Sabtu, 12 April 2014

CORAK PEMIKIRAN TASAWUF SYEKH ABDUR RO'UF AS-SINGKILI DAN SYEKH SITI JENAR



CORAK PEMIKIRAN TASAWUF
SYEKH ABDUR RO’UF AS-SINGKILI
DAN
SYEKH SITI JENAR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tasawuf

Dosen Pengampu: Nur Yasin, S.HI.






Oleh:
JEFRI IRAWAN SUSIANTO

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUSTANUL ULUM
Jl. Doktren No. 26 Krai-Yosowilangun-Lumajang
Tahun Akademik 2013/2014

DAFTAR ISI

DAFTAR   ISI
BAB I  PENDAHULUAN .............................................................................  1
A. Latar Belakang ................................................................................  1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................  1
C. Tujuan .............................................................................................  1
BAB II  PEMBAHASAN ..............................................................................  2
A. Syekh Abdur Ro’uf As-Singkili...................................................... 2
B. Syekh Siti Jenar ...............................................................................  2
BAB III  KESIMPULAN ...............................................................................  5
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................  6




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah Islam dan berbagai cabangnya, termasuk sejarah tasawuf dan pengikutnya sangat penting untuk diperkenalkan dan dibahas, diantaranya adalah mengenai tokoh-tokoh dari ajaran tasawuf di Indonesia ini. Tasawuf terus mengalami perkembangan dan memberi pengaruh penting di Indonesia. Sejak permulaan sejarah Islam di wilayah tersebut hingga hari ini. Akan tetapi, selama beberapa abad permulaan sejarah itu terutama pada abad ke-10 H/ 16 M dan ke-11H/ 17 M tasawuf memainkan terbesar dan paling menentukan dalam membentuk pandangan religius, spiritual, dan intelektual di kepulauan Indonesia.[1]
Pada masa itu tasawuf memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Indonesia dan kepulauan di sekitarnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana corak pemikiran tasawuf Syekh Abdur Ro’uf As-Singkili?
2.      Bagaimana corak pemikiran tasawuf Syekh Siti Jenar?

C.     Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu agar mahasiswa dapat menjelaskan corak pemikiran tasawuf Syekh Abdur Ro’uf As-Singkili dan Syekh Siti Jenar





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Syekh Abdur Ro’uf As-Singkili
Nama lengkap beliau adalah Abdul Rauf Al-Jawi Al-Fansuri Al-Singkil. Tahun kelahirannya tidak  diketahi pasti ada yang menyebutkan tahun kelahirannya 1024 H/1615 M.[2] Ia menerima bai’at tarekat Syathariyyah. Abdur Rauf adalah ulama yang berupaya mendamaikan ajaran martabat alam tujuh yang dikenal di Aceh sebagai paham wahdatul wujud/wujudiyyah (pantheisme) dengan paham sunnah.
Pemikiran tasawuf As-Singkili dapat dilihat antara lain pada persoalan merekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Ajaran tasawufnya mirip dengan tasawuf Hamzah Fansuri dengan Ar-Raniri yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki yakni Allah. Sedangakan alam ciptaanya bukanwujud hakiki tetapi bayangan dari  hakiki. Menurutnya jelaslah alam berbeda dengan Allah. Beliau juga mempunyai pemikiran tentang zikir, zikir menurut pandngannya usaha melepaskn diri dari lalai dan lupa.
Ajaran tasawuf As-Singkili yang lain bertalian dengan martabat perwujudan. Menurutnya ada tiga martabat perwujudan. Pertama, ahadiyah atau la ta’ayyun (waktu itu masih merupakan hakikat yang ghaib). Kedua, martabat wahdah atau ta’ayun awwal (sudah tercipta hakikat muhammadiyyah sangat potensial bagi terciptanya alam). Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani disebut juga a’ayan al-tsabilah dan dari sinilah alam tercipta.

B.     Syekh Siti Jenar
Asal-usul dan sejarah hidup Syekh Siti Jenar sulit dilacak. Ada beberapa versi tentang kisah hidupnya, salah satunya adalah kisah tentang Sunan Bonang yang mengajari ilmu ghaib kepada Sunan Kalijaga.
Ketika sedang khusyuk mengajarkan ilmunya, Sunan Bonang merasa bahwa perahu tersebut bocor. Kemudian mereka menepi untuk mengambil tanah liat dan dengan kekuatan ilmunya Sunan Bonang menembel bagian yang bocor tadi. Rupanya tanpa sepengetahuan beliau di
dalam tanah liat tersebut.
Sunan Bonang merasa ada satu makhluk yang telah ikut mendengarkan ajarannya. Dengan karamahnya, Sunan Bonang lalu merubah bentuk asli dari cacing itu. Berubahlah cacing tadi menjadi sosok laki-laki yang kemudian diberi nama Siti Jenar. Siti berarti tanah dan Jenar berarti merah.
Pada mulanya Sunan Bonang merasa marah pada Siti, karena dinilai telah lancang. Namun akhirnya beliau mau mengajak Siti bergabung dengan para wali lainnya, karena dinilai memiliki pengetahuan agama yang lebih. Kisah ini lebih berbau mitos dan tampak dibesar-besarkan. Versi lain mengatakan bahwa Siti Jenar sebenarnya bukan bukan orang Jawa, tetapi dari Malaka. Ada pula yang mengatakan bahwa Siti Jenar adalah putra bangsawnan Cirebon. Dan versi terakhir barangkali lebih masuk akal, Siti Jenar adalah rakyat biasa namun ia memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Meskipun cerdas dan bahkan melebihi para Sunan, ia tetap tidak bisa disejajarkan dengan para Sunan tersebut karena ia berasal dari kaum Sudra. Inilah yang membuatnya berontak, melawan aturan keningratan agama, dan timbul sebagai simbol anti kemapanan.
Yang disampaikan dalam ajaran Syekh Siti Jenar adalah ajaran ingsun yang radikal, yang mengajarkan kesamaan tuntas antara pembicara dan Allah. Siti Jenar terus menamakan badan materiial (jism) Allah yang sebenarnya tidak ada. Para wali menolak pendapat itu dan menganggap Siti Jenar seorang yang menyimpang dari kebenaran. Sunan Giri ketua Muktamar, menyatakan bahwa hanya Allah-lah yang berhak atas gelar prabu satmata (Yang Maha Tahu) yang dituntut oleh Siti Jenar, tak seorangpun sama dengan Allah.
Lalu Siti Jenar diusir dari Giri, selanjutnya Siti Jenar membuka padepokan sendiri di Krendhasawa (dekat Cirebon) dan mengajarkan ilmunya kepada orang-orang di
sekitarnya. Ajaran yang disampaikan Siti Jenar dianggap sesat oleh para wali, karena dinilai telah menyimpang dari akidah. Hal tersebut ditambah dengan sikap muridnya yang suka membuat keributan di tempat-tempat umum.
Terasa perbedaan jelas antara ajaran Syekh Siti Jenar dan ajaran para wali lainnya. Syekh Siti Jenar dituduh menyebarkan ajaran esoteris kepada rakyat jelata dan atas dasar itu ia ditindak, ini tidak berarti bahwa ajaran itu sama dengan ajaran para wali lainnya. Sekalipun salah seorang wali dikemudian hari dibujuk dan mengakui bahwa Siti Jenar memang benar, tetapi bahwa itu semua tidak boleh disebarluaskan, karena itu bertentangan dengan perintah raja, maka ia terus ditegur.[3]
Akhirnya wali songo membujuk Sultan Demak Bintoro agar menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar. Akhirnya Siti Jenar pun dijatuhi hukuman mati, dan para wali sendiri yang bertindak melakukan eksekusi tersebut. Karena bagaimanapun juga, Siti Jenar dianggap masyarakat waktu itu sebagai wali.
Namun Siti Jenar lebih memilih caranya sendiri untuk mati. Ia telah memiliki ilmu yang sempurna tentang kematian hingga ia mematikan dirinya sendiri atas kehendak Tuhan. Kejadian itu membuat takjub para wali dan membuatnya sadar bahwa yang diajarkan Syekh Siti Jenar selama ini benar adanya. Mereka secara sportif mau belajar tentang ilmu kesempurnaan makrifat dari Siti Jenar ini.  Salah satunya adalah Sunan Kudus yang belajar pada Ki Ageng Pengging alias Ki Kebo Kenanga salah seorang murid sekaligus teman Siti Jenar.[4]






BAB III
KESIMPULAN

Pemikiran tasawuf As-Singkili dapat dilihat antara lain pada persoalan merekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Ajaran tasawufnya mirip dengan tasawuf Hamzah Fansuri dengan Ar-Raniri yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki yakni Allah. Sedangakan alam ciptaanya bukanwujud hakiki tetapi bayangan dari  hakiki. Menurutnya jelaslah alam berbeda dengan Allah. Beliau juga mempunyai pemikiran tentang zikir, zikir menurut pandngannya usaha melepaskn diri dari lalai dan lupa.
Yang disampaikan dalam ajaran Syekh Siti Jenar adalah ajaran ingsun yang radikal, yang mengajarkan kesamaan tuntas antara pembicara dan Allah. Siti Jenar terus menamakan badan materiial (jism) Allah yang sebenarnya tidak ada


















DAFTAR PUSATAKA

Abdullah, Nawash. 1999, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara, Surabaya: Al-Ikhlas.
Fathurrahman, Oman. 1999, Tanbih  Al-Masyi: Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdur Rauf Singkel di Aceh Abad 17, Bandung: Mizan.
Nassr, Sayyid Husein, 2003, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, penterj. Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan Media Utama.
Wahyudi, Agus, 2006,  Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syekh Siti Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Dian.
Zoet Mulder, P.J., 1990, Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme dan Monoisme dalam Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.



[1] Abdullah, Nawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1999), 80
[2]  Fathurrahman, Oman, Tanbih Al-Masyi: Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abad 17, (Bandung: Mizan, 1999), 268
[3] Wahyudi, Agus, Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syekh Siti Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Dian, 2006), 45
[4] Nassr, Sayyid Husein, Ensiklopedi Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi, penterj. Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan Media Utama, 2003), 25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar