TOKOH TASAWUF INDONESIA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tasawuf
Dosen Pengampu: Nur Yasin, S.HI.
Oleh:
MIFTAHUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUSTANUL ULUM
Jl. Doktren No. 26 Krai-Yosowilangun-Lumajang
Tahun Akademik 2013/2014
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A.
Latar Belakang ............................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C.
Tujuan ............................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN .............................................................................. 2
A. Hamzah
Fansuri (W. 1016 H/1607 M ) dan Ajaran Tasawufnya.... 2
B. Syekh
Yusuf Al-Makasari (1037-1111 H./1627-1699 M.) dan
Ajaran
Tasawufnya .......................................................................... 5
BAB
III KESIMPULAN .............................................................................. 9
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 10
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
merupakan agama yang dibawa oleh para pedagang yang berasal dari Gujarat,
perkembangan pun terjadi dengan adanya tokoh–tokoh Islam yang membawa ajaran
Allah. Islam merupakan agama yang senantiasa memberikan adanya perdamaian antar
umat beragama, oleh karena itu pada masa itu Islam masuk ke Indonesia melalui
perdagangan, sosial budaya dengan cara perkawinan dan wujud akulturasi kebudayaan
Indonesia dan kebudayaan Islam.
Perkembangan
Islam menyebar di berbagai pelosok wilayah, dari berbagai ilmu yang diajarkan
oleh para pendatang dari luar timbulah para tokoh–tokoh Islam di Indonesia
dalam bidang ilmu Tasawuf. Ia menyebutkan tokoh sufi Syekh Abdullah Arif yang
menyebarkan Islam pertma kalinya di Aceh sekitar abad ke-12 M. Beliau adalah
seorang pendatang ke nusantara berssama mubaligh lainya bernama Syekh Ismail
Zaffi.[1]
Karena itu taswauf merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana corak pemikiran tasawuf Hamzah Fansuri?
2.
Bagaimana corak pemikiran tasawuf
Syekh Yusuf Al-Makassari?
C. Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan
makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat menjelaskan corak pemikiran tasawuf Hamzah
Fansuri dan Syekh Yusuf Al-Makassari
BAB
II
PEMBAHASAN
Ada beberapa literatur di Indonesia yang mengkaji taswuf
,baik mengenai penyebaranya maupun
tokoh- tokohnya. Diantaranya buku Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII yang
ditulis oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra.[2] Buku lainnya ditulis oleh Hj. Sri Mulyati, M.A
berjudul Tasawuf Nusantara : Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka.[3] Berikut akan dikemukakan beberapa tokoh tasawuf di Indonesia
:
A.
Hamzah
Fansuri (W. 1016 H/1607 M ) dan Ajaran
Tasawufnya
Hamzah
Fansuri dilahirkan di Sumatra, ia dikenal sebagai tokoh tasawuf dari Aceh.
Tokoh sufi ini dikenal membawa paham Wahdatul
Wujud, yang diambil dari pemikiran
Ibnu Arabi. Hamzah Fansuri banyak melakukan pengembaraan di berbagai wilayah
sampai akhirnya ia bermukim di Aceh. Pengembaraanya itu bertujuan mencapai
makrifat kepada Allah SWT. Hamzah Fansuri merupakan seorang pujangga Islam sangat populer pada zamannya, dan namanya menghiasasi
lembaran-lembaran sejarah kesusastraan Melayu dan Indonesia. Berdasarkan bukti
hasil karya yang dilacak, Hamzah Fansuri
adalah peletak dasar Bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam,
setelah Bahasa Arab,Persi, dan Turki.
Para pengkaji seprti Doorenbos(1933), Al-Attas (1970), Drewes dan Brakel
(1986) dan lain-lain tidak mmenafikan bahwa Hamzah Fansuri adalah ulama dan
sufi pertama yang menghasikan karya tulis ketasawufan dan keilmuan dalam Bahasa
Melayu tinggi/baru. Kecemerlangan
gaya penulisannya
diakui sulit tandingannya oleh ulama sezaman dan sesudahnya. Ia pemula penyair
islam Nusantara, perintis tradisi keilmuan dan filsafat, pembaharu keilmuan filsafat
serta pembaharu sprirtual pada zamannya.[4]
Berdasarkan kata “Fansur” yang menempel pada namanya, sebagian
peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari Fansur, sebutan orang Arab terhadap
Barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai kecil di Sumatra Utara yang
terletak di antara Sibolga dan Singkel.[5] Dalam syairnya , ia menulis :
Hamzah nur asalnya Fansuri
Mendapat wujud di tanah Syahru Nawi
Beroleh khilafat ilmu yang a’li
Dari pada Abdul Qadir Sayyid Jailani.
Ada orang yang berpendapat bahwa “ SYAHRU NAWI” {pada bait kedua}
ialah “Bandar Ayuthia” ibu kota Siam pada zaman silam. Pendapat lain
bahwa Syahru Nawi ialah nama lama dari Tanah Aceh sebagai peringatan bagi
seoran Pangeran Siam bernama Syahir Nuwi yang datang ke Aceh di zaman dahulu, dia
membangun Aceh sebelumnya datang Islam.[6] Hamzah Fansuri
sangat giat untuk mengajarkan ilmu tasawufnya, diantara para murid- muridnya
yang cemerlang cukup banyak seperti Syekh Syamsudin Pasai, Syekh Fansuri, Syekh
Abdul Djamal, Syekh Daud dan lain-lain. Sehingga tasawufnya menyebar diberbagai
pelosok Nusantara.[7] Ada riwayat
mengatakan bahwa ia pernah sampai ke seluruh Semenanjung dan mengembangkan
tasawuf di Negeri Perlak, Perlis, Kelantan, Trenggganu, dan lain- lain.
Pemikiran-pemikiran Fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi Ibnu Arobi dalam
Wahdat Wujudnya.[8] Diantara ajaran-ajarannya adalah :
a.
Allah.
Allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab dia adalah
pencipta alam semesta. Ketika menjelaskan ayat “Fainna tuwallu fa
tsamma wajhullah” ia katakana bahwa kemungkinan untuk
memanadang wajah Allah dimana-mana merupakan Unio-Mistica. Para sufi menafsirkan Wajah Allah adalah sebagai
sifat–sifat Tuhan adalah pengasih penyayang. Hamzah Fansuri
menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang membayangkan Tuhan berada
dibagian tertentu dari tubuh seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan
dijadikan titik konsentrasai dalam usaha mencapai perssatuan.[9]
b.
Hakikat
wujud
dan penciptaan. Menurutnya wujud
adalah satu walaupun kelihatan banyak. Ia menggaambarkan wujud Tuhan bagaikan
lautan dalam yang tak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan
gelombang lautan wujud tuhan.
c.
Manusia. Walaupun manusia sebagai tingkat
terakhir dari penjelmaan, ia adalah tingkat yang paling penting dan merupakan
penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Ia adalah aliran atau pancaran langsung dari dzat
yang mutlaq. Ini menunjukan adanya semacam kesatuan antara Allah dan manusia.[10]
d.
Kelepasan. Sebagai
makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi Insan kamil (manusia
sempurna), tetapi karena ia lalai, pandanganya kabur dan tiada sadar bahwa
seluruh alam ini adalah palsu dan bayangan.[11]
Hampir
seluruh hasil karya Hamzah Fansuri sebagai sarana mempopulerkan Wahdatul Wujud. Beliau memiliki
keteguhan dalam berfikir, sekalipun pemikiranya dalam kesatuan Tuhan dan makhluk ini
mendapat tantangan keras dari Nuriddin Ar-Raniri. Hamzah dianggap telah
mengajarkan ajaran agama Panteisme, memang dalam karyanya beliau sering mengangkat aspek Tasybih (kemiripan/keserupaan)
antar Tuhan dan makhluknya. Sekalipun dalam karyanya ia tidak menampilkan aspek
Tanzih (perbedaan) antara Tuhan dan
makhluknya, hanya saja ditonjolkan adalah konsep Wahdatul Wujudnya.
Para
sejarawan mengasumsikan bahwa ia sudah menulis pada kesultanan Aceh, yaitu
Sultan Alaudin Ri’yat Syah Sayid Al Mukamal (1589-1604). Sultan Iskandar Muda memiliki
peran yang besar dalam mempopulerkan karya Hmazah Fansuri. Berbagai daerah yang
dikirimi kitabnya adalah Gresik, Kudus,
Makasar, Ternate, Malaka, Kedah, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat.
B.
Syekh
Yusuf Al-Makasari (1037-1111 H./1627-1699 M.) dan Ajaran
Tasawufnya
Ia
adalah seorang sufi yang agung bahkan orang yang pertama mengenalkan ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah di Indonesia. Ia dilahirkan di Sulawesi pada tanggal 8
Sawwal 1036 H atau bertepatan tanggal 3 juli 1629. Nama aslinya adalah Yusuf Taj
Al-Khalwati Al-Makassari. Pada tahun 1644, ia belajar ke Mekah. Sebelum berangkat ke Mekah.ia singgah di Banten
kemudian ke Aceh untuk belajar dengan Syekh Nurrddin Ar-Raniri tentang tarekat
Qadiriyah. Ia juga dikenalkan oleh Ar-Raniri kepada gurunya Bijapur, India
yang bernama Sayid Abu Hafsh Umar bin Abdullah Ba Syaiban. Secara ringkas
tarekat-tarekat yang telah dipelajarinya dicantumkan sebagai berikut:[12]
a)
Tarekat Qadiriyah yang diterima Syekh Nurrddin Ar-Raniri di
Aceh
b)
Tarekat Naqsyabandiyah yang diterima dari
Syekh Abi Abdillah Abdul Baqi Billah,
c)
Tarekat As-Sa’adah Al-Baalawiyah, yang
diterimanya dari Sayid Ali di Zubeid/Yaman.
d)
Tarekat Syathariyah, diterimanya dari
Ibrahim Al-Kurani Madinah.
e)
Tarekat Khalwatiyah diterimanya dari
Abdul Barakat Ayub bin Ahmad bin Ayub Khalwati Al-Quraisy di Damsyiq.
Semua
Tarekat yang dipelajari mempunyai silsilah yang bersambung kepada Nabi Muhammad
SAW. hanya seperti Naqayabandiyah. Di dalam perjalananya Syekh
Yusuf bermukim di Negara Arab, belajar
dan mengarang sekitar seperempat abad.
Dan pada tahun 1627 M ia kembali ke Indonesia dan menetap di Jawa Barat,
Banten. Ia memiliki istri dan putri dari kesultanan Banten, dan menjadi seorang Syekh yang
suaranya lantang dan berpengaruh.
Atas
ilmu yang dimiliknya, dia mampu menghimpun murid-muridnya. Di dalam perselisihan antara kesultanan
dan Belanda, dia sebagai panglima perang bersama muridnya akan tetapi
kemenangan dimiliki oleh Belanda dan
akhirnya Syekih Yusuf ditawan dan diasingkan pada tahun 1099 H dalam usia 57
tahun. Kehidupan yang dihabiskan untuk mengarang dan belajar, ia mengenal
ulama sperti Syekh Ibrahim Mihnan yang meminta menyusun kitab Tasawuf yang menjelasakan tentang murid dan
Syeikh. Seiring berjalannya waktu, bentrokan terjadi di Jawa dan Belanda menuduh syekh
sebagai penyebabnya dan kemudian ia ditangkap dan diasingkan hingga wafat.
Dalam karyanya, Zubdat Al-Asrar,
pada awal naskah tercantum nama Al-Haj Yusuf At-Taj Abi Al-Mahasin (nama gelar
beliau) sebagai penulis naskah ini ditulis dalam Bahasa Arab, yang berisi
tentang ajaran wujudiyah. Dalam tulisan ini, Syekh Yusuf kelihatan cukup memahami
paham tersebut. Syekh Yusuf juga bebicara tentang insan kamil dan proses penyucian jiwa. Ia mengatakan bahwa seorang
hamba akan tetap hamba walaupun telah naik derajatnya, dan Tuhan akan tetap Tuhan
walaupun turun pada diri hamba. Dalam proses penyucian jiwa, ia menempuh cara
yang moderat. Menurutnya, kehidupan dunia bukanlah untuk ditinggalkan. Akan
tetapi sebaliknya, hidup diarahkan untuk menuju Tuhan. Gejolak hawa nafsu harus
dikendallikan melalui tertib hidup dan disiplin atas dasar orientasi ketuhanan
yang senantiasa melindungi manusia.
Dalam Zubdat Al-Asrar, Syekh mengutip pernyataan Al-Burhanpuri yakni
pegarang kitab Tuhfah Al-Mursalah Ila Ruh
Al-Nabi, dan juga beliau adalah seorang ulama kelahiran India yang dianggap
sebagai pencetus pertama kali pemikiran Martabat
Tujuh. Konsep ini (tajali) Tuhan melalui tujuh martabat: ahadiyah, wahdah, wahidiyah, ‘alam
arwah,’alam mitsal, ‘alam ajsam, dan ‘alam insan. Adakalanya yang mengidentikan ajaran Martabat Tujuh dengan Ajaran Wahdatul Wujud atau Manunggaling kawula-Gusti.
Adapun ajaran tasawuf Syekh Yusuf Al-Makassari yaitu:
1.
Syari’at
dan hakikat.
Konsep
utama taswuf Al-Makassari adalah pemurnian kepercayaan pada keesaan Tuhan. Berbeda dengan
kecenderungan sufisme masa awal, ia mengungkapkan paradigma sufistik
bertolak dari asumsi dasar ajaran Islam yang memiliki dua aspek yaitu syari’at dan hakikat. Yang kedunya harus
dipandang dan diamalkan sebagai suatu kesatuan.[13]
2.
Transendensi
Tuhan
Al–Makassari
percaya dan berpegang teguh Tuhan itu mencakup segalanya.[14] Ia sangat
berhati-hati untuk tidak mengaitkan dirinya dengan doktrin panteisme
dengan menyatakan, meski Tuhan mengungkapkan diri-Nya dalam ciptaa-Nya. Syekh
Yusuf menggarisbawahi proses ini tidak mengambil bentuk kesatuan wujud antara
manusia dan Tuhan, hamba yang tidak memilki kesadaran tentang dirinya, merasa
tidak ada, ia
menyadari sebagai yang mewujudkan, yang diwujudkan dan perwujudan mirip sekali
dengan pandangan Wahdatul Wujud dalam
fisafat mistik Ibnu ‘Arabi.
3.
Insan Kamil
Dalam
penyucian diri, ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetap hamba walaupun
telah naik derajatnya, dan Tuhan akan tetap Tuhan walaupun turun pada diri
hamba. Dalam proses penyucian jiwa, ia menempuh cara yang moderat. Menurutnya,
kehidupan dunia bukanlah untuk ditinggalkan. Akan tetapi sebaliknya, hidup
diarahkan untuk menuju Tuhan. Gejolak hawa nafsu harus dikendallikan melalui
tertib hidup dan disiplin atas dasar orientasi ketuhanan yang senantiasa
melindungi manusia.
Berkenaan
dengan cara-cara menuju ntuhan ia membagi dalam tiga bagian:
a.
Tingkatan akhyar (orang-orang
terbaik)
b.
Tingkatan Mujahadah Syaqa
(orang yang berjuang dalam kesulitan)
c.
Tingkatan Ahl Adz-Dzikir
BAB III
KESIMPULAN
Pemikiran-pemikiran Hamzah Fansuri
tentang tasawuf banyak dipengaruhi Ibnu Arobi dalam Wahdat Wujudnya. Diantara ajaran-ajarannya adalah : (1) Allah. (2) Hakikat wujud dan
penciptaan. (3) Kelepasan. (4) Manusia
Secara ringkas ajaran-ajaran tasawuf Syekh Yusuf
Al-Makassari adalah sebagai berikut: (1) Syari’at
dan hakikat. (2) Transendensi Tuhan. (3) Insan
Kamil
DAFTAR PUTAKA
.
Abdul Hadi W.M ., Hamzah Fansuri “Risalah Tasawuf dan Puisi- puisi .
Dr.
Alwi Shihab, Ph.D., 2009, Antara Tasawuf Suni dan Falsafi Akar Tasawuf Di Indonesia, Penerbit Pustaka IIman: Bandung.
DR. Azyumardi Azra, 1994, Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Penerbit Mizan: Bandung.
Drs.
H. Musthafa, 2008, Akhlak
Tasawuf, Penerbit CV. Pustaka Setia: Bandung.
Prof. Dr. M. Sholihin, M. Ag dan Rosihun Anwar, M. Ag., Ilmu Tasawuf
[1]
Hawsah Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,
(Al ikhlas: Surabaya, 1930), 80
[3]
Diterbitkan oleh Kencana, Jakarta, 2006
[11]
Ahmad Daudi, Allah dan Manusia dalam Konsepsi Syekh Nuruddin Ar-Raniri,
(Rajawali: Jakarta, 1983), 36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar