Kamis, 17 April 2014

PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING



PENDEKATAN DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling

Dosen Pengampu: Titin Nurhidayati, S. Pd. M. Pd.
Oleh:
LIA INDRIANI
M. SHOBIRIN UMAR
NURUL QOMARIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUSTANUL ULUM
Jl. Doktren No. 26 Krai-Yosowilangun-Lumajang
Tahun Akademik 2013-2014
DAFTAR ISI

DAFTAR   ISI
BAB I  PENDAHULUAN ............................................................................. 1
            A. Latar Belakang ............................................................................... 1
            B. Rumusan Masalah ...........................................................................  1
            C. Tujuan .............................................................................................  1
 BAB II  POKOK BAHASAN ...................................................................... 2
            A. Pendekatan Konseling Behavioral .................................................. 2
            B. Pendekatan Konseling Gestalt......................................................... 3
           C. Pendekatan Konseling Rasional Emotional ..................................... 6
           D. Pendekatan Konseling Psikoanalisis ................................................ 10
           E. Pendekatan Konseling Humanistik .................................................. 12
BAB III  KESIMPULAN ..............................................................................  15
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................  16







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran-mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai “Polisi Sekolah“ atau “Polisi Susila”pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.

B.     Rumusan Masalah
Apa saja pendekatan dalam bimbingan dan konseling?

C.    Tujuan
Menyebutkan dan menjelaskan pendekatan dalam bimbingan dan konseling



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.  Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (c) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
2.      Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.  Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
3.      Tujuan Konseling
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
4.      Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral.
1)      Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
2)      Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
3)      Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
4)      Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung). [1]
5)      Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.

1.      Konsep Dasar
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut.  Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah : (1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya, (2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu, (3) aktor bukan reaktor, (4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya, (5) dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab, (6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang. Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.
2.      Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah kaena terjadi pertentangan antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi. Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self).
Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis, ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, mengalami kesenjangan sekarang dan yang akan dating, melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi. Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
a.       Kepribadian kaku (rigid)
b.      Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung
c.       Menolak berhubungan dengan lingkungan
d.      Memeliharan unfinished business
e.       Menolak kebutuhan diri sendiri
f.       Melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih” .
3.      Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
a.       Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi,
b.      Memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
c.       Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
d.      Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
e.       Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.[2]

1.      Konsep Dasar
Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu: (A) Antecedent event , (B) Belief, dan (C) Emotional consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
A.    Antecedent event, yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
B.     Belief, yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
C.    Emotional consequence merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
2.      Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.  Ciri-ciri berpikir irasional : (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu; (c) menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a) individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi; (b) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain; (c) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan; (b) banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum; (c) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya; (d) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut; (f) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang; (g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
3.      Tujuan Konseling
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah. Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
a)      Pertama: insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
b)      Kedua: insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
c)      Ketiga: insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.
4.      Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1)      Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2)      Kognitif-ekisperensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3)      Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4)      Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien. [3]

1.      Konsep Dasar
a.       Hakikat manusia, Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat:
A)    Anti rasionalisme
B)    Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.
C)    Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan tadi. Libido atau eros mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai lawan lawan dari Thanatos
D)    Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.
E)     Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang berciri biasa.
Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur, yaitu id, ego, dan super ego
2.      Tujuan Konseling
1)      Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri
2)      Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, didiskusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.
3.      Deskripsi Proses Konseling
A)    Fungsi konselor: Konselor berfungsi sebagai penafsir dan penganalisi, Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.
B)    Langkah-langkah yang ditempuh: menciptakan hubungan kerja dengan klien, tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi, tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya, Pengembangan reesitensi untuk pemahaman diri, pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor, melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi, dan menutup wawancara konseling
4.      Teknik Konseling
a.       Asosiasi bebas, yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
b.      Analisis mimpi, klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
c.       Interpretasi, yaitu mengungkap apa yang terkandung dibalik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.
d.      Analisis resistensi; resistensi berati penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
e.       Analisis transferensi. Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.

E.     Pendekatan Konseling Humanistik
1.      Konsep Dasar:
Memandang manusia sebagai individu yang unik. Manusia merupakan seseorang yang ada, sadar dan waspada akan keberadaannya sendiri. Setiap orang menciptakan tujuannnya sendiri dengan segala kreatifitasnya, menyempurnakan esensi dan fakta eksistensinya.  Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri  Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada seluruh bentuk self expression.
2.      Asumsi Perilaku Bermasalah
Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain, pengalamannya tertekan.
3.      Tujuan Konseling
a.       Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya
b.      Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
c.       Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
d.      Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.
4.      Deskripsi Proses Konseling
a.       Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseling.
b.      Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem dan apa yang diinginkannya.
c.       Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
d.      Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan konseling.
e.       Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.






























BAB III
KESIMPULAN

Bimbingan pada akikatnya bukanlah merupakan suatu hal yang baru karena sejak zaman dahulu telah ada. Bimbingan dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Adanya pendekatan dalam   bimbingan yang dimaksudkan agar tercapainya tujuan bimbingan baik secara umum maupun khusus.
Jenis-jenis pendekatan terbagi atas 5 bagian yaitu :
1.      Pendekatan konseling behavioral.
2.      Pendekatan konseling Gestalt
3.      Pendekatan konseling Rasional Emotif
4.      Pendekatan konseling Psikoanalisis
5.      Pendekatan konseling Humanistik


















DAFTAR PUSTAKA

Achmad Juntika Nurihsan, 2009, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Refika Aditama, Bandung.
http//em-eg.blogspot.com/2009/II/Pendekatan-Bimbingan-dan-Penyuluhan.html.
Prayitno.M, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta.
Sukardi, Dewa Ktut, 2003, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling Disekolah. Rineka Cipta. Jakarta.
























[1]
[2]Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling
[3] Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar