BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG MASALAH
Islam sebagaimana diketahui merupakan agama (al-din),
dengan sistemnya yang utuh, mengandung konsep yang menyeluruh (the total concep)[1] untuk
mengarahkan keyakinan, iman serta perilaku manusia penganutnya untuk memenuhi
hakekat dan tujuan hidupnya, yaitu mengabdikan diri kepada Allah SWT semata.
Prinsip pengabdian kepada Allah semata itu, secara mendasar, lahir dari ajaran
yang sangat esensial dan fundamental sifatnya dalam Islam, yaitu ajaran tauhid,
suatu monoteisme murni yang ketat dan tidak kenal kompromi. Agaknya telah
menjadi pengetahuan umum bahwa siapapun yang menyediakan dirinya untuk menjadi
muslim haruslah dengan setulusnya melakukan ikrar yang diwujudkan dalam bentuk syahadat
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah.
Pada hakikatnya semua agama terbentuk
berdasarkan wahyu dan tafsir terhadap wahyu itu. Yang tersebut pertama bersifat
pasti dan tetap, oleh karena merupakan peryataan aktual dari kehendak ilahi,
serta mengandung kebenaran-kebenaran abadi. Adapun tafsir merupakan tanggapan
hati nurani manusia terhadap wahyu, dan karena hati nurani ini berangsur-angsur
terlibat, maka lalu bergantung kepadanya. Selama berabad-abad wahyu bertahan
tanpa mengalami sesuatu perubahan apapun; sedangkan tafsir, dalam perjalanan
masa menjadi sasaran tekanan oleh kekuatan dalam maupun luar. Tekanan-tekanan
yang pada setiap babakan sejarah memberikan cirinya kepada masyarakat.[2]
Bagaimanapun juga ketiga disiplin ilmu
itu Tasawuf, Kalam (Teologi) dan Filsafat hadir didalam sejarah Pemikiran Islam
dengann saling berjalinan, dan dalam istilah-istilah yang terumuskan dengan
baik Tasawuf, Falsafah, dan Kalam.
- RUMUSAN MASALAH
Dari uraian singkat di atas,
pemakalah menuliskan beberapa rumusan masalah terkait dengan masalah ini,
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud
dengan Filsafat, Teologi dan Tasawuf?
2. Apa hubungan Filsafat,
Teologi dan Tasawuf?
3. Apa perbedaan dan
persamaan Filsafat, Teologi dan Tasawuf?
- TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui
definisi dari Filsafat, Teologi dan Tasawuf
2. Untuk mengetahui
hubungan Filsafat, Teologi dan Tasawuf
3. Untuk mengetahui
perbedaan dan persamaan Filsafat, Teologi dan Tasawuf
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Filasafat, Teologi dan Tasawuf
Agama Islam
menyimpan banyak sekali ilmu tentang pengetahuan didalamnya. Dengan sumber yang
berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah lahirlah beberapa disiplin ilmu keislaman
yang ada saat ini, seperti ilmu kalam, tasawuf, filsafat, dan lain sebagainya.
Setiap disiplin ilmu yang itu mempunyai keterikatan yang tidak dapat
dipisahkan. Untuk lebih mempermudah mengetahui hubungan antara tasawuf, ilmu
kalam dan filsafat alangkah lebih baiknya kita mengetahui pengertiannya
terlebih dahulu.
1.
Filsafat
Kata filasafat yang
dalam bahasa Arab falsafah yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah philosophy, adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia.
Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love)
dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom)
dalam arti yang sedalam-dalamnya. [3]
Sedangkan secara
terminologi diungkapkan oleh beberapa tokoh, antara lain:
-
Menurut Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat
mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
-
Menurut Aristoteles
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
-
Menurut Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup
masalah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang
dapat kita ketahui.
Filsafat
adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya.[4]Pengetahuan indera mencakup
segala sesuatu yang dapat diindera. Batasnya: segala sesuatu yang tidak
tertangkap panca indera; pengetahuan ilmu mencakup sesuatu yang dapat diteliti
(riset). Batasnya: segala sesuatu yang tidak atau belum dapat dilakukan
penelitian; pengetahuan filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat difikir
oleh akal budi (rasio). Batasnya adalah alam. Namun ia juga mencoba memikirkan
sesuatu di luar alam, yang disebut agama, Tuhan.
Pemikiran
kefilsafatan menurut Drs. Suyadi MP mempunyai karakteristik sendiri, yaitu
menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Hal yang ini sama dengan pendapat Drs.
Sri Suprapto Wirodiningrat yang menyebut juga pikiran kefilsafatan mempunyai
tiga ciri, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
-
Menyeluruh artinya pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan
bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandangan tertentu. Pemikiran kefilsafatan
ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu yang lain,
hubungan ilmu dengan moral, seni dan tujuan hidup.
-
Mendasar artinya pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental
atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak
bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti pada periferis
(kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya.
-
Spekulatif artinya pemikiran yang dapat dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk
menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. (Sri Suprapto Wirodiningrat, 1981,
hal. 113-114)
2.
Teologi / ilmu kalam
Menurut ahli tata
bahasa Arab, kalam didefenisikan sebagai ‘kata’ atau ‘lafaz’ dengan bentuk
mejemuk (ketentuan/perjanjian). Secara teknis, kalam berarti alasan atau
argumen rasonal untuk memperkuat pernyataan.[5] Nama lain : Ilmu Aqaid
(ilmu akidah-akidah), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan), Ilmu
Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok agama). Disebut juga ‘Teologi Islam’. ‘Theos’
yang artinya Tuhan; ‘Logos’ berarti ilmu. Jadi Teologi adalah ilmu tentang
ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di
dalamnya persoalan-persoalan gaib. Ilmu sama dengan pengetahuan;
Kalam sama dengan ‘pembicaraan’; pengetahuan tentang pembicaraan yang
bernalar dengan menggunakan logika. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran
(dalil aqli) Dalil Naqli (Al-Qur’an dan Hadis) baru dipakai sesudah ditetapkan
kebenaran persolan menurut akal fikiran. (Persoalan kafir-bukan kafir).
Menurut al-Ghazali,
kalam hanya bisa digunakan untuk menghadapi tantangan terhadap akidah
yang sudah dianut oleh umat; tetapi tidak untuk menanamkan akidah yang benar
kepada,umat yang menganutnya, apalagi untuk menuntut orang bisa menghayatinya.[6] Ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang
terdiri sendiri disebutkan untuk pertama kali pada masa Khalifah ‘Abbasiyah,
Al-Ma’mun (W. 218 H), setelah ulama-ulama Muktazilah mempelajari kitab-kitab
filsafat yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dipadukan dengan meode ilmu
kalam. Sebelum masa Al-Ma’mun, ilmu yang membicarakan masalah kepercayaan
disebut Al-Fiqh sebagai imbangan fiqh Fialilmi, yaitu tentang
hukum Islam, sebagaimana Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) menamakan
bukunya mengenai kepercayaan agama dengan Al-Fiqh Al-Akbar, perkembangan lebih
lanjut istilah fiqh ini khusus untuk ilmu yang membicarakan
perrsoalan-persoalan hukum-hukum Islam.ilmu kalam belakangan juga dikenal
dengan teologi Islam yang sudah lama dikenal penulis-penulis Barat. Dalam
pembahasan para ahli ketimuran selalu digunakan theology (Islam) untuk
ilmu kalam ini. Ilmu kalam/teologi Islam timbul karena Islam sebagai agama
merasa perlu menjelaskan poko dasar agamamya dan segi-segi dakwah sebagai
tujuan Al-Qur’an dan Sunah. Dua dasar ini membicarakan wujud Tuhan yang segala
aspeknya dan mengatakan hubungan-Nya dengan makhluk.
Ilmu kalam belum
dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. Selang beberapa periode, setelah ilmu-ilmu
keIslaman satu-persatu mulai muncul dan banyak orang membicarakan soal metafisika
atau alam gaib, dalam ilmu ini terdapat berbagai golongan dan aliran, kurang lebih
3 abad lamanya kaum muslimin melakukan berbagai perdebatan baik sesama pemeluk
Islam maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin mencapai ilmu
yang membicarakan dasar-dasar akidah dan rinciannya; baik oleh faktor dari
dalam Islam sendiri maupun karena faktor dari luar Islam karena berbagai
persoalan kalam yang muncul, timbullah bermacam-macam aliran kalam.[7]
3.
Tasawuf
Tasawuf
adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak mengenal dan mendekatkan diri kepada
Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar denganNya.[8] Tasawuf, sebagai aspek
mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan
komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa
dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai
pengalaman spritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian
memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala
eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi Yang
Absolut.[9]
Salah satu disiplin
ilmu yang berkembang dalam tradisi kajian Islam, selain Ilmu Kalam, Filsafat
dan Fiqih. Tujuannya: memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan,
sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Tasawuf
berusaha mengetahui dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT); dan bila
mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.[10]
Abu al-Wafa’al-Ganimi at-Taftazani (peneliti tasawuf) menyebutkan
karakteristik secara umum, baginya tasawuf mempunyai 5 ciri umum, yaitu:
1) Memiliki
nilai-nilai moral
2) Pemenuhan
fana (sirna) dalam realitas mutlak
3) Pengetahuan
intuitif langsung
4) Timbulnya
rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam diri sufi karena terciptanya maqamat
(makam-makam atau beberapa tingkatan)
5) Penggunaan
simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.[11]
B.
Hubungan
Filsafat, Teologi dan Tasawuf
Dalam kaitannya dengan
ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spritual dalam
pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan widan)
terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan
penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pendang bahwa ilmu tasawuf
merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.
Kajian-kajian Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan
ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh
itu pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan
tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu
juga dicata bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah
istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik
dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb
tidak berpengaruh terhadap roh dan jiwa.[12]
Selain itu, ilmu
tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadarran rohaniah dalam
perdebaan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia
Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan nasional, di samping
muatan naqliah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmu kalam
dapat bererak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Di sinilah ilmu tasawuf
berfungsi memberi muatan rohaniah sehinggailmu kalam tidak dikesani sebagai
dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau
sentuhan secara qabliah (hati).[13]
Dari
uraian-uraian singkat di atas, dapat kita ketahui bahwa hubungan antara
Filsafat, Teologi (kalam) dan Tasawuf adalah sebagai berikut:
a. Ketiganya berusaha
menemukan apa yang disebut Kebenaran (al-haq).
b. Kebenaran dalam Tasawuf
berupa tersingkapnya (kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata
hati.
c. Kebenaran dalam Ilmu Kalam
berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran rasio lalu
dirujukkan kepada nash (al-Qur’an & Hadis)
Maka ketiganya mendalami
pencarian segala yang bersifat rahasia (gaib) yang dianggap sebagai ‘kebenaran
terjauh’ dimana tidak semua orang dapat melakukannya.
C.
Perbedaan dan Persamaan Filsafat, Teologi dan Tasawuf
a. titik persamaan
Ilmu kalam, filsafat, dan
tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah
ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat
adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu
yang ada.[14] Sementara itu objek
kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-uapaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi,
di lihat dari objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan
ketuhanan.[15]
Bagi ilmu kalam,
filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama yaitu kebenaran. Ilmu
kalam dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan yang
berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha
menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau tidak
dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuaan karena berada di luar atau di atas
jangkauanya), atau tentang tuhan. Sementara itu, tasawuf juga dengan metodenya
yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan
spritual menuju Tuhan.
b. titik perbedaan
Perbedaan di antara
ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang
menggunakan logika di samping argumentasi-argumentasi naqliah berfungsi
untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai
apologinya.[16] Pada
dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah) dikenal juga
dengan istilah dialog keagamaan. Sebagai ilmuwan bahkan mengatakan bahwa
ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran
agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.[17]
Sementara itu,
filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan
integral (menyeluruh) serta universal (mengalam); tidak merasa
terikata oleh apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama
logika. Peranan filsafat sebagaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada
ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the gaining of
conceptual clarity).[18]
Berkenaan dengan
keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika maka dalam filsafat
dikenal apa yang disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan
korespodensi, kebenaran adalah persesuaian antara kenyataan sebenarnya di alam
nyata.[19]
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih
menekankan rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat
distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu
tasawuf bersifst subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.
Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek
rasio. Hal ini karena pengalaman rasa sulit dibahasan. Pengalaman rasa lebih
muda dirasakan langsung oleh orang yang ingin memperoleh kebenaranya dan mudah
digambarkan dengan bahasa lambang, sehingga sangat interpretable dapat
diinterpretasikan bermacam-macam). Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu
tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari
tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri,
yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri subjek sendiri.
Itulah sebabnya dalam sains dikenal istilah objeknya tidak objektif. Ilmu
seperti ini dalam sains dikenal dengan ilmu yang diketahui bersama atau tacit
knowledge, dan bukan ilmu proporsional.
Didalam pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi)
berkembang menjadi teologi rasional[20] dan teologi
tradisional.[21] Filsafat
berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri. Sains
berkembang menjadi sains kealaman,sosial, dan humaniora; sedangkan filsafat
berkembang lagi menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern.
Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Artinya, Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan
manusia, baik untuk keperluan hidupnya di dunia maupun untuk kepentingannya di
akhirat kelak, yang oleh H. A. R. Gibb disebutnya sebagai “ a complee
system of religion” lihat H. A. R. Gibb, Wither Islam, London,
Victor Gollance Ltd., 1932, hal. 12
[2] H.L. Beck dan N.J.G Kapten, Pandangan Barat terhadap Literatur, Hukum,
Filosofi Teologi dan Mistik Tradisi Islam, (Jakarta: INIS, 2001), hal.45.
[3] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 3
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 317.
[6] Syumhoedim, Fadjar Noegraha, Tasawuf Kehidupan Al-Ghazali, (Jakarta:
CV. Putra Harapan, 1999), hal. 81.
[10] Hadiyan, “Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan
Filsafat”, disampaikan pada Perkuliahan Tatap Muka Ke-4 Ilmu Tasawuf 8
November 2008. (online) avaible: google.com//download, diakses pada tangal 16
Juli
[14] Plato menyatakan bahwa objek filsafat adalah menemukan
kenyataan (the discovery of realty) atau kebenaran mutlak (absolute
truth) kedua hal itu bisa dikenal dengan istilah dialektika (dialectic). Aristoteles
menyatakan bahwa pada mulanya filsafat merupakan kebujaksanaan. Kemudian
menjadi upaya menyelidik sebab atau latar belakang dan prinsip-prinsip dari
segala sesuatu (consernet with the investigasion of couses and
prinsiple of things). Prinsip atau unsur pokok di sini adalah
mengidentifikasi seluruh ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kemanusiaan (to
be identical with the totaliti of human knowledge). Aristoteles selanjutnya
mengatakan bahwa filsafat yang pertama (first philosophy)
dinamakan sebagai theology yang kajian utamanya berkenan dengan sebab
terakhir yang dikenal istilah Tuhan (concernet with ultimate prinsiples and
couses, which includs the idea of god ). Selanjutnya lihat: Dr. Abdul
Rozak dan Dr. Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung : CV Pustaka Setia),
hal. 39.
[16] Pius,Abdillah P. pada Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Surabaya:
Arkola), . Opologi artinya Pidato pembelaan, hal. 38.
[17] Rasional (Descarates-Spinoza-Lebniz ) yakni: masuk akal; sesuai
dengan nalar; menurut pikiran sehat; bijaksankan sedangkan Rasionalisme
adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan , ibid.
. .,hal. 522 dan prof. Dr . Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hal 127
a.
Hanya terikat pada dogma-doma yang dengan jelas dan
tegas di sebut dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi.
- Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal. Ibid . . .,hal. 42
[21]Teologi tradisional memiliki
prinsip-prinsip berikut ini:
a.
Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang
mengandung arti zhanni teks yang boleh mengandung arti lain selain dari
arti harfiah.
b.
Tidak memberikan kebebasan pada manusia dalam
kehendak dan berbuat.
c.
Memberikan daya yang kecil kepada akal. Ibid.
. .,hal.42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar