BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul
berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam
keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas.
Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan
yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan
masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam
memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini peserta didik)
secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya.
Sehingga peserta didik diharapkan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan
terarah.
Untuk dapat memahami peserta didik secara lebih mendalam, maka seorang
pembimbing maupun konselor perlu mengumpulkan berbagai keterangan atau data
tentang peserta didik yang meliputi berbagai aspek, seperti: aspek sosial
kultural, perkembangan individu, perbedaan individu, adaptasi, masalah belajar
dan sebagainya. Dalam rangka mencari informasi tentang sebab-sebab timbulnya
masalah serta untuk menentukan langkah-langkah penanganan masalah tersebut maka
diperlukan adanya suatu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta-fakta
yang terkait dengan permasalahan yang ada. Salah satu tehnik atau metode
pengumpulan data atau fakta adalah studi kasus.
Pada praktiknya studi kasus diselenggarakan melalui cara-cara yang
bervariasi, seperti analisis laporan sesaat (anecdotal report), otobiografi
klien, deskripsi tentang tingkah laku, perkembangan klien dari waktu ke
waktu (case history), himpunan data (cummulative records),
konferensi kasus (case conference) seperti yang diungkapkan Jones, 1951;
Mc Daniels, 1957; Tolbert, 1959; Bernard&Fulmer, 1969; Patterson, 1978;
Fisher, 1978 (dalam Prayitno, 1999; 38).
2. Rumusan
Masalah
Menangani kasus yang dihadapkan kepadanya adalah inti pekerjaan konselor,
bagaimana seorang konselor dapat menangani sebuah kasus. Berkenaan dengan
pentingnya penanganan sebuah kasus, maka ada beberapa hal pokok yang perlu
diperhatikan oleh konselor, yaitu:
2.1 Bagaimana upaya pemahaman terhadap sebuah kasus?
2.2 Bagaimana langkah-langkah penanganannya?
2.3 Bagaimana upaya pemecahannya?
Kami akan membahasnya pada bagian selanjutnya dari tulisan ini.
3. Tujuan
Memahami peserta didik secara lebih
mendalam melalui data yang dikumpulkan secara mutlak diperlukan oleh seorang
pendidik (guru), karena setiap peserta didik memiliki kemungkinan menemui
masalah selama masa perkembangannya. Untuk itu
seorang pendidik harus mengerti bagaimana memberikan bantuan kepada mereka
sesuai dengan masalah yang dihadapinya.
Tulisan ini memberikan deskripsi yang jelas mengenai salah satu tehnik
bimbingan yakni studi kasus. Oleh karenanya makalah ini diharapkan dapat
menambah wawasan mahasiswa tentang langkah-langkah pelaksanaan studi kasus. Dan
ke depan, mahasiswa diharapkan dapat mengimplementasikannya di dalam dunia
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Awal Tentang Kasus
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kasus dapat berarti soal atau
perkara dapat juga berarti keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan
seseorang atau suatu hal. Jika istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang,
maka ini dapat berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan terdapat “soal” atau
”perkara” tertentu. Namun dalam hal ini yang perlu digarisbawahi pemakaian
istilah kasus dalam bimbingan dan konseling tidaklah mengarah pada
pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan
dengan tindak kriminal, perdata ataupun urusan polisi dan urusan-urusan lain
yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib, melainkan lebih
difokuskan pada kasus dalam pembelajaran pada suatu instansi lembaga pendidikan
maupun sekolah.
Istilah “Kasus” dalam bimbingan dan konseling digunakan sekedar untuk
menunjukkan bahwa ada permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu
mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan orang tersebut. Misalnya
kasus seorang mahasiswi bernama Dewi. Kasus Dewi menyangkut prestasi
akademiknya yang merosot, sering datang terlambat dikelas, kurang
bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya. Jika tidak segera
ditangani permasalahannya, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada Dewi
sendiri. Kasus Dewi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindakan
kriminal, polisi maupun hukum.
Namun kasus ini harus segera
ditangani dengan melibatkan Dewi sendiri dan orang lain yang dapat memberikan
kontribusi dalam pemecahan masalahnya keterlibatan orang lain dalam hal ini bukanlah
sebagai saksi seperti dalam kasus kriminal dan hal inipun harus sepengetahuan
dan seizin dari Dewi. Langkah ini
ditempuh agar Dewi tidak merasa bahwa dia tengah dihakimi, dicela ataupun
privasinya dibuka didepan orang banyak dsb. Sebaliknya pembicaraan mengenai
permasalahan yang dihadapinya dimaksudkan untuk memahami permasalahannya dan
untuk mendapatkan jalan keluar tepat dan berhasil, sehingga ia dapat kembali
pada keadaan yang menyenangkan dan membahagiakannya.
2.2
Pemahaman Terhadap Kasus
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah
kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi
yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan
pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung
dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana
yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di
permukaan laut besarnya sukar diukur.
Dalam rangka mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam mengenai sebuah kasus perlu dilakukan penjelajahan yang
luas dan intensif misalnya melalui wawancara dengan siswa tersebut (wawancara
konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record) yang ada disekolah,
ataupun kunjungan rumah. Dari
penjelajahan yang luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan
memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang
kasus itu. Baik permasalahan yang menyangkut individualitas, sosialitas,
moralitas, maupun Religiusitasnya.
Kemudian terdapat hal lain yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan
pemahaman terhadap suatu kasus ialah bagaimana memprediksi berbagai kemungkinan
yang bersangkut paut dengan kasus itu dilihat dari rincian permasalahannya,
penyebabnya dan kemungkinan akibat-akibat yang akan muncul. Seorang konselor
perlu mengembangkan konsep atau ide-ide mengenai rincian masalah, kemungkinan
sebab dan juga kemungkinan akibatnya. Karena hal itu merupakan bekal dan
ancangan bagi konselor untuk memperoleh pemahaman yang mantap mengenai kasus
yang sedang ditangani. Sekali lagi ditekankan bahwa ide-ide itu sebaiknya tidak
boleh menjadi alasan yang menutup kemungkinan terungkapnya fakta-fakta baru
dalam proses penjelajahan masalah secara lebih intensif, konselor tidak boleh
terikat dan secara kaku berpegang pada ide-idenya, karena bisa jadi ide-ide
yang dikembangkan itu tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kenyataan
yang diperoleh melalui pendalaman masalah (Prayitno: 1999)
2.3 Penanganan Terhadap Kasus
Penanganan kasus adalah keseluruhan perhatian dan tindakan seseorang
terhadap kasus (yang dialami oleh seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak
awal sampai dengan akhirnya perhatian atau tindakan tersebut (Prayitno: 1999:
77)
Dalam menangani sebuah kasus, seorang konselor melakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
1.) Pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak awal kasus itu
dihadapkan);
2.) Pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung didalam
kasus itu;
3.) Penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut;
4.) Mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber
pokok permasalahan.
Penanganan sebuah kasus dapat dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk
secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tujuan utama
teratasinya permasalahan yang dimaksudkan. Penanganan kasus dalam pengertian
yang khusus, menghendaki strategi dan tehnik-tehnik yang sifatnya khas sesuai
dengan pokok permasalahan yang akan ditangani. Disinilah keahlian konselor
diperlukan untuk menjelajahi masalah, penetapan masalah pokok yang menjadi
sumber permasalahan secara umum, pemilihan strategi dan tehnik penanganan
masalah pokok itu, serta penerapan strategi dan tehnik yang dipilihnya itu.
Berikut ini salah satu contoh kasus beserta urutan penanganannya: “Dimas,
seorang siswa SMA kelas III IPS; menunjukkan gejala jarang masuk sekolah,
sering melanggar tata tertib sekolah dan prestasi belajarnya rendah. Dia sering membolos terutama jika akan menghadpai mata pelajaran
Matematika. Pada akhir tahun lalu, dia termasuk salah satu siswa yang
dipermasalahkan kenaikan kelasnya. Dirumah dia
tidak mempunyai tempat belajar sendiri dan dia belajar ditempat tidurnya. Ia
banyak membantu kegiatan keluarga sehinga sering terlambat masuk sekolah.
Sedangkan data lain menunjukkan bahwa siswa tersebut adalah anak keenam dari
sebelas bersaudara. Tiga saudaranya sudah berada di perguruan tinggi, dan salah
seorang adiknya juga dikelas III IPA disekolah yang sama. Dia sebenarnya kurang
berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas
rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya”.
Dari contoh kasus diatas, kita dapat membayangkan berbagai permasalahan
yang dialami oleh Dimas, dan kita dapat mengenalinya melalui:
1.) Deskripsi Awal Kasus
Deskripsi awal kasus menunjukkan bahwa dari dimensi individualitas, Dimas
memiliki prestasi belajar rendah dan kurang berminat pada IPA; dimensi
sosialitas menunjukkan dia pernah bentrok dengan guru; dimensi moralitas
menunjukkan dia suka melanggar tata tertib, membolos dan sering terlambat masuk
sekolah.
2.) Ide-ide tentang rincian permasalahan; kemungkinan sebab dan akibat dari
permasalahan, misalnya prestasi belajar rendah
a. Gambaran yang lebih rinci:
- nilai raport banyak merahnya
- nilai tugas, ulangan dan ujian rendah
- peringkat dibawah rata-rata, dsb
b. Kemungkinan sebab:
- intelegensi dibawah rata-rata
- malas belajar
- kurang minat dan perhatian, dll
c. Kemungkinan akibat:
- minat belajar semakin berkurang
- tidak naik kelas
- dikeluarkan dari sekolah, dsb
3.) upaya dan hasil penjelajahan lebih lanjut terhadap setiap permasalahan
yang terkandung dalam kasus yang dimaksud.
Penjelajahan masalah atau studi kasus yang lebih menyeluruh dan lengkap
dapat ditempuh melalui berbagai cara seperti wawancara, analisis terhadap
laporan sesaat (anecdotal report), perkembangan anak atau klien dari waktu ke
waktu (case history), himpunan data (cumulative record), cerita tentang anak
atau klien (otobiografi), konferensi kasus (case conference)
4.) upaya penanganan secara khusus terhadap permasalahan pokok yang menjadi
sumber permasalahan pada umumnya
Penanganan sebuah kasus bukanlah hal yang mudah. Partisipasi aktif dari
orang yang mengalami masalah serta orang-orang yang amat besar pengaruhnya
kepada orang yang mengalami masalah seperti orang tua, guru dan orang lain yang
amat dekat hubungannya mutlak diperlukan. Tanpa partisipasi aktif dari orang
yang bermasalah serta orang-orang dekat disekitarnya, keberhasilan upaya
bimbingan dan konseling amat diragukan atau bahkan gagal sama sekali, sehingga
masalah tidak terpecahkan.
Selain itu, pihak lain yang perlu dilibatkan adalah berbagai unsur yang
terdapat dilingkungan orang yang mengalami masalah baik lingkungan sosial,
fisik, maupun lingkungan budaya. Termasuk dalam kategori ini adalah para ahli
bidang-bidang tertentu, seperti dokter, psikiater, ahli hukum dan lain-lain
(Prayitno; 1999: 81)
Kaitannya dengan pihak-pihak yang terlibat dalam upaya bimbingan dan
konseling, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Perlibatan pihak-pihak, sumber dan unsur-unsur lain diluar diri orang
yang mengalami masalah:
1.) harus sepengetahuan dan seizin orang yang mengalami masalah
2.) bersifat suka rela dan tidak merugikan pihak-pihak yang dilibatkan
b. pihak-pihak yang dilibatkan, dipilih secara seksama:
1.) agar dapat bermanfaat secara efektif dan efisien
2.) agar dapat disinkronisasi, dipantau dan dikontrol
3.) sesuai dengan azas-azas bimbingan dan konseling
c. ada penjelasan rinci tentang peranan masing-masing pihak yang dilibatkan
terhadap pihak yang dilibatkan dan bagi orang yang mengalami masalah itu
sendiri.
2.4 Penyikapan Terhadap Kasus
Penyikapan terhadap sebuah kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus
untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan
konselor terhadap kasus tersebut. Penyikapan pada umumnya mengandung
unsur-unsur kognisi, afeksi dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya.
Unsur-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap kasus pada garis
besarnya adalah sebagai berikut:
1.) Keyakinan dan penghayatan bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahluk yang
paling indah dan berderajat paling tinggi. Hal itu terwujud dalam bentuk
kesenangan dan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat
2.) Pemahaman dan penghayatan bahwa untuk menuju perwujudan manusia
seutuhnya empat dimensi kemanusiaan harus dikembangkan secara serempak dan
optimal
3.) Pemahaman ddan penghayatan setiap orang dapat mengalami permasalahan
dalam hidupnya dan dapat mengganggu perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya
4.) Pemahaman dan penghayatan bahwa faktor-faktor lingkungan sangat
berpengaruh terhadap pengembangan dimensi-dimensi kemanusiaan disatu sisi dan
di sisi lain juga mempengaruhi timbulnya permasalahan
5.) Pemahaman dan penghayatan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling mampu
memberikan bantuan kepada orang-orang dalam rangka mengatasi masalah yang
dihadapinya
6.) Pemahaman dan penghayatan bahwa orang yang sedang mengalami masalah
tidak dianggap sebagai orang yang terlibat tindak kriminal ataupun orang yang
sakit. Tetapi dianggap sebagai orang yang normal dan sehat
7.) Pemahaman dan penghayatan bahwa perlu upaya pendalaman lebih lanjut
demi mencapai pemahaman yang lengkap dan mantap berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapi
8.) Pemahaman dan penghayatan diperlukan tehnik dan strategi dalam
mengatasi masalah yang dialami seseorang
9.) Pemahaman dan penghayatan bahwa dalam menangani permasalahan seseorang
perlu melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsur untuk secara efektif dan
efisien mengatasi permasalahan.
Selanjutnya unsur-unsur kognitif tersebut diatas dapat diwujudkan dalam
bentuk tingkah laku yang mencerminkan kecenderungan efektif, seperti:
1.) memberi penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap
kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
2.) Konselor berupaya ikut mengembangkan empat dimensi kemanusiaan secara
serasi dan seimbang menuju perwujudan manusia seutuhnya.
3.) Merasa prihatin dan menaruh simpati kepada orang-orang yang mengalami
permasalahan
4.) Berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk
membantu menyelesaikan permasalahan seseorang dengan cepat dan tepat
5.) Bersikap positif terhadap orang-orang yang mengalami masalah
6.) Bertindak hati-hati, teliti, tekun dan bertanggung jawab dalam
menangani permasalahan seseorang
7.) Mengembangkan wawasan, ide, strategi dan teknik serta menerapkannya
dengan tepat
8.) Tidak menyelesaikan permasalahan seseorang sendirian saja, namun harus
melibatkan pihak dan sumber yang dimungkinkan dapat memberi bantuan dalam
penyelesaian seseorang
9.) Tidak menutup kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah
kepada pihak lain yang lebih ahli
Kemudian pemahaman dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan efeksi
itu dapat secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan terhadap kasus dan
upaya penanganannya. Perlakuan
itu antara lain dapat berbentuk:
1) Menerima kasus yang dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung
jawab
2) Mengembangkan wawasan tentang kasus itu secara lebih rinci, baik
mengenai sebab timbulnya permasalahan maupun akibatnya jika permasalahan tidak
ditangani
3) Mengembangkan strategi dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk
mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan
4) Melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsur jika diyakini hal-hal
tersebut akan membantu pemecahan masalah
5) Mengkaji upaya pemecahan masalah sampai seberapa jauh upaya tersebut
menampakkan hasil.
Unsur kognisi, afeksi dan perlakuan setidaknya menjadi dasar penyikapan
seseorang (konselor) terhadap kasus yang dipercayakan kepadanya. Dan hal itu
menjadi wujud nyata dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling di samping
itu kepribadian dan keahlian konselor juga ikut memberi kontribusi dalam proses
pelayanan bimbingan dan konseling
BAB III
KESIMPULAN
Kasus adalah kesatuan kondisi yang mengindikasikan satu atau sejumlah
masalah yang dialami oleh seorang individu. Masalah-masalah tersebut dapat
berkenaan dengan keempat dimensi kemanusiaan kasus-kasus itu dihadapkan pada
konselor agar permasalahan itu bisa diatasi dan individu terbebas dari
permasalahan yang melilitnya.
Seorang konselor harus memiliki wawasan, pemahaman dan penyikapan terhadap
kasus pada umumnya, serta pemahaman dan cara-cara penanganan masalah-masalah
yang terkandung dalam setiap kasus.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang konselor dari sebuah kasus
adalah bahwa kasus yang ditanganinya tidak ada kaitannya dengan perkara
kriminal ataupun perdata, dan konselor tidak menangani kasus-kasus berkenaan
dengan keadaan sakit ataupun ketidaknormalan secara fisik, konselor juga tidak
boleh memandang suatu kasus dari berat ringannya, tetapi kasus itu hendaknya
ditangani secara professional dan bertanggung jawab.
Konselor harus memiliki wawasan yang luas tentang berbagai masalah yang
terkandung dalam sebuah kasus. Wawasan itu tercakup konsep-konsep atau ide-ide
tentang rincian setiap masalah serta kemungkinan sebab-sebab dan
akibat-akibatnya sedapat mungkin dikuasai oleh konselor.
Konsep atau ide itu akan memberikan arahan awal untuk melakukan pendalaman
masalah melalui berbagai cara, seperti wawancara langsung dengan individu
penyandang kasus, analisis otobiografi, tingkah laku, perkembangan, kumpulan
data, dan konferensi kasus.
Penjelajahan dan penanganan masalah dilakukan dengan mengaktifkan berbagai
pihak dan sumber yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani. Penyikapan
konselor terhadap setiap kasus yang ditangani konselor sejak awal menerima
kasus sampai dengan selesainya penanganan kasus tersebut. Unsur-unsur kognisi, afeksi,
dan perlakuan terkait langsung dengan penyikapan konselor terhadap suatu kasus.
DAFTAR PUSTAKA
A, Hallen. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat
Press.
Jumhur. 1975. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:
CV Ilmu.
Prayitno. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Winkel, Srihastuti. 2004. Bimbingan dan
Konseling Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar