelah bumi kekeringan.
Inna fi zaalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada penurunan  air hujan dari langit, yang menjadi sarana untuk menghidupkan bumi yang mati …
La-ayatan (ada tanda kekuasaan) yang menunjukkan keesaan Allah Ta'ala, ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, dan hikmah-Nya, karena berhala-berhala dan selainnya tidak berkuasa sedikit pun untuk melakukan hal itu.
Liqaumin yasma'uuna (bagi kaum yang mendengarkan). Peringatan semacam ini hendaknya disimak dan direnungkan. Jika tidak,  maka dia bagaikan orang tuli yang tidak mendengar.

Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya berupa susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An-Nahl 16:66).
Wa inna lakum (dan sesungguhnya bagimu), wahai manusia.
Fil an'aami (pada binatang-binatang ternak itu). Al-an`aam adalah empat jenis binatang, yaitu  unta, sapi, domba, dan kambing.
La'ibratan (benar-benar ada pelajaran). Ia menjadi sarana yang menunjukkan pelajaran dari kebodohan kepada pengetahuan. Seolah-olah dikatakan, "Bagaimanakah pelajaran itu?” Lalu dijawab …
Nusqiikum (Kami memberi kamu minum). Az-Zujaj mengatakan bahwa saqaituhu dan asqaituhu bermakna sama, yaitu memberi minum.
Mimma fii buthuunihi (dari apa yang ada di perutnya). Min menunjukkan sebagian, karena susu adalah sebagian dari apa yang ada dalam perut binatang, yaitu perut yang telah disebutkan di atas.
Min baini fartsin wa damin labanan (antara kotoran dan darah ada susu). Al-farts adalah ampas makanan yang ada dalam perut dan usus binatang. Perut bagi binatang seperti halnya perut bagi manusia.
Khaalishan (yang murni), yakni yang bersih, tidak ada  warna darah, dan tidak pula bau kotoran.
Saa-ighan lisysyaaribiina (yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya), yakni mudah lewat di tenggorokan. Tidak ada minuman dan makanan yang lebih bermanfaat daripada susu.
Dikatakan: Allah menciptakan susu di  tengah-tengah antara kotoran  dan darah. Hal itu karena jika perut besar mencerna makanan, maka bagian makanan yang paling bawah menjadi kotoran, bagian tengahnya menjadi susu, dan bagian atasnya menjadi darah. Antara susu dan keduanya terdapat pemisah yang diciptakan dengan  kekuasaan Allah, sehingga bagian yang  satu  tidak bercampur dengan bagian yang lain, baik warna, rasa, maupun baunya. Kemudian Allah mengutus jantung untuk mengelola  ketiga bagian itu dan mendistribusikannya. Maka darah mengalir ke urat, susu mengalir ke ambing, dan sisanya, yaitu kotoran, tetap berada dalam perut, yang kemudian turun ke bawah.

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl 16:67).
Wa min tsamaraatin nakhiili wal a'naabi (dan dari buah kurma dan anggur). Kami memberimu minum, hai manusia, dari perasan anggur dan Kami memberimu makan. Kemudian Dia menjelaskan hakikat pemberian minuman dan makanan. Lalu Dia berfirman …
Tattakhidzuuna minhu (kamu menjadikan darinya), yakni dari perasannya.
Sakaran (minuman yang memabukkan). As-sakr  berarti khamr. Nabiiz terbuat dari kurma. Ayat yang mengharamkan khamr telah disajikan. Ayat ini  menunjukkan dibencinya khamr, sehingga penyajiannya dibandingkan dengan rizki yang baik, dan lawan  kebaikan bukanlah  kebaikan, tetapi keburukan.
Wa rizqan hasanan (dan rizki yang baik), seperti perasan kurma, sirup, kismis, sari buah yang kental, dan cuka.
Inna fii zaalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada pemberian minum.
La-aayatan (ada tanda kekuasaan) yang cemerlang.
Liqaumin ya'qiluuna (bagi kaum yang berakal), yakni kaum yang menggunakan akal mereka dengan cara memperhatikan dan merenungkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. (QS. An-Nahl 16:68).
Wa auhaa rabbuka (dan Tuhanmu mengilhamkan), hai Muhammad.
Ilan nakhli (kepada lebah), yakni Dia mengilhamkan kepada lebah dan memasukkan ke dalam hatinya, serta mengajarkan kepadanya dengan cara yang hanya diketahui oleh-Nya. Allah Ta'ala mengilhamkan kepada semua hewan agar mengambil berbagai manfaat untuk dirinya dan menjauhi berbagai perkara yang membahayakannya.
Anit takhidii (buatlah) untuk  dirimu, yakni hendaklah kamu membuat.
Minal jibaali buyuutan (sarang-sarang di bukit), yakni membuat sarang pada berbagai tempat tinggal yang kamu sukai. Apa yang dibangunnya untuk mematangkan madu disebut sarang karena tempatnya itu menyerupai rumah manusia. Sarangnya yang segi enam yang sempurna menunjukkan keahlian dan keindahan pembuatannya, yang  tidak mampu dibuat oleh para pakar arsitek kecuali dengan menggunakan berbagai peralatan dan pemikiran yang cermat. Lebah memilih segi enam karena ia lebih luas daripada segi tiga, segi empat, dan segi lima, serta tidak memungkinkan adanya celah kosong  pada sarangnya.
Wa minasy syajari (dan dari sebagian pohon kayu), karena lebah tidak membangun sarang pada  semua pohon.
Wa mimma ya'tisyuuna (dan di tempat-tempat yang dibuat manusia), karena lebah tidak membangun sarangnya pada  setiap tempat yang dibuat  dan dibangun manusia sebagai sarang untuk menghasilkan madu.

Kemudian makanlah dari tiap-tiap buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan. Dari perut lebah itu keluar minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl 16:69).
Tsumma kulii min kullits tsamaraati (kemudian makanlah dari tiap-tiap buah-buahan), yakni dari setiap buah-buahan yang disukai yang ditanam manusia; buah yang manis, asam, pahit, dan selainnya. Ia mencakup seluruh jenis buah yang pengkhususannya didasarkan pada kebiasaan.
Faslukii (lalu tempuhlah), yakni jika kamu telah memakan buah-buahan di tempat-tempat yang jauh dari sarang-sarangmu, maka masukilah 
Subula rabbika (jalan-jalan Tuhanmu) di gunung-gunung dan di sela-sela pohon. Yakni, masukilah jalan-jalan Tuhanmu yang telah diilhamkan dan diberitahukan kepadamu agar dapat kembali ke sarangmu setelah kamu terbang jauh meninggalkannya.
Zululan (yang telah dimudahkan).  Zululan jamak dari zaluul, yakni tempat berpijak yang mudah untuk ditempuh. Hal itu karena jika daerah  di sekitar sarangnya itu  gersang, maka lebah pergi  ke tempat-tempat yang jauh untuk mencari makanan, kemudian kembali ke sarangnya tanpa  tersesat dan salah arah.
Yakhruju min buthuunihaa (dari perut-perut lebah itu keluar) dengan cara dimuntahkan.
Syaraabun (minuman), yakni madu karena ia merupakan minuman. Lebah memakan unsur-unsur buah  yang lembut, cair,  dan manis; memakan unsur-unsur yang ada pada dedaunan dan bunga-bunga; dan mengisap makanan dari buah-buahan yang segar dan benda-benda yang harum. Kemudian ia memuntahkan makanannya di  sarangnya sebagai simpanan untuk musim dingin, lalu makanan itu berubah menjadi madu dengan izin Allah Ta'ala.
Mukhtalifan alwaanuhu (yang berbeda-beda warnanya) seperti putih, hijau,  kuning, dan hitam, karena perbedaan usia lebah. Yang putih dihasilkan  oleh lebah muda, yang kuning dihasilkan lebah dewasa,  dan yang merah dihasilkan oleh lebah yang tua. Perbedaan ini pun  disebabkan oleh perbedan cahaya.
Fihi (di dalamnya), atau dalam minuman itu, yaitu pada madu.
Syifaa-un linnaasi (obat bagi manusia), yakni obat  bagi penyakit yang kesembuhannya diperoleh melalui madu. Artinya, madu termasuk obat yang terkenal dan bermanfaat bagi berbagai penyakit manusia, tetapi bukan obat bagi setiap penyakit, karena kata syifa` dinakirahkan dalam redaksi itsbat. Maksudnya, madu    dapat mengobati penyakit sebagaimana obat lain mengobatinya bagi suatu keadaan, tetapi tidak bagi  keadaan yang lain. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Umar ra. biasanya selalu membawa madu.
Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Dia berkata, "Saudaraku mengeluh sakit perut." Nabi bersabda, "Berilah ia madu." Lalu dia  memberinya  madu. Namun hal itu  malah membuat perutnya semakit melilit. Lalu laki-laki itu pun kembali kepada Nabi saw. dan menceritakan ihwalnya kepada beliau. Nabi saw. bersabda, "Berilah ia madu." Kemudian dia pun memberinya madu untuk kedua kalinya. Namun hal itu malah membuat perutnya bertambah sakit.  Lalu laki-laki itu kembali dan berkata, "Hai Rasulullah, aku telah memberinya minum, tetapi tidak manjur." Nabi bersabda, "Pergilah, berilah ia minum madu, Allah Maha Benar dan perut saudaramu berdusta." Lalu laki-laki itu memberinya madu dan Allah menyembuhkannya. (HR. Bukhari).
Inna fii zaalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni  pada  lebah   madu.
La-ayatan (benar-benar ada tanda kekuasaan) sebagai hujjah yang jelas yang,  menunjukkan kekuasaan Tuhan.
Liqaumin yatafakkaruuna (bagi kaum yang memikirkan), yakni bagi yang mentafakuri, sehingga mereka mengetahui bahwa walaupun badan lebih itu kecil dan tubuhnya lemah, ia tidak mendapatkan petunjuk dalam  pembuatan madu melalui kemampuannya sendiri, tetapi karena dibuat demikian oleh Pencipta yang telah menciptakannya; dibuat berbeda antara dirinya  dengan serangga-serangga lainnya yang dapat terbang. Maka, hal itu menunjukkan pada adanya Pencipta Yang Maha Esa, Mahakuasa, tidak bersekutu, dan tidak serupa.

Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu. Di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (QS. An-Nahl 16:70).
Wallaahu (dan Allah) yang ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu.
Khalaqakum tsumma yatawaffakum (Dia menciptakan dan mewafatkan kamu), yakni Dia mencabut nyawamu, baik dia sebagai anak-anak, pemuda, maupun orang tua. Anak kecil tidak dapat ditangguhkan, orang dewasa pun tidak dapat didahulukan. Maka di antara kamu ada yang meninggal dalam keadaan kuat dan masih muda.
Wa minkum man yuraddu (dan di antara kamu ada yang dikembalikan) sebelum wafatnya. Yuraddu berarti dikembalikan.
Ila arzalil 'umuri (kepada umur yang paling lemah), yakni yang paling rendah dan paling hina, yaitu usia tua renta dan pikun, sehingga dia kembali seperti keadaan  pada masa bayi, yatu badannya lemah, kekuatan dan akalnya berkurang, serta sedikit pemahamannya. Pada hakikatnya seseorang tidak memiliki batas tertentu, karena bisa jadi manusia yang berusia enam puluh tahun berada dalam usia yang paling lemah, dan bisa jadi manusia yang berusia seratus tahun tetap sempurna akalnya.
Likailaa ya'lama ba'da 'ilmin syai-an (supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya), yakni agar keadaannya berubah menjadi seperti keadaannya pada masa kecil, karena  pemahamannya memburuk dan pelupa.
Innallaaha 'aliimun (sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) batas-batas usiamu.
Qadiirun (Mahakuasa), yakni Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Dia mematikan pemuda yang gesit dan membiarkan hidup orang yang tua renta. Ini merupakan peringatan bahwa perbedaan ajal hanyalah karena takdir Yang Maha kuasa dan Maha Bijaksana. Dia membentuk tubuh-tubuh mereka dan menyeimbangkan campuran kejadian mereka dalam kadar tertentu. Kalaulah  hal itu merupakan tuntutan alamiah belaka,  niscaya perbedaan tersebut tidak akan mencapai variasi yang demikian majemuk.

Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki. Tetapi orang-orang yang dilebihkan tidak mau memberikan rizki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama merasakan rizki itu. Maka, mengapa mereka mengingkari nikmat Allah. (QS. An-Nahl 16:71).
Wallaahu (dan Allah) Ta'ala Yang Maha Esa.
Fadhdhala ba'dhakum 'ala ba'dhin firrizqi (dan Dia melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki), yakni Dia menjadikan kamu dalam keadaan berbeda dalam hal rizki. Di antara kamu ada yang kaya dan ada pula yang miskin; di antara kamu ada yang menjadi penguasa dan ada pula yang menjadi rakyat. Rizki adalah apa yang diberikan Allah Ta'ala kepada hewan berupa makanan dan minuman. Ayat ini mengingatkan bahwa kekayaan orang kaya bukanlah karena kecerdasannya, kesempurnaan akalnya, dan banyaknya usaha, dan kemiskinan orang yang tidak berada bukan karena kebodohannya, kekurangan akalnya, dan sedikit usahanya, melainkan semuanya dari Allah Ta'ala. Rizki itu tiada lain kecuali seperti dikatakan seorang penyair,
Betapa banyak orang cerdas yang lumpuh jalan hidupnya
Dan betapa banyak orang bodoh yang mendapatkan rizkinya
Famallaziina fudhdhiluu (tetapi orang-orang yang dilebihkan itu), yakni majikan-majikan yang dilebihkan rizkinya atas budak-budaknya itu tidak ...
Biraaddii rizqihim (tidak mau memberikan rizki mereka), yakni tidak memberikan sebagian rizki mereka yang dikaruniakan kepada mereka. Asal raadii adalah raaddiina, lalu dihilangkan ­nun-nya karena idhafah.
'Ala maa malakat aimaanuhum (kepada budak-budak yang mereka miliki), yakni kepada budak-budak mereka, yang diciptakan dan diberi rizki sama seperti mereka.
Fahum (maka mereka), yakni majikan dan budak.
Fiehi (dalam hal itu), yakni dalam hal rizki.
Sawaa-un (sama). Mereka tidak sudi memberikan rizki kepada budaknya, sehingga menjadi seimbang. Mereka hanya memberikan rizki yang sedikit kepada budaknya.  Walhasil, majikan  tidak menjadikan harta mereka dan selainnya yang dikaruniakan Allah kepada mereka sebagai milik bersama antara mereka dan budaknya, karena mereka tidak rela  disamakan dengan budaknya, padahal budak itu adalah manusia dan makhluk yang sama seperti mereka. Ada apa dengan mereka? Bagaimana mungkin mereka menjadikan budak-budak dan makhluk Allah Ta'ala sebagai sekutu bagi-Nya, padahal  keluhuran-Nya demikian sempurna? Alangkah jauhnya perbedaan antara  tanah dan Tuhan dari segala tuhan?
Sebagaimana yang anda lihat, ayat ini merupakan perumpamaan yang dibuat untuk menerangkan betapa buruknya apa yang dilakukan kamu musyrikin. Perumpamaan ini juga untuk mencela mereka. Dalam membaca talbiyah mereka mengatakan, "Kami memenuhi seruan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang merupakan sekutu-Mu".
Afabini'matillaahi yajhaduuna (maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah). Makna ayat: mengapa setelah mereka mengetahui bahwa Yang Maha memberi rizki itu adalah Allah Ta'ala, lalu mereka menyekutukan-Nya dan mengingkari nikmat-Nya?

Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, serta memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah. (QS. An-Nahl 16:72).
Wallaahu (dan Allah), Yang Maha Tinggi lagi Maha Esa.
Ja'ala lakum min anfusikum (menjadikan bagimu dari dirimu), yakni dari jenismu.
Azwaajan (pasangan-pasangan), yakni istri-istri agar kamu merasa senang kepadanya dan  dapat melaksanakan  semua kemaslahatanmu. Dan anak-anak kamu pun akan lahir sepertimu.
Waja'ala lakum min azwaajikum (dan Dia menjadikan bagimu dari istri-istrimu), yakni Dia menjadikan pasangan bagi setiap kamu, bukan dari pasangan selain pasanganmu sendiri …
Baniina wa hafadatan (anak-anak dan cucu-cucu). Hafadat jamak dari haafid, berarti yang cepat melayani dan mentaati. Yakni Dia menjadikan bagimu pelayan yang cepat melayanimu, menaatimu, dan membantumu seperti cucu-cucu dan selain mereka.
Wa razaqakum minath thayyibaati (dan Dia memberi rizki kepadamu dari yang baik-baik), yakni dari yang lezat-lezat seperti madu dan sejenisnya, karena semua yang baik-baik berada di surga. Dan makanan yang baik-baik di dunia hanyalah  sekadar contoh dari makanan surga.
Afabilbaathili yu`minuuna (maka mengapa mereka beriman kepada yang batil), yakni mengapa mereka mengingkari Allah Yang Maha Pemurah,  lalu beriman kepada yang batil? Dikatakan batil karena mereka percaya  bahwa berhala-berhala itu memberi manfaat kepada mereka dan bahwa unta bahirah dan semacamnya itu  haram.
Wa bini'matillaahi hum yakfuruuna (dan mereka mengingkari nikmat Allah) dan menyandarkan nikmat kepada berhala-berhala. Yang dimaksud dengan kebatilan adalah berhala-berhala yang menyeret mereka kepada kemusyrikan. Dan yang dimaksud dengan nikmat Allah adalah Islam, Al-Qur`an, serta tauhid dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rizki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi. Mereka tidak berkuasa sedikitpun. (QS. An-Nahl 16:73)
Waya'buduuna min duunillaahi ma laa yamliku lahum rizqan minas samaawaati wal ardhi syai-an (dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rizki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi), yakni mereka menyembah apa yang tidak dapat memberi rizki kepada mereka sedikit pun, baik rizki dari langit berupa hujan maupun rizki dari bumi berupa tanaman pangan.
Wa laa yasta'thiuuna (dan mereka tidak berkuasa) memilikinya, karena pada dasarnya mereka tidak memiliki kemampuan, sebab mereka itu benda mati.

Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:74).
Falaa tadhribullaahal amtsaala (maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah). Janganlah menyamakan Allah dengan sesuatu dari makhluk-Nya dan menyekutukan-Nya. Ditafsirkan demikian karena dharbul amtsal berarti  menyerupakan suatu keadaan atau suatu kisah dengan keadaan  dan kisah lain, sedangkan Allah Ta'ala itu  Maha Esa dan Zat Yang hakiki, dan tidak akan pernah ada yang serupa dengan-Nya untuk selamanya.
Innallaaha ya'lamu (sesungguhnya Allah mengetahui) hakikat dan  kepentingan perkara yang kamu lakukan. Dia akan menghukummu sesuai dengan  tingkat pengagunganmu terhadap perbuatan itu.
Wa antum laa ta'lamuuna (sedangkan kamu tidak mengetahui) hal itu. Kalaulah  kamu mengetahuinya, niscaya kamu tidak akan berbuat lancang  kepada-Nya.

Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang Kami beri rizki yang baik dari Kami. Lalu dia menafkahkan sebagian rizki itu secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Apakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:75)
Dharaballaahu matsalan (Allah membuat perumpamaan). Membuat perumpamaan berarti menyerupakan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, dan suatu kisah dengan kisah yang lain. Makna ayat: Dia menceritakan dan mengemukakan sesuatu sebagai sarana untuk menunjukkan perbedaan antara  keadaan  kemuliaan-Nya dengan keadaan perkara yang mereka persekutukan dengan-Nya.
'Abdan mamluukan (hamba sahaya yang dimiliki). Penyifatan hamba dengan budak yang dimiliki bertujuan mengecualikan orang yang merdeka.
Laa yaqdiru 'ala syai-in (yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun). Dia menyifati hamba dengan tidak mampu melakukan apa pun adalah  untuk membedakan hamba itu dari hamba mukatab (hamba yang tengah mencicil biaya pembebasan dirinya).
Waman razaqnaahu (dengan seorang yang Kami beri rizki). Seolah-olah dikatakan: dengan orang merdeka yang Kami beri rizki dengan menjadikan rizki itu sebagai miliknya. Penafsiran dengan orang merdeka agar terjadi korkondansi dengan budak sahaya.
Minna  (dari Kami), yakni dari sisi Kami Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.
Rizqan hasanan (rizki yang baik), yakni yang halal dan baik, atau yang dipandang baik dan diridhai oleh manusia.
Fahuwa yunfiqu minhu (lalu dia menafkahkan sebagian dari rizki itu), yakni dari sebagian rizki yang baik itu.
Sirran wa jahran (dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan), yakni dalam keadaan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.
Hal yastawuuna (apakah mereka sama?), yakni mereka (budak dan orang merdeka) tidak sama dalam kedudukan, kemampuan, dan kekuasaan.
Al-hamdu lillahi (segala puji bagi Allah). Penggalan ini merupakan  aposisi antara hal yastawuuna dengan bal aktsaruhum laa ya'lamuuna. Yakni segala puji bagi Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang telah memberikan semua kenikmatan. Dan berhala sama sekali tidak berhak mendapatkan pujian sedikit pun.
Bal aktsaruhum laa ya'lamuuna (namun kebanyakan mereka tidak mengetahui) hal itu, sehingga mereka menyandarkan berbagai kenikmatan Allah  Ta'ala kepada selain-Nya dan menyembahnya karena hal itu.

Dan Allah membuat perumpamaan dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan menjadi beban bagi penanggungnya, kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus? (QS. An-Nahl 16:76)
Wa dharaballaahu matsalan (dan Allah membuat perumpamaan) dengan cara yang paling terang dan jelas.
Rajulaini (dua orang lelaki). Asal penggalan ini kira-kira:  perumpamaan dua orang laki-laki.
Ahaduhumaa abkamu (salah seorangnya bisu). Abkamu adalah orang yang terlahir bisu.
Laa yaqdiru 'ala syai-in (tidak dapat berbuat sesuatu) apa pun karena minim  pemahamannya dan buruk pengetahuannya.
Wa huwa kallun 'ala maulaahu (dan ia menjadi beban bagi yang menanggungnya). Kallun berarti beban dan tanggungan bagi orang yang menanggungnya dan yang mengurus urusannya.
Ainamaa yuwajjihhu (kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu), yakni kemana pun dia diutus oleh yang mengurusnya.
Laa ya`tii bikhairin (dia tidak mendatangkan kebajikan), yakni dia tidak kembali kepada pengurusnya dengan membawa  manfaat.
Hal yastawii huwa (samakah orang itu), yakni orang yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan di atas.
Wa man ya`muru bil'adli (dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan), yakni orang yang fasih dalam berbicara, memiliki kompetensi dan kecakapan berpikir. Dia memberi manfaat kepada manusia dengan menganjurkan mereka supaya berbuat adil yang mengintegrasikan berbagai keutamaan dan kemuliaan.
Wa huwa (dan dia), yakni  dirinya sendiri, di samping dapat memberikan  manfaat bagi orang lain.
'Ala shiraatin mustaqiimin (berada pada jalan yang lurus), yakni di jalan yang jelas, tidak bengkok.

Dan kepunyaan Allah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidaklah kejadian kiamat itu melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. An-Nahl 16:77).
Wa lillaahi (dan kepunyaan Allah) Ta'ala semata, bukan kepunyaan seorang pun selain-Nya.
Ghaibus samaawaati wal ardhi (yang tersembunyi di langit dan bumi), yakni Dia mengetahui apa yang tersembunyi dari hamba-hamba, yang ada pada keduanya.
Wa maa amrus sa'ati (dan tidaklah kejadian kiamat itu). As-saa'at adalah nama waktu terjadinya kiamat. Makna ayat: tidaklah  peristiwa kiamat yang termasuk perkara ghaib dalam hal kecepatan kejadiannya ...
Illa kalamhil bashari (melainkan seperti sekejap mata), yakni seperti kembalinya bibir  mata yang atas ke bibir mata yang bawah.
Au huwa (atau ia), yakni peristiwa kiamat yang cepat itu dan kemudahannya… 
Aqrabu (lebih cepat) dari kedipan mata dan lebih singkat waktunya. Dia membuat perumpamaan dengan kedipan mata karena tidak ada satuan waktu yang lebih singkat daripada  waktu tersebut.
Innallaaha 'ala kulli syai-in qadiirun (sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu). Dia berkuasa mengadakan kiamat dan membangkitkan makhluk.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. bahwa  ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi saw., “Kapan terjadinya kiamat?” Nabi saw. menjawab, “Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?” Dia menjawab, “Tiadak ada kecuali aku mencintai Allah dan rasul-Nya.” Nabi bersabda, “Engkau akan bersama dengan pihak yang kamu cintai.” (HR. Asy-Syaikhan, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl 16:78).
Wallaahu (dan Allah) Yang Maha Tinggi lagi Maha Esa.
Akhrajakum min buthuuni ummahaatikum (mengeluarkan kamu dari perut ibumu). Ummahaat jamak dari al-umm lalu ditambahkan ha padanya.
Laa ta'lamuuna syai-an (kamu tidak mengetahui sesuatu pun). Pada mulanya kamu tidak mengetahui sesuatu pun dari berbagai urusan dunia dan akhirat.
Waja'ala lakumus sam'a (dan Dia menjadikan bagimu pendengaran). Dia mendahulukan pendengaran daripada penglihatan, karena ia merupakan sarana untuk menerima wahyu, atau karena daya pendengaran  lebih dahulu ada daripada daya  penglihatan. Jika Anda memperhatikan bayi yang baru  lahir, dia  lebih dahulu dapat mendengar daripada melihat.
Wal abshaara (dan penglihatan). Al-abshaar jamak dari bashir berarti indera mata.
Wal af-idata (dan hati). Al-af-idat jamak dari fu-aad. Ia termasuk jamak qillah yang berlaku seperti jamak katsrah.  Makna ayat: Dia menjadikan bagimu organ-organ ini sebagai  sarana  untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, karena kamu dapat memahami berbagai perkara kecil  melalui perasaanmu,  dan memahaminya dengan hatimu, dan menyadari apa yang ada di dalamnya melalui pengalaman indrawi yang berulang-ulang. Lalu kamu dapat memperoleh pengetahuan yang sifatnya spontanitas yang memungkinkan kamu – melalui perenungan pengetahuan spontanitas itu – dapat  memperoleh ilmu-ilmu yang sifatnya diusahakan.
La'allakum tasykuruuna (agar kamu bersyukur). Pemberian itu dimaksudkan  agar kamu bersyukur atas berbagai nikmat ini. Mensyukurinya berarti menggunakan nikmat pada jalan yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, misalnya dengan  mendengarkan firman Allah dan sabda Rasulullah, memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah, dan melakukan penyimpulan  yang menunjukkan keberadaan, keesaan, ilmu, dan kekuasaan-Nya. Barangsiapa yang menggunakan nikmat dengan menyalahi tujuan penciptaannya, maka dia telah mengingkari keagungan nikmat Allah Ta'ala dan telah mengkhianati amanat-Nya.

Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain dari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi kaum yang beriman. (QS. An-Nahl 16:79).
Alam yarauu ilath thairi (tidakkah mereka memperhatikan burung-burung). Tidakkah mereka memperhatikan burung sebagai sarana yang menunjukkan kekuasaan Allah Ta'ala?
Musakhkharaatin (yang dimudahkan terbang), yakni yang ditundukkan untuk terbang dengan sayap dan sarana lain yang diciptakan baginya. Tuntuan sifat burung  adalah jatuh, tetapi  Allah menaklukkannya sehingga dapat terbang.
Fi jawwis samaa-i (di angkasa bebas), yakni di udara yang tidak jauh dari bumi. Al-jawwu berarti udara.
 Maa yumsikuhunna (tidak ada yang dapat menahannya) di udara dari terjatuh.
Illallaahu (kecuali Allah) dengan kekuasaan-Nya Yang Maha Luas dan dengan pengaturan-Nya atas burung tersebut. Sesungguhnya berat tubuh burung  dan tipisnya  udara menghendakinya untuk  jatuh, tetapi udara bagi burung seperti air bagi perenang. Si penyelam membentangkan kedua tangannya dan menangkupkannya, segingga dia tidak tenggelam walaupun  tubuhnya itu berat dan  ringannya berat jenis air.
Inna fi zaalika (sesungguhnya pada yang demikian itu), yakni pada dimudahkannya burung untuk terbang seperti telah disebutkan.
La-aayaatin liqaumin yu`minuuna (benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi kaum yang beriman), yakni bagi kaum yang perilakunya adalah beriman. Pengkhususan  tanda-tanda kekuasaan bagi Kaum Mu`minin  karena merekalah yang dapat mengambil manfaat dari ayat itu.

Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan membawanya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim. Dan dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, sebagai alat-alat rumah tangga dan perhiasan sampai waktu tertentu. (QS. An-Nahl 16:80).
Wallaahu ja'ala lakum min buyuutikum (dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu) yang telah dikenal, yang kamu bangun dari kayu dan tanah.
Sakanan (sebagai tempat tinggal), yakni tempat yang kamu tinggali saat kamu tidak sedang bepergian.
Wa ja'ala lakum min juluudil an'aami (dan Dia menjadikan dari kulit-kulit binatang ternak). Al-an'aam jamak dari na'amun  sebagai istilah yang dikhususkan bagi empat jenis binatang, yaitu  unta, sapi, domba, dan kambing.
Buyuutan (rumah-rumah), yakni jenis lain dari rumah yang telah dikenal selama ini, yakni kemah, kubah, tenda, dan kanopi.
Tastakhiffuunahaa (kamu merasa ringan). Tastakhiffuunahaa berarti kamu mendapati jenis rumah ini ringan dalam membongkarnya, membawanya, dan memikulnya.
Yauma dza'nikum (saat kamu berjalan), yakni saat kamu melakukan perjalanan dan bepergian jauh.
Wa yauma iqaamatikum (dan saat kamu bermukim), yakni saat kamu tinggal.
Wa min ashwaafihaa wa aubaarihaa wa ays'arihaa (dan dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing), yakni Dia menjadikan bagimu dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing ...
Atsaatsaan (alat-alat rumah tangga), yakni benda-benda rumah tangga termasuk yang dipakai atau yang dihamparkan.
Wa mataa'an (dan perhiasan), yakni sesuatu yang dapat menyenangkanmu  untuk berbagai  macam kesenangan.
Ila hiinin (sampai waktu tertentu), yakni sampai rentang waktu tertentu, karena kepadatannya membuatnya awet dalam waktu yang cukup lama.

Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung. Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri. (QS. An-Nahl 16:81)
Wallaahu ja'ala lakum mimma khalaqa (dan Allah menjadikan bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan) yang belum pernah diciptakan sebelumnya.
Zhilaalan (tempat bernaung). Zhilaalan jamak dari zillun yang berarti perkara yang digunakan untuk bernaung.  Yakni segala sesuatu yang kamu gunakan untuk  bernaung dari panas seperti awan, pohon, gunung dan selainnya. Allah memberi karunia dengan naungan itu  karena  biasanya wilayah mereka berudara panas.
 Wa ja'ala lakum minal jibaali aknaanan (dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung). Aknaan jamak dari kinnun yang berarti tempat tinggal, yakni tempat yang kamu huni seperti lubang, goa, dan lorong.
Wa ja'ala lakum saraabiila (dan Dia menjadikan bagimu pakaian). Saraabiil jamak dari sirbaal yang berarti perkara yang dipakai. Yakni Dia menjadikan bagimu pakaian-pakaian yang terbuat dari kapas, rami, bulu domba, dan selainnya.
Taqiikumul harra (yang memeliharamu dari panas). Dingin tidak disebutkan karena panas telah menunjukkannya, sebab ia adalah lawannya.
Wa saraabiila (dan pakaian-pakaian), yakni baju besi.
Taqiikum ba`sakum (yang memelihara kamu dari bahaya) dan kepedihan yang ditimpakan oleh  sebagian kamu kepada yang lain dalam perang, baik melalui  pukulan maupun tusukan. Al-ba`su berarti bahaya, kematian,  dan  luka-luka dalam perang. Orang yang pertama membuat baju besi adalah Dawud as.   
Kazaalika (demikianlah), yakni seperti  penyempurnaan nikmat-nikmat  yang telah dikemukakan itulah ...
Yutimmu ni'matahu 'alaikum (Dia menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu), wahai kaum Quraisy.
La'allakum tuslimuuna (agar kamu berserah diri). Al-islam di sini bermakna berserah diri. Yakni, agar kamu memperhatikan nikmat yang telah diberikan kepadamu, baik nikmat lahir maupun nikmat batin, sehingga kamu mengetahui hak  Pemberi  nikmat lalu kamu beriman kepada-Nya semata.

Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan kepadamu hanyalah menyampaikan dengan terang. (QS. An-Nahl 16:82)
Fa`in tawallau (jika mereka tetap berpaling), yakni jika mereka berpaling dari Islam dan tidak menerima  keterangan,  pelajaran, dan  nasehat yang kamu sampaikan kepada mereka ...
Fa innamaa 'alaikal balaaghul mubiinu (maka sesungguhnya kewajibanmu adalah sebagai penyampai yang terang). Artinya, hal itu bukan karena keteledoranmu, sebab tugasmu adalah sebagai penyampai yang jelas, dan kamu telah melakukannya walaupun hal itu tidak membuat mereka  masuk Islam.

Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. An-Nahl 16:83). 
Ya'rifuuna (mereka mengetahui), yakni sebagian kaum musyrikin mengetahui.
Ni'matallaahi (nikmat Allah) yang dirinci  dalam surat ini dan mereka mengakui bahwa nikmat itu berasal dari Allah.
Tsumma yunkiruunahaa (kemudian mereka mengingkarinya) melalui berbagai perbuatan mereka, karena mereka menyembah selain Yang Maha Memberi nikmat.
Wa aktsaruhumul kaafiruuna (dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir), yakni orang-orang yang hatiny ingkar, tidak mengakui apa yang telah dikemukakan.

Dan ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir dan tidak pula mereka  dibolehkan meminta maaf. (QS. An-Nahl 16:84).
Wa yauma nab'atsu (dan pada hari Kami membangkitkan), yakni ingatlah wahai Rasul yang paling utama, pada hari Kami mengumpulkan, yakni hari kiamat.
Min kulli ummatin syahiidan (dari tiap-tiap umat saksi), yakni seorang nabi yang bersaksi bahwa  mereka telah beriman dan ta`at, dan dia pun  bersaksi bahwa sebagian yang lain  itu kafir dan durhaka.
Tsumma laa yu`zanu lillaziina kafaruu (kemudian tidak diizinkan bagi orang-orang kafir) untuk beralasan, karena tiada lagi  alasan bagi mereka.
Walaa hum yusta'tabuuna (dan mereka tidak dibolehkan meminta maaf), yakni mereka tidak diminta supaya meridhai, misalnya dikatakan kepada mereka, "Ridhalah terhadap Tuhanmu!" Mereka juga  tidak diminta  keridhaannya,  karena keridhaan hanya diraih melalui keimanan dan amal saleh, sedangkan akhirat merupakan  negeri pembalasan, bukan negeri untuk beramal dan melaksanakan kewajiban. Dan  dunia merupakan ladang akhirat.

Dan apabila orang-orang zalim melihat azab, maka tidak akan diringankan azab bagi mereka dan tidak pula diberi tangguh. (QS. An-Nahl 16:85).
Wa izaa ra-al laziina dzalamuu (dan apabila orang-orang zalim melihat), yakni apabila kaum kafir melihat.
Al-'azaaba (siksa) dan mereka layak mendapatkannya karena kezalimannya. Siksa itu adalah azab Jahannam. Mereka berteriak dan memohon kepada malaikat agar meringankan azab.
Fa laa yukhaffafuu 'anhum (namun mereka tidak meringankan) azab tersebut saat masuk ke dalam azab itu.
Walaa hum yundzaruuna (dan mereka tidak diberi tangguh), yakni tidak diberi sebelumnya untuk beristirahat.

Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan Allah melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau" Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kamu benar-benar orang-orang yang dusta" (QS. An-Nahl 16:86).
Wa`izaa ra-al laziina asyrakuu syurakaa-ahum (dan apabila orang-orang yang mempersekutukan itu melihat sekutu-sekutu mereka) berupa patung-patung yang dahulu mereka sembah.
Qaaluu rabbanaa haaulaa`i syurakaaunaa (mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka itulah sekutu-sekutu kami"), yakni tuhan-tuhan kami yang kami jadikan sebagai  sekutu.
Allazii kunnaa nad'uu min duunika (yang dahulu kami sembah selain dari Engkau), yakni kami menyembah mereka dengan melewatkan  penyembahan kepada Engkau. Ini merupakan pengakuan atas kesalahan mereka dalam hal itu.
Fa alqauu (lalu mereka melontarkan), yakni para sekutu melontarkan.
Ilaihimul qaula (kepada mereka ucapan). Allah Ta'ala menjadikan para sekutu itu dapat berbicara, lalu sekutu-sekutu itu menjawab mereka dengan mendustakan dan mengatakan kepada mereka …
Innakum (sesungguhnya kamu), hai kaum musyrikin.
Lakaazibuuna (benar-benar orang-orang yang dusta) tatkala mengatakan  bahwa kami adalah sekutu-sekutu Allah, karena kami tidak menyuruhmu menyembah kami.

Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (QS. An-Nahl 16:87).
Wa alqauu (dan mereka menyatakan), yakni kaum musyrikin melontarkan.
Ilallaahi yaumaizinis salama (ketundukannya kepada Allah pada hari itu). As-salam berarti ketundukan dan kepatuhan kepada hukum-Nya setelah menyombongkan diri dari-Nya ketika di dunia.
Wadhalla 'anhum (dan hilanglah dari mereka), yakni lenyap dan sirnalah.
Maa kaanuu yaftaruuna (apa yang mereka ada-adakan), yaitu bahwa Allah memiliki sekutu-sekutu; bahwa sekutu-sekutu itu akan menolong mereka dan memberi syafaat kepada mereka. Lenyapnya apa yang mereka ada-adakan terjadi pada saat sekutu-sekutu mendustakan mereka dan berlepas diri dari mereka.

Orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (QS.An-Nahl 16:87).
Allaziina kafaruu (orang-orang yang ingkar) dalam dirinya.
Wa shadduu (dan mereka menghalangi) orang lain.
'An sabiilillaahi (dari jalan Allah) dengan melarang mereka dari Islam, dan mendorong mereka kepada kekafiran.
Zidnaahum 'azaaban (Kami tambahkan kepada mereka siksaan), karena tindakan mereka menghalang-halangi.
Fauqal 'azaabi (di atas siksaan) yang layak mereka terima karena kekufuran mereka.
Bimaa kaanuu yufsiduuna (disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan), yakni Kami tambahkan siksaan kepada mereka karena mereka terus menerus berbuat kerusakan, yaitu selalu menghalang-halangi orang lain.

Dan ingatlah akan hari Kami membangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk dan rahmat, serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl 16:89).
Wa yauma nab'atsu (dan pada hari Kami membangkitkan). Penggalan ayat ini merupakan pengulangan ayat sebelumnya untuk mengulangi ancaman.
Fi kulli ummatin syahiidan 'alaihim (pada tiap-tiap umat saksi bagi mereka). Saksi itu adalah seorang nabi.
Min anfusihim (dari diri mereka sendiri), yakni saksi dari jenis mereka sendiri guna mematahkan dalih mereka.
Wa ji`naa bika syahiidan 'ala haa`ula`i (dan Kami datangkan kamu sebagai saksi bagi mereka), yakni bagi umatmu. Penggalan ini seperti  firman Allah, Maka bagaimana jika Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi dan Kami datangkan kamu sebagai saksi bagi mereka?
Wa nazzalnaa 'alaikal kitaaba (dan Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab) yang lengkap, yakni Al-Qur`an yang mulia.
Tibyaanan (sebagai penjelasan), yakni sebagai keterangan yang jelas.
Likulli syai`in (bagi tiap sesuatu)  yang berhubungan dengan berbagai urusan agama. Di antaranya urusan yang berhubungan dengan keadaan umat terdahulu dengan  nabi mereka.
Wa hudan (dan sebagai petunjuk)  yang lengkap.
Wa rahmatan (dan rahmat) bagi sekalian alam.
Wa busyra (dan kabar gembira) dengan mengabarkan surga.
Lilmuslimiina (bagi kaum muslimin) semata, bukan bagi selainnya.

Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi nasehat kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl 16:90).
Innallaaha ya`muru (sesungguhnya Allah menyuruh) di dalam Al-Qur`an.
Bil'adli (berbuat adil), yakni menyamakan hak di antara kamu secara proporsional, meninggalkan kezaliman, dan menyampaikan hak kepada yang berhak menerimanya.
Wal ihsaani (dan berlaku baik), yakni agar kamu melakukan amal kebaikan apa saja sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw., Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala sesuatu (HR. Muslim dan Ahmad).
Diriwayatkan ada seorang perempuan yang disiksa gara-gara dia mengurung  seekor kucing dan tidak memberinya makan hingga mati. Dan ada seorang perempuan yang dirahmat Allah dan diampuni dosanya karena memberi minum kepada seekor anjing yang kehausan dengan sepatunya.
Wa iita`i ziil qurbaa (dan memberi kepada kaum kerabat). Al-qurbaa bermakna kerabat, yakni memberikan harta yang dibutuhkan  kerabat  dan mendoakan mereka dengan kebaikan. Yang demikian itu termasuk ihsan.  Pemberian kepada kerabat disebutkan secara khusus untuk memperlihatkan kemuliaan silaturahmi dan mengingatkan keutamaannya. Ar-rahmu bermakna umum, yaitu menyangkut kerabat yang muhrim maupun yang bukan muhrim, ahli waris maupun yang bukan ahli waris. Mereka seperti  anak paman dan bibi dari pihak ayah dan anak paman dan bibi dari pihak ibu, dan selainnya. Memutuskan kasih sayang adalah haram dan pelakunya  pasti  mendapatkan murka Allah dan ditinggalkan malaikat pemberi rahmat. Praktik silaturahmi pasti  dapat memperbanyak rizki dan memanjangkan usia. Bentuk minimal silaturahmi ialah menyampaikan salam atau menitip salam.
Wa yanhaa 'anil fahsyaai (dan melarang dari perbuatan keji), yakni dari dosa-dosa yang keburukannya melampaui batas, baik berupa ucapan maupun perbuatan seperti berdusta, berbohong, meremehkan syariat, berzina, sodomi,  dan yang sejenisnya.
Walmunkari (dan kemungkaran), yakni  perbuatan yang diingkari oleh jiwa yang suci dan bersih, serta perbuatan yang tidak disukainya.
Wal baghyi (dan permusuhan). Al-baghyu berarti permusuhan, kezaliman, sombong terhadap orang lain,  bertindak zalim kepada mereka tanpa sebab,  mencari-cari aib dan rahasia orang lain, dan perbuatan lainnya.
Ya'idhukum (Dia menasehatimu) dengan menyuruhmu melakukan  berbagai kebaikan ini dan melarangmu dari berbagai kemunkaran seperti itu.
La'allakum tazakkaruuna (agar kamu mengambil pelajaran), yakni supaya kamu menerima nasehat, lalu kamu melaksanakan perintah  dan menjauhi larangan.  Dalam ayat ini Allah Ta'ala memerintahkan tiga perkara dan melarang tiga perkara. Pengetahuan generasi terdahulu dan generasi kemudian terhimpun  dalam enam perkara ini. Keenam perkara ini juga merupakan himpunan sifat terpuji dan tercela. Oleh karena itu, Ibnu Mas'ud ra. berkata, "Ayat ini merupakan ayat Al-Qur`an yang paling komprehensif dalam menghimpun kebaikan dan keburukan.” Dan oleh karena itu, ayat ini dibaca oleh setiap penceramah di mimbar pada akhir khutbahnya, agar menjadi nasehat yang mencakup semua aspek yang diperintahkan dan yang dilarang.

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, setelah meneguhkannya. Sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. An-Nahl 16:91)
Wa aufuu (dan tepatilah), yakni hendaklah selalu menepati.
Bi'ahdillaahi (perjanjian dengan Allah), yakni bai'at terhadap Rasulullah saw. untuk berpegang teguh pada agama Islam, karena ia merupakan janji kepada Allah Ta'ala sebagaimana ditegaskan firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang berbai'at kepadamu, tiada lain mereka itu berbai'at kepada Allah.
Perjanjian disebut dengan mubaaya'at karena mirip dengan tukar-menukar  harta. Lalu istilah ini digunakan secara  umum bagi setiap perjanjian yang ditetapkan manusia dengan usahanya, karena kekhususan sebab tidak meniadakan keumuman hukum.
Idzaa 'ahadtum (jika kamu berjanji), yakni jika kamu melakukan akad dan perjanjian. Al-'ahdu berarti akad dan perjanjian.
Wa laa tanqudhul aimaana (dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah) yang kamu ucapkan saat berjanji. Atau janganlah kamu melanggar sumpah.
Ba'da taukiidihaa (setelah meneguhkannya), yakni mengokohkannya dengan menyebut nama Allah dan memperkuatnya dengan nama-Nya.
Wa qad ja'altumullaaha 'alaikum kafiilan (sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu), yakni sebagai saksi yang mengawasimu. Ditafsirkan demikian karena al-kafiil berarti yang memperhatikan dan menjaga keadaan pihak yang dipantaunya.
Innallaaha ya'lamu maa taf'aluuna (sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan) berupa pelanggaran atas sumpah dan  perjanjian, lalu Dia akan membalasmu karena hal itu. Ketahuilah bahwa al-wafa berarti melaksanakan apa yang diwajibkan kepadamu, baik dengan penerimaan atau pun dengan nazar. 
Diriwayatkan dari sebagian theolog:  Jika kamu melihat seseorang yang diberi karamah, misalnya dia dapat berjalan di atas air dan terbang di udara, maka janganlah kamu tertipu olehnya sebelum kamu melihat bagaimana perilaku orang itu dalam  melaksanakan hukum-hukum Allah, menepati janji, dan mengikuti syariat.
 Ditanyakan kepada seorang ahli hikmah, “Perbuatan apakah yang harus aku lakukan agar aku meninggal sebagai muslim?” Dia menjawab, “Jangan bersama  dengan Allah kecuali dengan melaksanakan perintah-Nya, jangan bersahabat dengan makhluk kecuali dengan saling menasehati, jangan bersahabat dengan nafsu kecuali dengan menyalahi keinginannya, jangan menyertai setan kecuali dengan sikap permusuhan, dan janganlah bergaul dengan agama kecuali dengan menepatinya”.

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah itu hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (QS. An-Nahl 16:92)
Wa laa takuunuu (dan janganlah kamu), hai Kaum Mukminin, dalam membatalkan janji.
Kallatii (seperti orang yang), yakni seperti perempuan yang …
Naqadhat (menguraikan). An-naqdu berkaitan dengan rumah, tali, dan selainnya. Ia merupakan lawan dari mengikat, sebagaimana dikatakan dalam al-Qamus.                    
Ghazlahaa (benangnya). Ghazl adalah masdar yang berarti sesuatu yang dipintal seperti  bulu domba atau selainnya.
Min ba'di quwwatin (yang telah dipintal dengan kuat), yakni setelah benang itu diikat dan ditenun, lalu dia menjadikannya …
Ankaatsan (bercerai berai). Ankaats jamak dari nakts  yang berarti terurai,  baik berupa benang atau pun tali. Makna ayat: Wanita penenun menguraikan  anyamannya. Tujuan ayat ini menegaskan betapa  buruknya perbuatan membatalkan janji dengan menyerupakan keadaan orang itu dengan seorang perempuan yang linglung tanpa mengetahui tujuan. Ditafsirkan demikian karena  pada ayat itu terjadi penyerupaan dengan perbuatan yang tidak mungkin ada dalam dunia nyata. 
Tattakhidzuuna aimaanakum dakhalan bainakum (kamu menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu). Kamu  seperti  seorang perempuan yang merusak pintalannya, sedang kamu pun  menjadikan sumpahmu sebagai alat  penipu dan perusak di antaramu. Ad-dakhal berarti sesuatu yang dimasukkan ke dalam sesuatu, tetapi ia bukan merupakan bagian  darinya.
An takuuna ummatan (disebabkan adanya satu golongan), yakni disebabkan adanya golongan kaum Quraisy.
Hiya arbaa min ummatin (yang lebih banyak dari golongan lain), yakni golongan yang lebih banyak jumlahnya dan lebih berlimpah hartanya daripada Kaum Mukminin. Ini merupakan larangan bagi seseorang untuk  bersekutu dengan orang lain  yang apabila dia menjumpai  kaum lain yang lebih kaya dan lebih banyak jumlahnya, maka  dia meninggalkan sekutunya itu dan pergi kepada yang lebih menguntungkan.
Innamaa yabluukumullaahu bihi (sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu), yakni Dia memperlakukanmu dengan perlakukan sebagai orang yang diuji, untuk melihat apakah kamu memegang teguh tali perjanjian kepada Allah dan janji setia kepada rasul-Nya, ataukah kamu akan tertipu oleh banyaknya kaum Quraisy, kuatnya mereka, dan sedikitnya kaum mukminin dan lemahnya mereka? Kijang, walaupun seekor, lebih baik daripada sekawanan babi. Pasukan yang agung ialah yang berpegang pada kebenaran.
Dikatakan: Dajal disebut dajaal, karena ia menutupi bumi dengan jumlahnya yang banyak. Yang benar adalah ia berasal dari ad-dajl yang berarti pendusta, karena ia mengklaim sebagai tuhan, sedangkan ia pendusta dan pembuat dosa. Maka tidak mungkin ia  berada dalam kebenaran dan menjadi makhluk yang paling utama di bumi pada saat itu, karena Allah Ta'ala tidak melihat  berbagai bentuk rupa dan harta, melainkan melihat hati dan amal. Jika manusia memiliki hati dan  amal saleh, maka amal mereka pasti  diterima,  baik mereka itu memiliki rupa yang tampan  dan harta yang banyak, atau tidak.
Wa layubayyinanna lakum yaumal qiyaamati ma kuntum fihi takhtalifuuna (dan sesungguhnya pada hari kiamat akan dijelaskan kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan) di dunia. Dia akan  membalas amalmu dengan pahala dan hukuman. Ayat ini hendak memperingatkan dan menakut-nakuti orang yang menentang agama Islam dan agama kebenaran, karena penentangan  itu akan mengantarkannya kepada siksa yang abadi.

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat, tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (QS. An-Nahl 16:93).
Wa lau syaa`allaahu (dan seandainya Allah menghendaki). Masyi`ah berarti pemaksaan dan penekanan.
Laja'alakum ummatan waahidatan (niscaya Dia menjadikanmu satu umat saja), yang semuanya memeluk  Islam.
Wa lakin (dan tetapi) Dia tidak menghendaki hal itu karena bertentangan dengan tuntutan hikmah, tetapi …
Yudhillu man yasyaau (Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki) kesesatannya. Kesesatan diciptakan pada dirinya selaras dengan upayanya dalam mencurahkan ikhtiar yang parsial, yang menyebabkannya terjerumus ke dalam kesesatan tersebut.
Wayahdii man yasaau (dan Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki) untuk mendapat petunjuk-Nya selaras dengan ikhtiarnya dalam  memperoleh petunjuk tersebut. Jadi, kesesatan dan petunjuk dibangun di atas ikhtiar.
Wa latus-alunna (dan sesungguhnya kamu akan ditanya). Demi Allah, kamu  semua akan ditanya dengan pertanyaan celaan dan hukuman pada hari kiamat, bukan pertanyaan yang meminta informasi.
'Amma kuntum ta'maluuna (dari apa yang kamu kerjakan)  di dunia, berupa menepati dan melanggar janji dan sejenisnya.

 Dan janganlah kamu menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan karena kamu menghalangi dari jalan Allah. Dan bagimu azab yang besar. (QS. An-Nahl 16:94).
Wa laa tattakhizuu aimaanakum dakhalan bainakum (dan janganlah kamu menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antara kamu) untuk berbuat makar dan berkhianat.
Fatazilla qadamun (yang menyebabkan tergelincir kaki) kamu dari tujuan kebenaran, wahai Kaum Mukminin.
Ba'da tsubuutihaa (setelah kokohnya), yakni setelah kamu berdiri kokoh di atas kebenaran dan memegang teguh keimanan.
Watazuuquus suu`a (dan kamu merasakan kemelaratan) berupa siksa dunia.
Bimaa shadadtum (karena kamu telah menghalangi), yakni karena  kamu telah menghalang-halangi, menyimpang,  dan mencegah orang lain.
'An sabiilillaahi (dari jalan Allah). Barangsiapa melanggar bai’at dan murtad, berarti dia telah membuat contoh  buruk bagi yang lain.
Walakum (dan bagimu) di akhirat.
'Azaabun 'azhiimun (siksa yang besar), yakni siksa yang keras.

Dan janganlah kamu menukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit, sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. An-Nahl 16:95).
Wa laa tasytaruu bi'ahdillaahii (dan janganlah kamu menukar perjanjianmu dengan Allah), yakni janganlah kamu mengambil, sebagai imbalan atas perjanjianmu dengan Allah dan atas bai`atmu kepada Rasul-Nya, ...
Tsamana qaliilan (dengan harga sedikit), yakni janganlah kamu menukarkan perjanjian dan bai’at dengan imbalan  yang murah. Yang dimaksud dengan imbalan yang murah ialah  harta dunia yang disediakan dan dijanjikan kaum Quraisy kepada  kaum muslimin yang lemah dengan  syarat  mereka  murtad dari agama Islam.
Innama 'indallaahi (sesungguhnya apa yang ada disisi Allah), berupa pertolongan, yakni kemuliaan di dunia dan pahala di akhirat.
Huwa khairun lakum (ia lebih baik bagi kamu) daripada apa yang mereka sediakan bagi kamu.
In kuntum ta`lamuuna (jika kamu mengetahui), jika kamu termasuk orang-orang yang berilmu dan dapat membedakan. 

Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. An-Nahl 16:95).
Maa 'indakum (apa yang ada di sisimu) berupa harta dunia, walaupun jumlahnya itu banyak …
Yanfadu (akan lenyap),  maka ia akan habis dan lenyap.
Wa maa 'indallaahi (dan apa yang ada di sisi Allah) berupa aneka  macam rahmat-Nya yang tersimpan.
Baaqin (adalah kekal),  tidak akan lenyap.
Walanajziyanna (dan sesungguhnya Kami akan membalas). Demi Allah, Kami benar-benar akan memberi balasan.
Allaziina shabaruu (orang-orang yang bersabar) atas perlakuan menyakitkan yang ditimpakan oleh kaum musyrikin dan berbagai kesulitan dalam memeluk Islam, yang di antaranya adalah menepati janji dan kemiskinan.
 Ajrahum (pahala mereka) yang dikhususkan bagi mereka, karena kesabaran mereka dalam menghadapi  berbagai kesulitan yang disebutkan di atas.
Bi`ahsani ma kanuu ya'maluna (dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan), yakni Kami benar-benar akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka perbuat. Sesungguhnya Dia menyediakan bagi para hamba-Nya yang saleh apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl 16:97).
            Man 'amila shalihan (barangsiapa yang mengerjakan amal saleh), yakni amal  yang dilakukan karena Allah semata dan untuk mendapatkan keridhaan-Nya; amal yang tidak mengandung  pretensi dan riya.
Min zakari au untsaa (baik laki-laki maupun perempuan), yakni keadaan orang yang beramal itu laki-laki atau perempuan.
Wa huwa (sedang ia), yakni keadaan orang yang beramal tersebut.
Mu`minun (beriman). Allah  menyatukan amal dengan keimanan, karena amal orang kafir tidak  pantas mendapatkan pahala.
Falanuhyiyannahu hayatan thayyibah (maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik). Di dunia dia akan hidup dengan kehidupan yang baik, karena jika mendapat kelapangan, maka dia  akan menolong orang lain. Jika mendapat kesulitan, hidupnya akan tetap baik karena bersikap qana'ah dan ridha dengan pemberian Allah tersebut dan mengharapkan pahala yang besar di akhirat, seperti orang shaum yang siang harinya mencermati  berbagai nikmat Allah yang diberikan kepadanya pada malam hari. Berbeda dengan orang yang jahat, karena jika mendapat kesulitan, ia berontak. Dan jika mendapat kemudahan, maka bersikap  seraka dan merasa takut kehilangan harta, sehingga dia tidak dapat menikmati hidupnya.
Walanajziyannahum ajrahum bi ahsani maa kaanuu ya'maluuna (dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan), yakni Kami akan memberikan pahala yang khusus kepada mereka di akhirat disebabkan berbagai amal saleh yang telah mereka perbuat.
Diriwayatkan dari seorang sahabat Imam Ahmad bin Hambal ra. bahwa dia berkata, “Setelah Imam Ahmad meninggal, aku melihatnya dalam mimpi dia sedang berjalan dengan gaya yang sombong, lalu aku bertanya kepadanya, “Wahai saudaraku, gaya berjalan macam apakah ini?” Ahmad menjawab, “Gaya berjalan seorang pembantu yang menuju negeri keselamatan”. Lalu aku bertanya kepadanya, “Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?” Dia menjawab, “Allah telah mengampuniku dan memakaikan kepadaku dua sandal dari emas”. Allah berfirman, “Ini merupakan balasan atas pendapatmu bahwa Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan; Al-Qur`an  bukan makhluk.” Allah melanjutkan, “Hai Ahmad, tinggallah  di manapun kamu mau.” Lalu aku masuk surga. Ternyata di sana ada Sufyan Ats-Tsauri ra. memiliki dua sayap yang berwarna hijau. Dengan kedua sayapnya dia terbang dari pohon kurma yang satu ke pohon kurma lainnya sambil membaca ayat, Segala puji bagi Allah yang telah membuktikan kepada kita kebenaran janji-Nya dan mewariskan bumi kepada kita. Kita mendapatkan tempat di surga di mana saja yang kita kehendaki. Maka ia sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.”

Apabila kamu membaca Al-Qur`an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS. An-Nahl 16:98).
Fa idzaa qara`tal qur`aana (apabila kamu membaca Al-Qur`an), yakni apabila kamu hendak membacanya. Kehendak membaca diungkapkan dengan cara menyebutkan akibat dari sebab.
Fasta'diz billaahi (hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah), yakni hendaklah memohon kepada Allah Ta'ala agar Dia melindungimu dan menjagamu.
Minasy syaithani (dari setan) yang jauh dari kebaikan.
Ar-rajiimi (yang terkutuk), yakni yang dikutuk karena diusir dan dilaknat. Yakni dari bisikan-bisikan dan lintasan-lintasannya agar tidak membisikimu saat membaca Al-Qur`an.

Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (QS. An-Nahl 16:99)
Innahu (sesungguhnya ia), yakni setan.
Laisa lahu sulthaanun (tidak memiliki kekuasaan), yakni setan tidak memiliki otoritas dan kekuasaan.
 'Alal laziina amanuu wa 'ala rabbihim yatawakkaluuna (atas orang-orang yang beriman dan yang bertawakkal kepada Tuhan mereka), yakni kepada para wali Allah yang beriman dan bertawakkal kepada-Nya, karena bisikannya tidak akan mempengaruhi mereka.

Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (QS. An-Nahl 16:100).
Innamaa sulthaanuhu (sesungguhnya kekuasaannya), yakni otoritas dan kekuatan setan  dengan seruan-seruannya yang menghendaki  agar diikuti.
'Alal ladzina yatawallauna (atas orang-orang yang menjadikannya pemimpin), yakni atas mereka yang menjadikan setan sebagai pemimpin, yang menjawab seruannya,  dan yang menaatinya.
Walladziina hum bihi (dan atas orang-orang yang kepada-Nya), yakni kepada Allah SWT.
Musyrikuuna (mempersekutukan). Setan menyeret mereka agar menyekutukan Allah.
Pengkhususan meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk saat membaca Al-Qur`an memiliki beberapa makna dan faidah.
Pertama, agar pembaca menyadari keberadaan setan dan menafakuri urusannya, bahwa ia menjadi setan yang terkutuk karena berbuat fasik terhadap perintah Tuhannya, menolak untuk bersujud kepada Adam, dan bersikap sombong, sehingga ia termasuk  makhluk yang kafir. Maka, seseorang diperingatkan dengan hal itu saat dia membaca Al-Qur`an dan  menyucikan niatnya sebelum membacanya bahwa dia akan melaksanakan  apa yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur`an dan menjauhi larangan  yang dicegah-Nya demi memelihara  diri dari penentangan, karena pada penentangan terdapat pengusiran dan laknat, kefasikan dan kekufuran, dan karena penentangan  menyeret manusia ke tempat  yang kekal di neraka.
Kedua, karena seorang hamba tidak terbebas dari perkataan dan berbagai bisikan jiwa; dari hasutan dan bisikan setan. Hatinya tentu akan tergoda  karena hal itu,  sehingga dia tidak menemukan lezatnya firman Allah. Lalu Allah menyuruhnya meminta perlindungan kepada-Nya, menyucikan jiwanya, dan membersihkan hatinya dari bisikan-bisikan setan, agar dia disinari dengan cahaya Al-Qur`an.
Ketiga, karena dalam setiap kata dalam Al-Qur`an yang difirmankan Allah Ta'ala terdapat berbagai petunjuk, makna, dan kebenaran yang tidak dipahami kecuali oleh hati yang suci dari kekotoran bisikan dan hasutan setan; hati yang harum dengan kebaikan dan kebenaran jiwa. Yang demikian itu tersimpan dalam permohonan perlindungan kepada Allah. Lalu Allah memerintahkan hal itu agar pembaca mendapatkan pemahaman.
Diriwayatkan dari Jabir bin Muth'im, dia berkata: Aku melihat Rasulullah saw. berdoa, “Allah Maha Besar sebesar-besarnya, dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya pujian, Maha Suci Allah pada saat pagi dan sore, aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari tiupannya, sihirnya, dan umpatannya”.

Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada saja" bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. An-Nahl 16:101).
Wa izaa baddalnaa (dan apabila Kami letakkan). Penerjemah Al-Qur`an, Ibnu Abbas ra., berkata, "Jika diturunkan sebuah ayat kepada Rasulullah saw. dan surat itu mengandung kesulitan, maka para sahabat menerima ayat tersebut dan mengamalkan apa yang dikehendaki Allah untuk mereka amalkan, lalu hal itu menyulitkan mereka, maka Allah menghapus kesulitan tersebut dan mendatangkan ayat  yang lebih lembut  dan lebih mudah bagi mereka daripada ayat sebelumnya, sebagai rahmat dari Allah Ta'ala.
Lalu kaum kafir Quraisy berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Muhammad telah menyihir para sahabatnya. Hari ini dia menyuruh mereka dengan suatu perintah, lalu besok  melarangnya seraya mendatangkan ayat  yang lebih mudah bagi mereka. Dia hanyalah orang yang mengada-ada yang berkata secara spontan.”
 Makna ayat: sesungguhnya jika Kami menurunkan sebuah ayat Al-Qur`an pada tempat ayat lainnya, dan menjadikannya sebagai pengganti dari ayat terdahulu  dengan menasakhnya.
 Wallaahu a'lamu bi maa yunazzilu (dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya). Penggalan ayat ini merupakan aposisi antara fi'il syarat dan jawab-nya, yang bertujuan mencela orang kafir atas ucapan mereka dan memperingatkan kerusakan pikiran mereka. Makna ayat: Aku mengetahui ayat yang pertama diturunkan dan ayat yang menggantinya. Ayat itu berkenaan dengan hukum-hukum dan syariat yang merupakan kemaslahatan. Pemelihara segala sesuatu mengetahui bahwa  sesuatu yang menjadi kemaslahatan pada suatu saat, menjadi kerusakan pada saat lain, lalu Dia menghapusnya dan menggantinya dengan ayat yang lebih  maslahat bagi makhluk-Nya.
Qaaluu (mereka berkata), yakni kaum kafir berkata.
Innamaa anta muftarin (sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada) terhadap Allah dan membuat kebohongan.
Bal aktsaruhum laa ya'lamuuna (bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui) bahwa Allah memerintahkan segala sesuatu dengan  memperhatikan kemaslahatan para hamba-Nya.

Katakanlah, "Ruhul Qudus menurunkan Al-Qur`an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl 16:102).
Qul (katakanlah),  sebagai bantahan atas ucapan mereka.
Nazzalahu (telah  menurunkannya), yakni telah menurunkan Al-Qur`an.
Ruuhul qudusi (Ruhul Qudus), yakni ruh yang bersih dan suci dari berbagai  kotoran kemanusiaan. Ia adalah Jibril as.
Min rabbika (dari Tuhanmu), yakni dari yang menguasaimu dan mengurus urusanmu.
Bilhaqqi (dengan benar), yakni Dia menurunkannya  dengan membawa kebenaran yang kokoh, yang sesuai dengan tuntutan hikmah. Penggalan ini menunjukkan bahwa penghapusan itu merupakan  kebenaran.
Liyutsabbita (agar Dia meneguhkan), yakni agar Allah Ta'ala mengokohkan.
Allaziina aamaanuu (orang-orang yang beriman) dalam mempercayainya sebagai firman-Nya, sebab jika mereka mendengar ayat yang menghapus dan mentadaburi terpeliharanya berbagai kemaslahatan  yang sesuai dengan keadaan mereka, niscaya  keyakinan mereka akan semakin kokoh dan hati mereka akan tenteram terhadap kebijaksanaan Allah. Dia tidak akan melakukan sesuatu melainkan  hikmah dan kebenaran.
Wa hudan (dan petunjuk) dari kesesatan.
Wa busyra (dan kabar gembira) dengan surga.
Lilmuslimiina (bagi kaum muslimin) yang tunduk kepada berbagai hukum Allah  Ta'ala. Penurunan ayat yang me-nasakh itu  untuk meneguhkan keimanan mereka dan sebagai petunjuk serta kabar gembira.

Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur`an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya, padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan bahwa Muhammad belajar kepadanya adalah bahasa asing, sedangkan Al-Qur`an adalah bahasa Arab yang terang. (QS. An-Nahl 16:103).
Wa laqad na'lamu (dan sesungguhnya Kami mengetahui). Ibnu Hajib menegaskan  bahwa para mufassir mengalihkan makna qad yang masuk ke fi'il mudhari dari makna  kadang-kadang ke makna sungguh-sungguh, sebagaimana kata rubbamaa yang masuk pada fi'il mudhari dialihkan dari makna kadang-kadang ke makna benar-benar.
Annahum (bahwa mereka), yakni kaum kafir Mekah.
Yaquuluuna innamaa yu'allimuhu (mereka berkata, "Sesungguhnya ia diajarkan), yakni Al-Qur`an diajarkan oleh ...
Basyarun (manusia), yakni diajarkan oleh seseorang di antara manusia yang mengetahui bahasa Ibrani, dan bukan malaikat yang menurunkan wahyu dari langit kepadanya.
Diriwayatkan dari 'Ubaid bin Maslimah, dia berkata, "Kami mempunyai dua orang budak Nashrani. Salah satunya bernama Yasar dan yang satu lagi bernama Jabar. Mereka membaca kitab mereka yang ditulis dengan bahasa mereka sendiri. Rasulullah saw. melewati mereka dan mendengarkan bacaan mereka. Lalu kaum musyrikin berkata, "Dia belajar dari kedua budak itu". Lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat di atas.
Lisanul laziina yulhiduuna ilaihi a'jamiyyun (bahasa orang yang mereka tuduhkan kepadanya adalah bahasa asing). Al-a'jamii adalah orang yang tidak fasih berbahasa Arab, walaupun dia orang Arab. Al-'ajammi dinisbahkan kepada orang asing walaupun dia fasih berbahasa Arab. Makna ayat: bahasa seseorang yang dikatakan oleh kaum kafir bahwa bahasanya itu tidak benar, lalu mereka  menuding bahwa dia  telah mengajarkan bahasa asing yang rancu itu kepada Muhammad.
Wa hazaa (dan ini), yakni Al-Qur`anul karim ini.
Lisaanun 'arabiyyun mubiinun (bahasa Arab yang terang), jelas,  dan  tidak mengandung kerancuan. Jadi,  bagaimana mungkin Al-Qur`an yang seperti ini  berasal dari bahasa asing? Makna ayat: sesungguhnya Al-Qur`an adalah mukjizat dilihat dari susunan ayatnya,  juga merupakan mukjizat dilihat dari segi  maknanya, karena ia mencakup pemberitaan  hal-hal ghaib. Jika mereka menganggap bahwa seorang manusia telah mengajarkan maknanya kepada Muhammad, maka bagaimana mungkin dia mengajarkan susunan  yang tidak dapat dibuat oleh siapa pun dari penghuni dunia ini.

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An-Nahl 16:104).
Innallaziina la yu`minuuna bi ayatillahi (sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah), yakni tidak membenarkan bahwa ia berasal dari sisi Allah.
Laa yahdiihimullaahu (Allah tidak akan memberi mereka petunjuk)  ke jalan keselamatan yang menunjukkan dan  mengantarkan mereka kepada tujuan.
Walahum (dan bagi mereka) di akhirat.
'Azaabun alimun (siksa yang pedih), yang menyengsarakan dan menyakitkan.

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl 16:105).
Innamaa yaftaril kaziiba (sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan). Menjelaskan mengada-adakan dengan kebohongan dimaksudkan untuk menyangatkan  dalam menjelaskan keburukan perbuatan itu.
Allaziina laa yu`minuuna bi ayaatillaahi (orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah). Penggalan ayat ini merupakan bantahan atas ucapan mereka, Kamu adalah orang yang mengada-ada. Makna ayat:  sesungguhnya  perbuatan mengada-adakan kebohongan hanya pantas dinisbatkan kepada orang yang tidak beriman, karena dia tidak mewaspadai  hukuman yang dapat menimpa dirinya, lalu dia menahan diri dari perbuatan itu. Adapun orang yang beriman kepada ayat itu dan takut terhadap hukuman yang dikemukakan ayat tersebut,  maka dia tidak mungkin  mengada-adakan kebohongan yang bersumber  dari dirinya.
Wa ula`ika (dan mereka itulah), yakni orang-orang yang disifati dengan tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.
Humul kadzibuna (orang-orang yang pendusta) secara hakiki bukan berdasarkan perkiraan. Berbeda dengan Rasulullah saw., karena keadaannya itu kebalikan dari mereka. Al-kaazibuuna berarti orang-orang yang sempurna kebohongannya, karena tidak ada kebohongan yang paling besar daripada mendustakan ayat-ayat Allah dan mencelanya dengan contoh-contoh yang batil.

Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan. Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya kepada kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahl 16:106).
Man kafara billaahi (barangsiapa yang kafir kepada Allah), yakni dia mengucapkan  kata-kata yang menimbulkan kekafiran.
Min ba'di imanihi (setelah dia beriman) kepada Allah Ta’ala, seperti Ibnu Khathal, Tu'mah, Muqayyas dan yang lainnya.
Illa man ukriha (kecuali orang yang dipaksa), yakni dipaksa untuk mengatakan kekafiran, sedang dia mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau salah seorang dari anggota keluarganya. Penggalan ini merupakan pengecualian dari  ketentuan pihak yang terkena hukuman kemurkaan dan siksaan.
Wa qalbuhu muthmainnun bil imani (sedangkan hatinya tenteram dalam keimanan), yakni keadaan hatinya tenteram dalam keimanan, dan keyakinannya tidak berubah.
Walakin man (tetapi orang yang), yakni orang yang tidak seperti itu, tetapi …
Syaraha bil kufri shadran (melapangkan dadanya kepada kekafiran), yakni dia meyakininya dan hatinya merasa nyaman dengan kekafiran itu.
Fa'alaihim ghadhabun (maka bagi mereka kemurkaan) yang besar.
            Minallaahi (dari Allah) di akhirat.
Wa lahum 'adzabun 'azhimun (dan bagi mereka siksa yang besar). Al-'azaab dan al-'iqaab berarti rasa sakit yang hebat.
Ibnu Abbas berkata: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ammar ra. Kaum kafir Quraisy menangkapnya berikut kedua orang tuanya, Yasir dan Sumayyah, lalu mereka menyiksa ketiga orang ini  agar murtad. Namun kedua orang tuanya menolak, lalu mereka mengikat Sumayyah dengan dua unta yang berlawanan arah, kemudian ditarik.  Setelah itu mereka menusuk jantungnya dengan bayonet hingga dia tewas. Mereka pun membunuh Yasar. Inilah dua orang yang pertama kali gugur dalam Islam.
Adapun Ammar, dia adalah orang yang lemah badannya dan tidak mampu menahan siksa, sehingga dia mengucapkan dengan lisannya apa yang mereka paksakan kepadanya, yakni mencaci Nabi saw. dan memuji-muji berhala dengan kebaikan. Lalu para sahabat berkata, "Hai Rasulullah, sesungguhnya Ammar telah kafir." Nabi saw. menjawab, "Sekali-kali tidak, sesungguhnya Ammar dipenuhi dengan keimanan dari ujung rambut hingga telapak kakinya, dan keimanan telah bercampur dengan darah dan dagingnya." 
Lalu Ammar mendatangi Rasulullah sambil menangis. Beliau bertanya kepadanya, "Bagaimanakah keadaan hatimu pada saat itu?” Ammar menjawab, "Keadaan hatiku  tenteram dalam keimanan." Beliau berkata, "Jika mereka kembali memaksamu, maka ulangilah apa yang pernah kamu katakan kepada mereka ."
Kasus di atas merupakan dalil tentang dibolehkannya mengucapkan  kata-kata kekafiran pada saat dipaksa dan diintimidasi. Namun lebih utama adalah menghindarinya dan bersabar atas siksaan dan pembunuhan, sebagaimana yang dilakukan kedua orang tua ‘Amar.
Juga diriwayatkan bahwa Musailamah Al-Kadzab menangkap dua orang laki-laki. Dia bertanya kepada salah seorang dari mereka, "Apa yang kamu katakan tentang Muhammad?” Orang itu menjawab, "Dia adalah Rasulullah." Dia bertanya lagi, "Apa yang kamu katakan tentang aku?” Orang itu menjawab, "Kamu pun demikian." Maka Musailamah membebaskannya. Dia bertanya kepada yang satu lagi, “Menurutmu, siapakah Muhammad itu?” Dia menjawab, “Dia adalah Rasul Allah.” Dia bertanya, “Lalu, menurutmu, siapakah aku?” Dia menjawab, “Aku bisu.” Musailamah mengulangi pertanyaannya tiga kali, dan jawabannya pun tetap sama. Maka dia membunuhnya.
Kemudian sampailah peristiwa itu kepada Rasulullah saw., maka beliau berkata, "Adapun orang yang pertama, maka dia telah memanfaatkan  keringanan dari Allah, sedangkan yang kedua, dia telah berbicara dengan terus terang.  Selamat! Dia mendapatkan surga."
Dalam sebuah hadits ditegaskan, Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di depan penguasa yang zalim (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Perbuatan demikian dikategorikan jihad yang paling utama, karena barangsiapa yang berjihad melawan musuh, dia berada antara  rasa takut dan harap, dan dia tidak tahu apakah akan menang atau kalah. Adapun  yang berjihad di depan penguasa, maka  penguasa itu mendominasi  dan menguasai dirinya. Karena itu,  jika orang tersebut mengatakan kebenaran dan menyuruhnya kepada kebaikan, berarti dia telah menjurumuskan dirinya ke dalam  kerusakan. Maka perbuatan demikian  menjadi jenis jihad yang paling utama, karena dominannya  rasa takut.

Yang demikian itu disebabkan karena mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat. Dan sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. (QS. An-Nahl 16:107).
Dzaalika (yang demikian itu), yakni kafir setelah beriman.
Bi`annahum (karena mereka), yakni disebabkan karena mereka.
Istahabbuu (lebih mencintai), yakni lebih mengutamakan. Mentransitifkan al-istihbab dengan 'ala karena ‘ala  mengandung makna mengutamakan.
Al-hayaatad dunya 'alal akhirati wa annallaaha laa yahdii (kehidupan dunia daripada akhirat, dan sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk) kepada keimanan dan kepada apa yang pasti akan membuahkan keteguhan pada keimanan.
Al-qaumal kaafiriina (kaum yang kafir). Maka Dia tidak melindungi mereka dari perbuatan yang menyimpang dan dari perbuatan yang membuahkan kemurkaan dan siksa yang besar dari Allah.

Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. An-Nahl 16:108).
Uula`ika (mereka itulah), yakni orang yang disifati dengan berbagai keburukan yang telah disebutkan.
Allaziina thaba'allaahu 'ala quluubihim wa sam'ihim wa abshaarihim (orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya), yakni Dia menutupinya, sehingga cahaya dan keimanan tidak dapat masuk ke dalam dirinya.
Wa ul`aika humul ghaafiluuna (dan mereka itulah orang-orang yang lalai), yakni yang tenggelam dalam kelalaian.

Tidak diragukan lagi bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi. (QS. An-Nahl 16:109).
Laa jarama annahum fil aakhirati humul khaasiruuna (tidak diragukan lagi bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi), yakni telah pasti bahwa mereka adalah orang-orang yang penuh dengan kerugian pada hari kiamat, karena mereka telah menyia-nyiakan umurnya  dan menggunakannya untuk mendapatkan siksa yang abadi.

Kemudian sesungguhnya Tuhanmu pelindung bagi orang-orang yang berhijrah setelah menerima cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar. Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16:110).
Tsumma inna rabbaka (kemudian sesungguhnya Tuhanmu). Qatadah berkata, "Tatkala Allah menurunkan ayat bahwa Dia tidak  akan menerima keislaman dari penduduk Mekkah sehhingga mereka berhijrah, maka penduduk Madinah berkirim surat kepada para sahabatnya yang tinggal Mekkah. Tatkala ajakan itu sampai,  mereka pun berangkat ke Madinah. Namun,  kaum musyrikin mengejar dan membunuh mereka. Maka di antara mereka ada yang terbunuh dan ada pula  yang selamat. Lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat ini.
Lillaziina haajaruu (bagi orang-orang yang berhijrah) ke negeri Islam. Mereka adalah Ammar, Shuhaib, Khabab, Salim, Bilal, dan selain mereka.
Min ba'di maa futinuu (setelah mereka mendapatkan cobaan), yakni mereka disiksa supaya murtad dan dipaksa supaya melafalkan kata-kata kekafiran, lalu mereka mengatakan apa yang disukai kaum kafir, sedang hati mereka tetap tentram dalam memeluk Islam …
Tsumma jaahaduu (lalu mereka berjihad) di jalan Allah.
Wa shabaruu (dan mereka bersabar) atas kesulitan-kesulitan jihad.
Inna rabbaka min ba'dihaa (sesungguhnya Tuhanmu, setelah itu), yakni setelah berhijrah, berjihad, dan bersabar.
Laghafuurun (benar-benar Maha Pengampun), yakni benar-benar Maha Menutupi  dan  menghapus aneka kesalahan  yang telah  mereka lakukan.
Rahiimun (Maha Penyayang). Dia memberi nikmat kepada mereka, setelah itu, dengan surga sebagai balasan atas berbagai perbuatan yang terpuji dan berbagai perilaku yang   diridhai.

Pada hari ketika tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. An-Nahl 16:111).
Yauma ta`ti kullu nafsin (pada hari ketika tiap-tiap diri datang). Yauma di-nashab-kan dengan uzkur (ingatlah). Yang dimaksud dengan hari adalah hari kiamat.
Tujadilu 'an nafsihaa (untuk membela dirinya sendiri). Kepada sosok sesuatu dikatakan nafsuhu dan kepada selainnya dikatakan ghairuhu. Makna ayat: ingatlah hai Muhammad, ketika setiap manusia datang untuk membela  dan mempertahankan dirinya sendiri. Dia berusaha membebaskan dirinya dengan berdalih Dia tidak memperhatikan urusan selainnya, lalu dia berkata, "Diriku, diriku".  Hal itu terjadi saat neraka jahannam mengeluarkan nafasnya sekali. Maka tiada malaikat muqarrabin dan tiada pula nabi yang diutus, melainkan dia berlutut, termasuk  Khalilur Rahman as. Dia berkata, Rabbi nafsii, yakni aku mengharapkan keselamatan diriku.
Wa tuwuffiya kullu nafsin (dan disempurnakan setiap jiwa) yang baik atau yang jahat. Yakni diberikan dengan sempurna dan lengkap.
 Maa 'amilat (apa yang telah dikerjakan), yakni balasan atas apa yang telah dilakukannya.
Wa hum laa yuzlamuuna (sedangkan mereka tidak dianiaya), yakni  pahala mereka tidak dikurangi, tidak dihukum tanpa kesalahan yang memastikannya mendapat hukuman, dan tidak ditambah hukuman mereka dengan ditambahkannya dosa mereka.

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat. (QS. An-Nahl 16:112).
Wa dharaballaahu matsalan qaryatan (dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri), yakni kisah penduduk negeri yang berada di negeri orang-orang dahulu, yaitu negeri  Elia sebagaimana dikatakan dalam Al-Kawasyi. Elia adalah negeri yang terletak antara Yanbu' dan Mesir. Makna ayat: Dia menjadikan penduduknya sebagai perumpamaan bagi penduduk Mekah dan bagi  kaum lain yang diberikan nikmat oleh Allah. Lalu kenikmatan itu menyebabkan mereka sombong, sehingga mereka berbuat seperti yang telah mereka perbuat. Maka Allah mengganti kenikmatan dengan bencana.
Kanat aminatan (dahulunya aman), yakni  aman dari semua perkara yang menakutkan.
Muthma`innatan (tenteram). Mereka tidak berpindah dari negerinya ke tempat lain karena keindahannya.
Ya`tihaa rizquhaa (rizkinya datang kepadanya), yakni makanan pokok penduduknya. Penggalan ini merupakan sifat kedua bagi negeri tersebut.
Raghadan (melimpah ruah), leluasa.
Min kulli makaanin (dari segenap tempat). Dari berbagai penjurunya, baik dari darat maupun laut.
Fakafarat (lalu ia kafir), yakni penduduknya kafir.
Bian'umillaahi (terhadap nikmat-nikmat Allah), terhadap berbagai nikmat-Nya. An'um jamak dari ni'mat. Yang dimaksud dengannya adalah nikmat rizki dan rasa aman yang terus menerus.
Fa`azaqahaallaahu (lalu Allah merasakan kepadanya). Yakni Dia merasakan berbagai macam kesengsaraan dan cobaan kepada penduduknya. Makna asal ­az-zauq adalah merasai sesuatu dengan mulut, kemudian kata ini dipinjam untuk mengungkapkan  cobaan dan ujian yang dirasakan.
Libaasal juu'i (pakaian kelaparan) sehingga mereka memakan bangkai. Jika dikatakan, "Bagaimana mungkin lapar dikatakan pakaian?” Dijawab:  Karena rasa lapar menampakkan  kekurusan, kepucatan, dan sempitnya  keadaan. Hal  ini seperti pakaian.
Wal khaufi (dan ketakutan). Dampak kelaparan dan ketakutan diserupakan dengan pakaian yang menutupi pemakainya. Lalu kata lapar  dikenakan  kepada  bencana yang hebat secara umum.
Bimaa kaanuu yashna'uuna (disebabkan apa yang mereka perbuat) berupa kekafiran yang sebelumnya mereka lakukan. Kemudian Dia menjelaskan bahwa kekafiran atas berbagai nikmat yang mereka perbuat itu bukan hanya didasarkan tuntutan akalnya, melainkan  juga ditambah dengan menentang hujjah Allah kepada makhluk. Maka  Dia berfirman,

Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS. An-Nahl 16:113).
Wa laqad jaa-ahum (dan sesungguhnya telah datang kepada mereka), yakni kepada penduduk negeri tersebut.
Rasuulun minhum (seorang rasul dari mereka), yakni dari jenis mereka sendiri. Mereka mengenal asal-usul dan nasabnya. Lalu Rasul itu menjelaskan kepada mereka kewajiban mensyukuri nikmat, dan memperingatkan mereka akibat yang buruk dari kekafiran.
Fakazzabuuhu (lalu mereka mendustakannya), yakni mendustakan risalah Rasul itu.
Fa-akhazahumul `azaabu (maka  mereka dimusnahkan azab). Mereka dibinasakan  sampai ke akar-akarnya, setelah mereka merasakan secuil dari azab itu.
Wa hum dzaalimuuna (dan mereka adalah orang-orang yang zalim), yakni keadaan mereka zalim karena kafir dan mendustakan. Mereka mengganti syukur dengan kufur dan mengganti sikap membenarkan dengan mendustakan.
Ibnu Abbas berkata: Perumpamaan ini ditujukan bagi penduduk Mekah karena mereka berada di tanah haram yang aman, sedangkan di  sekeliling mereka terdapat para penyamun. Namun di hati mereka tidak terlintas bayangan dari ketakutan. Berbagai macam buah-buahan didatangkan ke Mekah. Dan telah datang pula pada mereka seorang Rasul  dari kalangan mereka sendiri, lalu mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah dan mendustakan Rasulullah saw. Kemudian doa Nabi saw. menimpa mereka. Beliau bersabda, "Ya Allah, bantulah aku untuk mengalahkan mereka dengan tujuh tahun kelaparan seperti tujuh tahun  yang diberikan kepada Yusuf".
Maka Allah menimpakan kekeringan dan kekurangan pangan kepada mereka,  sehingga mereka memakan bangkai,  anjing yang mati, kulit, tulang yang dibakar, dan  bulu  yang dicampur dengan darah, lalu dibakar. Bahkan salah seorang dari mereka  melihat seolah-olah ada kabut  antara bumi dan langit,  karena rasa lapar yang menderanya.

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS. An-Nahl 16:114).
Fakuluu mimmaa razaqakumullaahu (maka makanlah dari apa yang dirizkikan Allah kepadamu). Wahai penduduk Mekkah, jika telah jelas kepadamu keadaan orang yang mengingkari berbagai nikmat Allah, yang mendustakan Rasul-Nya, dan apa yang menimpa mereka disebabkan hal tersebut, maka  hentikanlah  perbuatan mengingkari nikmat dan mendustakan Rasul agar apa yang telah menimpa  mereka tidak menimpa kepadamu. Ketahuilah hak dari  nikmat Allah, dan makanlah  rizki Allah berupa palawija, binatang ternak, dan selainnya yang keadaannya …
Halaalan thayyiban (yang halal dan baik), yakni yang lezat dan yang disukai olehmu. Hentikanlah perbuatan mengharamkan unta bahirah  dan  jenis makanan lainnya yang kamu ada-adakan.
Wasykuruu ni'matallaahi (dan bersyukurlah atas nikmat Allah), yakni  ketahuilah kebenarannya dan jangan menghadapinya dengan keingkaran.
In kuntum iyyaahu ta'buduuna (jika kamu hanya kepada-Nya menyembah), yakni jika kamu menaati-Nya dan menghendaki keridhaan-Nya.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16:115).
Innamaa harrama 'alaikumul maitata (sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai), yakni mengharamkan memakannya. Bangkai adalah binatang yang tidak sempat  disembelih.
Wad dama (dan darah) yang mengalir dari tenggorokan binatang. Adapun darah yang bercampur dengan daging, maka ia dibolehkan, tetapi sebaiknya  daging itu dicuci terlebih dahulu.
Wa lahmal khinziiri wa maa uhilla lighairillaahi bihi (daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah), yakni mengeraskan suara saat menyembelihnya atas nama berhala. Yang demikian itu merupakan perbuatan orang-orang jahiliyyah yang menyebutkan lata dan uzza saat menyembelih. Artinya,  Dia hanya mengharamkan hal-hal di atas. Dia tidak mengharamkan binatang bahirah, sa`ibah, dan  selainnya yang dianggap haram oleh mereka.
Famanidhthurra (maka barangsiapa yang terpaksa). Al-idhthiraar berarti membutuhkan sesuatu. Idhtharrahu ilaihi berarti membutuhkannya dengan terpaksa, lalu dia memakannya sedikit  sedang dia …
Ghaira baaghin (dengan tidak dianiaya), yakni karena dipaksa orang lain.
Wa laa 'aadin (dan tidak melampaui batas), yakni melampaui kadar keperluan dan hanya untuk mengusir rasa lapar.
Fa innallaaha ghafuurun rahiimun (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang), yakni Dia tidak menyiksanya karena hal itu.
Dalam Al-Asybah disebutkan: Diringankan bagi orang yang sakit untuk berobat dengan perkara  najis dan khamr. Hal ini didasarkan atas salah satu dari dua pendapat yang ada. Qadikhan memilih pendapat yang  tidak memberikan keringanan untuk berobat dengan najis. Namun, ulama sepakat dibolehkannya meminum khamr jika makanan  tersekat di kerongkongan. Dokter juga boleh melihat pasien hingga auratnya,  kemaluan,  dan  duburnya.
Al-Faqih Abu Laits ra. berpendapat bahwa seseorang hendaknya  mengetahui ilmu kedokteran sebatas untuk dapat menjaga dirinya dari apa yang memadharatkan badannya.

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah tidak akan beruntung. (QS. An-Nahl 16:116).
Wa laa taquuluu (dan janganlah kamu mengatakan), hai penduduk Mekkah.
Lima tashifu alsinatukum (terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu), yakni janganlah kamu mengatakan tentang binatang yang kamu katakan halal dan haram, dengan perkataanmmu, "Apa yang ada dalam perut binatang-binatang ternak ini murni bagi para lelaki kita dan haram bagi istri-istri kita" tanpa menata penjelasan tersebut melalui pengamatan dan pemikiran, apalagi  penyandaran kepada wahyu atau didasarkan atas qiyas.
Al-kaziba (kedustaan). Al-kaziba di-nashab-kan dengan laa taquuluu. Dan firman Allah Ta'ala …
Hazaa halaalun wa hazaa haraamun (ini halal dan ini haram) sebagai badal (keterangan pengganti)  dari al-kadziba. Makna ayat: janganlah kamu mengatakan bahwa ini halal dan itu haram terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu dengan halal dan haram. Keberadaan ucapan itu sebagai dusta didahulukan, lalu diberi keterangan pengganti dengan “ini halal dan itu haram”, dimaksudkan untuk menyangatkan pernyataan.
Litaftaruu 'alallaahil kaziba (untuk mengada-adakan kedustaan terhadap Allah), karena sumbu kehalalan dan keharaman hanyalah berdasarkan perintah Allah.
Innal laziina yaftaruuna 'alallaahil kaziba (sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah) dalam  urusan apa saja.
Laa yuflihuuna (mereka tidak akan beruntung), yakni mereka tidak akan berhasil meraih tujuan dengan perbuatan mengada-ada  yang mereka lakukan.

Kesenangan yang sedikit. Dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An-Nahl 16:117).
Mata'un qaliilun (kesenangan yang sedikit).  Manfaat dari perbuatan jahiliyyah yang mereka lakukan hanyalah  sedikit dan akan segera habis.
Wa lahum (dan bagi mereka) di akhirat.
Azaabun aliimun (siksa yang pedih), yakni siksa yang menyakitkan dan menyengsarakan.

Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu. Kami tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. An-Nahl 16:118).
Wa 'alal laziina haaduu (dan terhadap orang-orang Yahudi), yakni terhadap orang-orang Yahudi secara khusus, bukan terhadap generasi terdahulu  dan generasi kemudian yang selain mereka.
Haramnaa maa qashashnaa 'alaika (Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan kepadamu) melalui firman-Nya, Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan semua yang mempunyai kuku, dan dari sapi dan domba Kami mengharamkan kepada mereka lemak-lemaknya … .
Min qablu (sebelumnya), yakni sebelum turunnya ayat ini.
Wa maa dzalamnaahum (dan Kami tidak menganiaya mereka) dengan pengharaman tersebut.
Wa laakin kaanuu anfusahum yadzlimuuna (tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri), karena mereka melakukan apa yang menyebabkan mereka dihukum  selaras dengan celaan terhadap mereka dalam firman-Nya, Maka karena kezaliman dari orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan kepada mereka yang baik-baik yang dihalalkan bagi mereka …. Sungguh mereka terkena batunya karena perkataannya sendiri seperti pada Firman Allah Ta'ala, Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil, kecuali apa yang diharamkan Bani Israil kepada dirinya sebelum diturunkan Taurat. Katakanlah, "Bawalah Taurat dan bacalah, jika kamu benar".
Diriwayatkan bahwa tatkala Nabi saw. mengatakan hal itu kepada mereka, mereka tidak berkutik dan tidak berani mengeluarkan Taurat. Bagaimana mungkin mereka berani, sedangkan Dia telah menjelaskan di dalam Taurat bahwa pengharaman  makanan yang baik-baik atas diri mereka sendiri adalah karena kezaliman dan permusuhan di antara mereka, yang merupakan hukuman dan penegasan atas keterangan yang  demikian jelas.

Kemudian sesungguhnya Tuhanmu mengampuni bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, lalu mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki diri. Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu, benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl 16:119).
Tsumma inna rabbaka lillaziina 'amilus suu`a bijahaalatin (kemudian sesungguhnya Tuhanmu bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya).
Diriwiyatkan dari Ibnu Abbas bahwa setiap orang yang melakukan keburukan, sedang dia tidak  memahaminya sebagai keburukan, maka dia dimaafkan. Jika dia melakukan  sesuatu yang diketahuinya sebagai keburukan, maka tidak diampuni.
Tsumma taabuu min ba'di zaalika (kemudian mereka bertobat setelah itu), yakni setelah mereka berbuat keburukan.
Wa ashlahuu (dan mereka memperbaiki) amal-amal mereka, atau mereka mengerjakan amal saleh.
Inna rabbaka min ba'dihaa (sesungguhnya Tuhanmu setelah itu), yakni setelah dia bertobat. Allah Ta'ala tidak menyebutkan al-ishlah, karena ishlah  berarti menyempurnakan taubat. Adapun tobat merupakan penyesalan atas kemaksiatan sebagai kemaksiatan, dan dia bertekad tidak akan mengulanginya. Tidak mengulangi dan memperbaiki diri merupakan bukti dari tekad tersebut.
Laghafuurun (benar-benar Maha Mengampuni) keburukan tersebut. Dia Maha Menutupi dan menghapus kesalahan tersebut.
Rahiimun (Maha Penyayang) kepada orang yang teguh dalam menaati-Nya, baik dengan meninggalkan larangan maupun mengerjakan perintah. Pengulangan  inna rabbaka berfungsi untuk mempertegas janji dan memperlihatkan kesempurnaan pertolongan dengan merealisasikan janji itu.  Tobat itu bagaikan sabun. Sebagaimana sabun menghilangkan berbagai kotoran lahiriah,  demikian pula tobat menghilangkan kotoran-kotoran batiniah, yaitu dosa.

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan baik. Sekali-kali dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan. (QS. An-Nahl 16:120).
Inna ibrahiima kaana ummatan (sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam), karena dia dapat menghimpun berbagai keutamaan manusia yang nyaris  tidak ditemukan kecuali terpisah-pisah pada berbagai individu. Hal ini  sebagaimana dikatakan, "Bukankah suatu yang mustahil bagi Allah untuk  menghimpunkan alam semesta pada diri seseorang".
Qaanitan lillaahii (patuh kepada Allah), yakni yang taat dan melaksanakan perintah-Nya.
Haniifan (baik), yakni berpaling dari agama yang batil kepada agama yang benar.
Wa lam yaku minal musyrikiina (dan dia tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan) Allah dalam  urusan agama apa pun, baik urusan yang pokok maupun cabang. Penggalan ini merupakan bantahan terhadap kaum kafir Quraisy yang mengatakan, "Kami memeluk agama bapak kami, Ibrahim".

Bagi yang bersyukur atas berbagai nikmat Allah. Dia telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. (QS. An-Nahl 16:121).
Syaakiran li an'umihi (yang bersyukur atas berbagai nikmat-Nya). An'um jamak dari ni'mat. Syakiran merupakan sifat ketiga bagi Ibrahim. Diriwayatkan bahwa Ibrahim  tidak makan kecuali bersama tamu.
Ijtabaahu (Dia memilihnya), yakni Dia memilihnya sebagai nabi.
Wa hadaahu ila shiraathin mustaqiimin (dan menunjukinya ke jalan yang lurus) yang mengantarkannya kepada Allah. Shirathim mustaqim adalah agama Islam yang mencakup segala kepatuhan.

Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (QS. An-Nahl 16:122).
Wa aatainaahu fid dunya hasanatan (dan Kami memberinya di dunia kebaikan), yakni memberikan kebaikan di dunia berupa anak laki-laki yang tampan, dan pujian yang harum  dari seluruh umat.
 Wa innahu fil akhirati laminash shalihiina (dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh), yakni para  memiliki derajat yang tinggi di surga, yaitu para nabi as.

Kemudian Kami mewahyukan kepadamu, "Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang baik" dan dia tidak termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. An-Nahl 16:123).
Tsumma auhainaa ilaika (kemudian Kami mewahyukan kepadamu) karena ketinggian derajatmu dan keluhuran kedudukanmu.
Anit taabii millata Ibrahiima (ikutilah agama Ibrahim). Al-millat merupakan istilah bagi apa yang disyariatkan Allah kepada para hamba-Nya, yakni agama itu sendiri. Yang dimaksud dengan agama-Nya adalah Islam.
Haanifaan (seorang yang baik). Haanifaan merupakan keterangan keadaan dari  mudhaf ilaih. Makna ayat: sedang dia berpindah dari agama-agama yang palsu kepada agama yang benar.
Wa maa kaana minal musyrikiina (dan dia tidak termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan). Bahkan dia merupakan teladan bagi orang-orang yang mengesakan Tuhan. Ini merupakan pengulangan terhadap ayat di atas, yang bertujuan untuk semakin menenegaskan dan menetapkan kesuciannya dari kesesatan dan perbuatan yang mereka lakukan.

Sesungguhnya diwajibkan menghormati hari Sabtu atas orang-orang yang berselisih padanya, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu. (QS. An-Nahl 16:124).
Innamaa ju'ilas sabtu (sesungguhnya dijadikan hari Sabtu), yakni Dia mewajibkan untuk menghormati hari Sabtu, mengisinya dengan ibadah, serta tidak melaut, karena orang-orang Yahudi beristirahat pada hari itu dan meninggalkan berbagai kesibukan dunia. Orang-orang yahudi mengklaim bahwa hari Sabtu termasuk  syiar Islam dan bahwa Ibrahim senantiasa melaksanakan hal itu.
Makna ayat: hari Sabtu bukan  termasuk  syiar Ibrahim dan bukan syiar agamanya yang diperintahkan kepadamu, hai Muhammad, supaya mengikutinya, sehingga terdapat hubungan secara keseluruhan antara Nabi saw. dengan kaum musyrikin. Sesungguhnya yang demikian itu disyariatkan bagi Bani Israil setelah sekian  lama.
'Alal laziinakhtalafuu fihi (atas orang-orang yang berselisih dalam hal itu). Sumber perselisihan itu karena Musa as. menyuruh orang-orang Yahudi menentukan sehari dalam seminggu untuk beribadah, dan hari khusus itu adalah hari Jum'at. Lalu mereka menolaknya dan berkata, "Kami ingin satu hari yang pada hari itu Allah telah selesai menciptakan langit dan bumi, yaitu  hari Sabtu". Hanya segolongan kecil yang menyetujui hari Jum'at.
Lalu Musa mengizinkan mereka beribadah pada hari sabtu dan menguji mereka dengan larangan melaut pada hari itu. Orang-orang yang menyetujui hari jum'at menaati perintah Allah dan  mereka tidak pergi melaut. Adapun selain mereka, mereka tidak tahan  untuk tidak berburu. Maka Allah mengubah mereka menjadi kera, dan tidak mengubah mereka yang taat.
Inna rabbaka layahkumu bainahum (dan sesungguhnya Tuahnmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka), yakni di antara kedua golongan yang berselisih dalam hal tersebut.
Yaumal qiyaamati fimaa kanuu fihi yakhtalifuna (di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu), yakni Dia akan memberikan keputusan atas  perselisihan yang terjadi di antara mereka. Dia akan membalas orang yang setuju dengan pahala, dan membalas orang yang menentang dengan hukuman.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
Kami adalah kaum yang terakhir, tetapi yang paling dahulu pada hari kiamat. Kami diberi hari jum'at sepeninggal mereka. Inilah hari  yang diwajibkan kepada mereka. Lalu mereka berselisih tentang  hal itu. Kemudian Allah memberi petunjuk kepada kami mengenai hal tersebut. Maka, bagi kami hari Jum’at dan bagi orang-orang Yahudi keesokannya (Sabtu), dan bagi orang-orang Nashrani haru lusanya (Minggu) (HR. Bukhari, Muslim dan An-Nasai).
Yang wajib bagi seorang hamba dalam menjalankan ibadah, ketaatan, dan mujahadah adalah mematuhi perintah dan meninggalkan bid'ah, sebagaimana sabda Nabi saw.,
Peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sepeninggalku, gigitlah ia dengan gigi gerahammu, dan jauhilah urusan-urusan yang diada-adakan, karena semua bid'ah adalah sesat (HR. Abu Dawud dan Tirmizi).
Seseorang menemui Syaikh Abu Muhammad Abdus Salam, lalu bertanya, "Hai tuanku, tugasilah aku beberapa tugas dan wirid.”  Syaikh itu marah dan berkata, "Apakah aku seorang Rasul sehingga aku dapat memerintahkan berbagai kewajiban? Kewajiban-kewajiban itu telah diketahui dan kemaksiatan-kemaksiatan itu telah dikenal. Jagalah kewajiban-kewajiban dan tolaklah kemaksiatan-kemaksiatan. Jagalah hatimu dari keinginan kepada dunia dan bersikap qona'ahlah  terhadap apa yang telah diberikan Allah untukmu dalam segala hal. Jika Dia mengeluarkan untukmu sesuatu yang kamu sukai, maka bersyukurlah kepada Allah, dan jika mengeluarkan sesuatu yang kamu benci, maka bersabarlah kamu dalam menghadapinya.”

Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl 16:125).
Ud'u (serulah) manusia, wahai Rasul yang paling utama.
Ila sabiili rabbika (ke jalan Tuhanmu), yakni kepada Islam yang mengantarkan ke surga dan kepada kedekatan dengan-Nya.
Bilhikmati (dengan bijaksana), yakni dengan hujjah yang qath’I, yang  dapat mengokohkan  keyakinan yang benar, dan yang menyingkirkan kekeliruan  orang yang menyerukan keyakinan yang salah.
Wal mau'idzatil hasanati (dan nasehat yang baik), yakni petunjuk-petunjuk yang membujuk. Dikatakan wa'adzahu berarti dia menasehatinya dengan nasehat dan petuah. Yakni dia mengingatkan dengan pahala dan hukuman yang dapat melunakkan hatinya.
Wa jaadilhum billatii hiya ahsanu (dan bantahlah mereka dengan cara yang baik), yakni berdebatlah dengan orang-orang yang menentang  dengan cara  dan bantahan yang paling baik, yakni yang bersahabat dan lemah lembut, memilih cara yang mudah, menggunakan premis-premis yang dikenal untuk menenangkan kegelisahan mereka dan memadamkan kobaran api mereka, sebagaimana yang dilakukan Al-Khalil as. Ayat ini menunjukkan bahwa berdebat dan berbantah-bantahan dalam urusan ilmu itu dibolehkan jika maksudnya untuk mencari kebenaran.
Inna rabbaka huwa a'lamu biman dhalla 'an sabiilihi (sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya), yakni siapa yang menentang  kebenaran setelah  berbagai hikmah, nasehat, dan pelajaran dijelaskan kepadanya.
Wa huwa a'lamu bilmuhtadiina (dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk) kepada kebenaran. Yakni tugasmu hanyalah menyeru dan menyampaikan risalah serta berdebat dengan baik. Adapun hasilnya berupa hidayah, kesesatan, dan balasan terhadap keduanya bukanlah tugasmu.  Allah-lah Yang lebih mengetahui orang yang tersesat dan yang mendapat petunjuk. Dia membalas setiap orang dengan balasan yang pantas diterimanya. Seolah-olah dikatakan: "Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui mereka. Barangsiapa yang memiliki kebaikan, maka cukup baginya sedikit nasehat dan petuah yang mudah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki kebaikan, maka cara apa pun takkan berguna. Seolah  kamu tengah menempa besi yang dingin."

Dan jika kamu memberikan hukuman, maka hukumlah dengan hukuman yang sama yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, maka sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An-Nahl 16:126).
Wa in 'aaqabtum (dan jika kamu memberikan hukuman), yakni jika kamu hendak menghukum, seperti seorang dokter yang berkata kepada pasiennya,  "Jika kamu makan, maka jangan banyak-banyak."
Fa'aaqibuu bimitsli maa 'uuqibtum bihi (maka hukumlah dengan hukuman yang sama yang ditimpakan kepadamu), yakni hendaknya hukuman itu sama dengan apa yang mereka perbuat kepadamu. Perbuatan diungkapkan dengan hukuman karena  mengikuti pengungkapan  sebab dengan akibat.
Al-Qurthubi menegaskan bahwa jumhur ahli tafsir sepakat bahwa ayat ini termasuk ayat Madaniyah yang diturunkan berkenaan dengan  pemuka para syuhada,  Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah saw. Hal itu karena kaum musyrikin membalas kaum Muslimin pada Peristiwa Uhud dengan merobek perut mereka, memotong hidungnya dan  telinga mereka, dan memotong kemaluan mereka. Tidak ada  seorang pun yang luput dari perlakuan itu kecuali Handzalah bin Rahib, karena ayahnya, Amir Rahib bersama Abu Sufyan, lalu mereka tidak mengganggunya.
Setelah  kaum musyrikin pulang dari  Uhud, Rasulullah kembali dan melihat pemandangan yang sangat memilukan. Beliau melihat perut Hamzah telah terkoyak,  hidungnya rumbung sampai ke pangkalnya,  dan kedua telinganya terputus. Nabi saw. bersabda, "Demi Allah, jika Allah memenangkanku atas mereka, maka aku akan membalas mereka tujuh puluh kali lipat dari perbuatan mereka.” Dan kaum mukminin berkata, "Jika Allah memenangkan kita atas mereka, maka kita akan menambahkan atas perlakuan mereka dan akan membalas dengan balasan yang  tidak pernah dilakukan oleh orang Arab dalam melakukan pembalasan." Maka, turunlah ayat ini. Dalam At-Tibyan disebutkan Nabi saw. menyalatkan pamannya Hamzah dengan tujuh puluh kali takbir atau satu shalat.
Disebutkan dalam Asbabu Nuzul yang intinya:  Hamzah ra. dibunuh oleh Wahsyi Al-Habsyi. Dia adalah budak Jabir bin Muth'im. Paman Jabir, Tha'imah bin 'Adiy, tewas pada perang Badar. Tatkala kaum Quraisy pergi menuju Uhud, Jabir berkata kepada Wahsyi, "Jika kamu membunuh Hamzah paman Muhammad, maka demi pamanku Tha'imah,  kamu merdeka.”
Wahsyi pun mengambil bayonetnya lalu melemparkannya ke Hamzah dengan tepat. Maka terjadilah apa yang terjadi. Kemudian Wahsyi masuk Islam dan Nabi saw. berkata kepadanya, "Dapatkah kamu menyembunyikan wajahmu dariku?”
Nabi berkata demikian itu karena  membencinya sebab  dialah yang telah membunuh Hamzah. Lalu Wahsyi pun pergi. Tatkala Rasulullah saw. pergi dan orang-orang berangkat menuju Musailamah Al-Kadzab, berkatalah Wahsyi, "Aku akan mengejar Musailamah Al-Kazab untuk membunuhnya, agar aku  membalas kematian Hamzah dengannya.” Kemudian dia pun pergi bersama yang lain. Allah memberinya taufik, sehingga dia berhasil  membunuhnya.
Wahsyi berkata, "Aku telah membunuh orang yang paling baik pada zaman jahiliyyah, yakni Hamzah, dan aku pun telah membunuh orang yang paling buruk pada zaman Islam, yakni Musailamah.”
Setelah kaum Muslimin menguburkan syuhada Uhud, turunlah ayat ini. Lalu Nabi saw. membayar kifarat atas sumpahnya dan mengurungkan apa yang dikehendakinya. Meskipun ayat itu menunjukkan dibolehkannya membalas dengan balasan yang sama dan tidak melampaui batas, tetapi pengaitan balasan dengan firman-Nya, Dan jika kamu memberikan hukuman, mengandung  anjuran yang implisit agar memaafkan.
Wa la`in shabartum (dan jika kamu bersabar), yakni menahan diri dari memberikan hukuman yang serupa dan kamu memaafkannya.
Lahuwa (maka hal itu), yakni maka kesabaranmu ini.
Khairun (lebih baik). Artinya memaafkan lebih baik daripada memberikan hukuman. 
Lishshaabiriina (bagi orang-orang yang bersabar). Penggalan ini merupakan pujian kepada mereka karena bersabar.

Bersabarlah dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (Qs. An-Nahl 16:127).
Washbir (dan bersabarlah) atas berbagai penderitaan dan kepedihan yang ditimpakan kaum Kafir terhadapmu, dan telah jelas kepadamu berpalingnya mereka dari kebenaran secara keseluruhan. Kesabaran Nabi saw. harus dikuti umat, seperti perkataan orang yang berkata kepada Ibnu Abbas ra. saat menyatakan bela sungkawa, "Bersabarlah, kami akan ikut bersabar denganmu. Sesungguhnya kesabaran rakyat berada pada kesabaran pemimpin."
Wa maa shabruka illa billaahii (dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan karena Allah), yakni karena taufik dan pertolongan Allah kepadamu, sehingga kamu  bersabar.
Ja'far Shadiq berkata, "Allah menyuruh para nabi bersabar dan  Dia memberikan penghargaan  paling tinggi kepada Nabi saw., karena beliau telah bersabar dengan pertolongan Allah, bukan dengan kekuatan  dirinya. Allah berfirman Tidaklah kesabaranmu itu melainkan karena Allah.
Wa laa tahzan 'alaihim (dan janganlah kamu bersedih terhadap mereka), yakni terhadap kaum kafir karena frustasi atas keimanan mereka. Penggalan ini  seperti firman Allah, Maka janganlah kamu bersedih  terhadap kaum kafirin.
Wa laa taku (dan janganlah kamu). La taku berasal dari   laa takun, kemudian dibuang nun-nya guna meringankan pelapalan dan karena seringnya orang mengucapkan la taku.  Mereka banyak mengungkapkan aneka perbuatan dengan kaana dan yakuunu. Misalnya mereka berkata, Kaana Zaidun yajlisu (Zaid duduk). Jika ia bergabung dengan huruf yang sukun, maka nun dimunculkan kembali dan diberi harakat seperti pada  waman yakunisy syaaithaanu dan contoh lainnya.
Fi dhaiqin (dalam kesempitan), yakni janganlah kamu merasa sumpek dengan perbuatan makar mereka. Ini termasuk ungkapan inversi untuk meraih persajakan, jika  ungkapan itu tidak akan menimbulkan ketidakjelasan, karena kesempitan adalah sifat yang ada pada manusia, bukan manusia yang berada  pada kesempitan. Penggalan ini  mengandung isyarat  lain, yaitu  bahwa jika kesempitan itu membesar dan menguat, maka ia  menjadi sesuatu yang meliputi manusia dari seluruh penjuru.
Mimma yamkuruuna (dari apa yang mereka tipu dayakan),  dari makar mereka terhadapmu pada masa yang akan datang.

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. An-Nahl 16:128).
Innallaaha ma'al ladziinat taqauu (sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa). Allah bersama mereka yang menjauhi berbagai kemaksiatan. Makna bersama di sini adalah Allah menyertai mereka dengan kekuasaan dan karunia-Nya.
Wallaziina hum muhsinuuna (dan orang-orang yang berbuat kebaikan) dalam aneka amal mereka.
Ada pula yang menafsirkan ayat di atas dengan: Allah  bersama orang-orang yang bertakwa dalam membalas orang-orang yang  berbuat jahat  dan Allah  bersama orang-orang yang berbuat kebaikan terhadap orang-orang yang memusuhi mereka. Berbuat baik melalui cara pengungkapan yang pertama bermakna menjadikan sesuatu itu indah dan baik, sedangkan pengungkapan yang kedua bermakna sebagai lawan dari berbuat keburukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar