Latar Belakang
Proses
pembelajaran di kelas bersifat dinamis, seperti yang telah dirumuskan dalam
kurikulum sekolah. Proses pembelajaran di kelas menjadi hak sepenuhnya yang
dimiliki guru untuk dipergunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tanpa
mengesampingkan prosedur yang berlaku dalam lembaganya.
Percepatan
arus informasi dalam era globalisasi pada saat sekarang menuntut semua bidang
kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strateginya agar sesuai
dengan kebutuhan, dan tentunya tidak ketinggalan zaman (up to date)
(Mulyasa, 2007: 2). Perubahan yang cepat tersebut menuntut kehidupan dinamis
agar senantiasa dengan perkembangan zaman. Begitu pula dengan guru ketika
berada di kelas, harus mengikuti setiap perkembangan informasi dan sains agar
dapat menghubungkan hal-hal yang sesuai dengan materi pelajaran. Hal tersebut
menjadi sebuah contoh konkrit bagi siswa dalam belajarnya.
Mengembangkan
potensi yang dimiliki siswa secara maksimal, dengan pembelajaran yang mengarah
pada peningkatan motivasi, kreatifitas, imajinasi, inovasi dan etos keilmuwan
(Nata, 2003: 4). Siswa menjadi subyek pembelajaran untuk mengeksplorasi materi
pelajaran dan mengeksploitasi skill yang dimilikinya.
Guru
melakukan terobosan di dunia pendidikan yang dikehendaki dengan menemukan
metode-metode baru dalam pendidikan dan pembelajaran (Dryden dan Vos, 2000:
83). Metode baru tersebut disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
karakteristik siswa. Sehingga pembelajaran menjadi relevan dan efektif.
Kompetensi
atau kemampuan guru dalam mengelola kelas sehingga proses pembelajaran menjadi
kondusif merupakan indikator kreatifitas dan efektifitas guru. Hal itu dapat
dicapai jika guru dapat : memusatkan kepribadian dan kompetensinya dalam
mengajar, menerapkan metode pembelajarannya, memusatkan pada proses dan
produknya, dan memusatkan pada kompetensi yang relevan (Subandijah, 1996: 6).
Guru sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan yang memadai
dalam arti sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan sains dan teknologi (Syah,
2002: 1). Dinamisasi dalam banyak hal pada proses pembelajaran tersebut yang
pada akhirnya tujuan pendidikan nasional dalam skala mikro maupun makro akan
terwujud. Sehingga siswa mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan komptensi yang
cukup pada masanya, dan tumbuh motivasi untuk selalu mengembangkannya dimasa
yang akan datang.
Disinilah
peranan penting guru dalam mengelola kelas yang diasuhnya. Menciptakan kelas
menjadikan sebuah tempat belajar yang berkesan dan menyenangkan, sehingga siswa
benar-benar memperoleh materi pelajaran dan dapat mengembangkan potensi yang
ada dalam dirinya secara maksimal. Pemilihan metode yang tepat, bersifat
dinamis sesuai dengan materi pelajaran dan selaras dengan perkembangan sains
dan teknologi serta memahami karakteristik siswa mutlak dilakukan. Agar dalam
proses belajarnya siswa merasa “fun” dan menguasai kompetensinya. Siswa
tidak hanya dijadikan obyek pendidikan, akan tetapi lebih dari itu yaitu
menjadi subyek yang aktif untuk mengembangkan kreatifitas dan kemampuannya
dalam proses pembelajaran di kelas.
Menurut
Prof. Suyanto guru seharusnya tahu sampai mana dia mengajar, apakah hanya
sekedar untuk diingat dengan memberikan pengetahuan dan menerapkan pemahaman
yang menghasilkan skill? Atau mengajar hingga merefleksi siswa dengan sasaran
dapat mengubah sikap mereka. Sebab, pembelajaran tertinggi yang dapat diberikan
adalah mengubah sikap siswa (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
RI, 2010).
Kompetensi Guru
Kompetensi guru
merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimilki oleh setiap guru
akan menunjukkan kualitas guru dalam menagajar. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan
fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus
pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik (Fathurrahman dan Sutikno,
2007: 44). Guru dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogis, personal,
profesional, dan sosial.
Menurut
Muhammad Surya yang dikutip Ramayulis (2005: 60) kompetensi guru agama
sekurang-kurangnya ada empat, yaitu:
- Menguasai substansi materi pelajaran
- Menguasai metodologi mengajar
- Menguasai teknik evaluasi dengan baik
- Memahamai, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi.
Pemerintah
dalam kebijakan pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru ada empat,
hal tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial (Presiden Republik Indonesia, 2005).
- Kompetensi Pedagogik
Istilah
pedagogik diterjemahkan dengan kata ilmu mendidik, dan yang dibahas adalah
kemampuan dalam mengasuh dan membesarkan seorang anak (Nata : 142). Kompetensi
pedagogik digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran,
belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut (Wikipedia:
2011). Kompetensi pedagogik bertumpu pada kemungkinan pengembangan potensi
dasar yang ada dalam tiap diri manusia sebagai makhluk individual, sosial dan
moral (Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas
Terbuka, 1998/1999: 15).
Secara lebih
sederhana terkait dengan guru, kompetensi pedagogik berarti kemampuan guru
dalam mengelola kelas sedemikian rupa agar tujuan pendidikan dapat tercapai,
yang didalamnya terdapat banyak hal cakupannya.
Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 dijelaskan tentang
kompetensi pedagogik, meliputi :
- Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya
- Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran
- Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011)
- Kompetensi Kepribadian (Personal)
Dalam
lingkungan sekolah, khususnya ketika guru berada di kelas untuk melaksanakan proses
pembelajaran, karakteristik kepribadian akan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan peserta didik. Kepribadian guru yang baik akan menjadi teladan
bagi anak didiknya, sehingga menjadi sosok yang memang sudah selayaknya menjadi
contoh dan patut ditiru. Dengan kepribadian yang baik guru mempunyai wibawa
untuk selalu dihormati dan dipatuhi oleh siswa. Penghormatan dan kepatuhan
siswa tumbuh dari kewibawaan guru karena bisa mengayomi, melindungi,
mengarahkan dan menjadi teladan bagi siswa. Tanpa harus melalui cara-cara yang
bersifat menakutkan.
Menurut
Sukmadinata (2000: 192-193), kompetensi personal mencakup :
- Penampilan sikap yang positif terhadap tugas-tugas sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
- Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang semestinya dimiliki oleh guru.
- Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai suri teladan bagi para siswanya.
Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008, yang masuk kedalam
kompetensi personal ini yaitu:
- Beriman dan bertakwa.
- Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran.
- Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
- Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, individualitas dan kebebasan memilih.
- Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
- Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.
Guru dalam
kesehariannya, terutama dalam proses pembelajaran harus sesuai perkataaan
dengan perbuatan, bersikap merendahkan diri, dan tidak merasa malu dengan
ucapan “tidak tahu” (Fahmi, 1979: 169). Konsistensi dalam berperilaku baik
setiap hari merupakan bentuk pengejahwentahan untuk menjadi sosok yang patut
menjadi teladan siswa-siswanya. Tidak merasa malu dengan ucapan “tidak tahu”
ketika anak lebih tahu dulu ketimbang gurunya. Hal ini karena pada era
globalisasi arus informasi bergerak dengan cepat, sehingga seringkali guru
terlambat mendapatkan informasi yang baru dalam hal-hal tertentu dibandingkan
siswanya.
Kompetensi
personal atau kepribadian ini merupakan kemampuan guru menampilkan tentang pengetahuan
agama, sosial, budaya dan estetika yang berbasis kinerja.
- Kompetensi Profesional
Sebagai
pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara
profesional, akan tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional
(Sukmadinata: 191). Guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas
keguruan dengan kemampuan tinggi (profisiensi) sebagai sumber kehidupan (Syah:
230).
Dalam
kaitannya profesionalisme guru, Nata (2003: 142-143) menyebutkan ada tiga ciri,
yaitu :
- Guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkan dengan baik, benar-benar seorang ahli dibidangnya. Guru selalu meningkatkan dan mengembangkan keilmuannya sesuai dengan perkembangan zaman.
- Guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada siswa secara efektif dan efisien, dengan memiliki ilmu kependidikan.
- Guru yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional sebagaimana disebutkan di atas. Kode etik di sini lebih menekankan pada perlunya memiliki akhlak mulia.
Kompetensi
profesional merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam. Mengerti tujuan proses pembelajaran terhadap materi yang
diajarkan dan hasil yang akan didapat. Guru mengampu mata pelajaran yang sesuai
dengan kompetensi yang dimilikanya, atau dengan kata lain bekerja secara
proporsional.
- Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan
kerja (Sukmadinata: 192). Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran
pihak-pihak lain (guru, wali kelas, kepala sekolah, komite sekolah) di
lingkungan sekolah (Kementerian Pendidikan Nasional: 2008).
Menurut
Goleman (2007: 114), kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan terbentuk karena
adanya kesadaran sosial yang bisa merasakan keadaan bathiniah orang lain
sampai memahami perasaan dan pikirannya. Hal tersebut meliputi :
- Empati dasar. Perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.
- Penyelarasan. Mendengarkan dengan penuh reseptivitas; menyelaraskan diri pada seseorang.
- Ketepatan empatik. Memahami pikiran, perasaan dan maksud orang lain.
- Pengertian sosial. Mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.
Implementasi Kompetensi Guru dalam Pembelajaran PAI
Kunci
keberhasilan tergantung pada diri guru dan siswa dalam mengembangkan kemampuan
berupa keterampilan-keterampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan kecepatan,
kompleksitas, dan ketidakpastian, yang saling berhubungan satu sama lain (Rose
dan Nicholl, 2002: 11). Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan
kebutuhan anak didiknya masing-masing (Purwanto, 2003: 157).
Guru harus
menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu
lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang akan diajarkan kepada siswa. Juga
mengetahui kondisi psikologis siswa dan psikologis pendidikan agar dapat
menempatkan dirinya dalam kehidupan siswa dan memberikan bimbingan sesuai
dengan perkembangan siswa (Ramayulis: 52).
Guru sebelum
mengelola interaksi proses pembelajaran di kelas, terlebih dahulu harus sudah
menguasai bahan atau materi apa yang akan dibahas sekaligus bahan-bahan yang
berkaitan untuk mendukung jalannya proses pembelajaran. Bahan pelajaran adalah
substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran di kelas
(Fathurrahman dan Sutikno: 47). Dengan menguasai materi pelajaran, maka guru akan lebih
mudah dalam pengelolaan kelas. Selain itu guru menjadi lebih mudah dalam
memilih strategi belajarnya agar tujuan yang hendak dicapai dalam materi
pelajaran tersebut berhasil terwujud.
Penguasaan
bahan ajar yang berkaitan dengan materi pokoknya dari ilmu-ilmu lain seringkali
sangat dibutuhkan dalam memberikan penjelesannya. Hal ini menjadi sebuah
kebutuhan dimasa sekarang, dimana arus informasi begitu cepat untuk diketahui
siswa.
Dengan
menkorelasikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan ilmu lain akan
menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna dan semakin mudah dipahami siswa.
Tidak sekedar mata pelajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi kalau ditinjau
lebih kedalam, pemahaman tentang Islam sendiri juga beragam, sehingga tidak
heran jika dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber pokok dalam
Islam banyak sekali pendapat yang berbeda, bahkan tidak sedikit yang bertolak
belakang.
Terhadap
bahan dari ilmu lain yang ada hubungannya dengan materi pelajaran PAI, guru
tidak harus tahu secara mendetail. Cukuplah gambaran umum sebagai penunjang
untuk memahami materi pokoknya. Berikut beberapa contohnya :
- Dalam materi kelas 9 tentang Iman Kepada Hari Kiamat. Dalam praktiknya agar pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami, guru sedikit banyak tahu tetang ilmu astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika, vulkanologi, demografi dll. Guru seharusnya juga tahu tentang gejala atau fenomena-fenomena alam yang menjadi pemberitaan media massa, baik tingkat lokal, regional maupun global.
- Materi tentang Iman Qadha dan Qadar. Agar pembelajaran bermakna maka dalam menyampaikan contoh konkrit tidak cukup sebatas mati, rizki, jodoh. Setidaknya guru juga tahu banyak contoh lain, yang jika ditinjau dari ilmu lain akan lebih memudahkan dalam pemahaman dan penerapannya, serta dapat meningkatkan keimanan siswa. Mulai dari ilmu bumi, kedokteran, sosial dan budaya, geografi, dan lain-lain.
- Pemahaman tentang mati suri. Pada acara Kick Andy yang disiarkan salah satu stasiun televisi, pernah menayangkan orang yang mati suri secara langsung. Orang yang mati suri melibatkan warga Muslim, dan agama yang lain. Akibat dari tayangan itu, muncul kegundahan dalam diri siswa dalam memahami konsep kematian. Karena dari empat orang yang “diuji coba” mati suri dengan latar belakang agama yang berbeda, ternyata pengalamannya berbeda-beda. Untuk menjelaskan hal tersebut, setidaknya guru perlu tahu sedikit ilmu kedokteran, anatomi, dan psikologi. Pada akhirnya muara dari penjelasan mati suri masuk ke dalam materi Qadha Qadar dan Kiamat Sughra. Tentunya dengan penjelasan yang mengglobal tersebut lebih memudahkan pemahaman siswa tentang ajaran Islam dari hasil tayangan di televisi.
Oleh karena
itu, perlunya guru PAI senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan yang
berhubungan langsung dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang
berkaitan dan dapat membantu pemahaman siswa. Kompetensi yang perlu dimiliki
diantaranya yaitu guru memperhatikan “seni mengajar dan mendidik”, guru tidak
cukup hanya memiliki pengetahuan yang diajarkan tetapi juga harus memiliki
pengetahuan tentang psikologi anak, mengetahui tingkat kesiapan belajar mereka
dan bakat intelektualnya.
Kesimpulan.
Kompetensi
guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara bertanggung jawab dan layak. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menuntut guru untuk memiliki kompetensi pedagogis,
personal, profesional, dan sosial.
Kompetensi
guru menuntut pendidik untuk harus menguasai metode mengajar, menguasai materi
yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang akan
diajarkan kepada siswa. Mempunyai kepribadian yang baik untuk agar menjadi
teladan bagi siswa. Menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab. Juga
mengetahui kondisi psikologis siswa dan psikologis pendidikan agar dapat
menempatkan dirinya dalam kehidupan siswa dan memberikan bimbingan sesuai
dengan perkembangan siswa. (Yusuf Fahrurrozi)
Referensi
Abuddin
Nata, Manajemen Pendidikan, edisi ke-1, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Asma Hasan
Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979.
Colin Rose
dan Malcolm J. Nicholl, Cara Belajar Abad XXI, terj. Dedy Ahimsa, cet.
ke-1, Bandung: Nuansa, 2002.
Daniel
Goleman, Social Intelligence Ilmu Baru tentang Hubungan Antar-Manusia,
terj. Hariono S. Imam, cet. ke-1, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, Dasar-dasar
Pendidikan, cet. ke-7, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1998/1999.
Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian RI, 2010, “Lomba Fun Science 2010”, http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6001,
tanggal 15 Maret 2011, pukul: 17:23.
E. Mulyasa, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, cet. ke-3, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007.
Gordon
Dryden dan Jeannette Vos, Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution):
Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan “Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran,
terj. Word++ Translation Service, cet. ke-1, Bandung: Kaifa, 2000.
Kementerian
Pendidikan Nasional, http://www.kemdiknas.go.id/media/103777/permen_27_2008.pdf,
tanggal 23 Maret 2011, pukul 20.37.
M. Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, cet. ke-12, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003.
Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, cet. ke-7, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, cet. ke-3,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Presiden
Republik Indonesia, www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/104.pdf, tanggal
22 Maret 2011, pukul 05.26.
Pupuh
Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar – Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep
Islami, cet. ke-2, Bandung: Refika Aditama, 2007.
Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, cet. ke-4, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, cet. ke-2, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996.
Wikipedia
Indonesia, “Pedagogi”, http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagogi, tanggal 23
Maret 2011, pukul 20.54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar