A. PENDAHULUAN
Dunia pendidikan mengartikan
diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami
dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari
faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan
kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara
preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif
mungkin. Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan
diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat
kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya
perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan
masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi
kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat,
untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta
BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang
terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar
siswa.
Berkait dengan kegiatan diagnosis,
secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu
diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis yang mengklasifikasi masalah.
Diagnosa untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk dapat lebih banyak
mengerti masalah secara menyeluruh. Sedangkan diagnosis yang mengklasifikasi
masalahmerupakan pengelompokan masalah sesuai ragam dan sifatnya. Ada masalah
yang digolongkan kedalam masalah yang bersifat vokasional, pendidikan,
keuangan, kesehatan, keluarga dan kepribadian. Kesulitan belajar merupakan
problem yang nyaris dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan
suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk menggapai hasil belajar.
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut
Thorndik e dan Hagen , diagnosis dapat diartikan sebagai :[1]
a.
Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease)
apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama
mengenai gejala-gejalanya (symtoms);
b.
Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan
karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
c.
Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas
gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara
implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses
diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya,
serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan
juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan
tindakan pemecahannya.[2]
Bila kegiatan
diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut
sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar
gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi,
dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk
memecahkan masalah tersebut.
2.
Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar
Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan
kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri
dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley
(Abin S.M., 2002 : 309), tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
a.
Who are the
pupils having trouble ? (Siapa siswayang mengalami gangguan ?)
b.
Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?)
c.
Why are the
errors occur ? (Mengapa
kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
d.
What are
remedies are suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
e.
How can
errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)
Pendapat Roos dan Stanley tersebut
dapat dioperasionalisasikan dalam memecahkan masalah atau kesulitan belajar
mahasiswa dengan tahapan kegiatan sebagai berikut.[3]
a.
Mengidentifikasi mahasiswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar Identifikasi
mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan :
1)
Menganalisis prestasi belajar
Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan mengalami kesulitan
bila : pertama, indeks prestasi (IP) yang bersangkutan lebih rendah dibanding
IP rata-rata klasnya; kedua, prestasi yang dicapai sekarang lebih rendah dari
sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah kemampuan
sebenarnya.
2)
Menganalisis periaku yang berhubungan dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar dilakukan dengan : pertama, membandingkan perilaku yang bersangkutan
dengan perilaku mahasiswa lainnya yang berasal dari tingkat atau kelas yang
sama; kedua, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku yang
diharapkan oleh lembaga pendidikan.
3)
Menganalisis hubungan sosial
Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya dapat diketahui
dengan sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui individu-individu yang
terisolasi dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan salah satu indikator
kesulitan belajar.
b.
Melokalisasi letak kesulitan belajar
Setelah mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar
diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menelaah :
1) pada mata kuliah apa yang bersangkutan mengalami kesulitan;
2)
pada aspek tujuan pembelajaran yang mana kesulitan terjadi;
3)
pada bagian (ruang lingkup) materi yang mana kesulitan terjadi;
4)
pada segi-segi proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
c.
Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar
Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar
diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli dipandang sebagai
tahap yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar itu sangat
kompleks, sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna, meskipun oleh
seorang ahli sekalipun (Koestoer dan A. Hadisuparto, 1998 : 21). Teknik
pengungkapan faktor penyebab kesulita belajar dapat dilakukan dengan : 1)
observasi; 2) wawancara; 3) kuesioner; 4) skala sikap, 5) tes; dan 6)
pemeriksaan secara medis.
d.
Memperkirakan alternatif pertolongan
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan secara matang pada tahap ini adalah
sebagai berikut.
1) Apakah mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut masih mungkin
untuk ditolong ?
2)
Teknik apa
yang tepat untuk pertolongan tersebut ?
3)
Kapan
dan di mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ?
4)
Siapa saja
yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ?
5)
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut ?
e.
Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan
belajar
Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang meliputi : pertama,
teknik-teknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan belajar dan kedua,
teknik-teknik yang dipilih untuk mencegah agar kesulitan belajar tidak terjadi
lagi.
f.
Pelaksanaan pemberian pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap terakhir dari diagnosis kesulitan belajar
mahasiswa. Pada tahap apa saja yang telah ditetapkan pada tahap kelima
dilaksanakan.
3.
Karakteristik anak kesulitan belajar
Berbagai
masalah anak kesulitan belajar secara umum menyangkut kemampuan akademik dasar
seperti calistung (membaca,menulis, dan berhitung). Hal ini menyebabkan anak
kesulitan belajar sulit untuk diidentifikasi hingga mereka masuk sekolah dan
mengalami masalah prestasi akademis. Tanda anak yang mengidap kesulitan belajar
antara lain:[4]
a.
Perkembangan
terlambat
Secara performance anak yang jauh
tertinggal dengan teman seusianya menjadi indikator adanya kelainan
perkembangan pada anak berkesulitan belajar. Perkembangan ini menyangkut
keterlambatan berbahasa, misal: sulit mengerti kata -kata, sulitberbicara
sesuai dengan anak sebayanya. Keterlambatan ini juga bisa dilihat dari proses
pertumbuhanya, seperti terlambat berjalan atau terlambat berdiri. Hal lain,
ketertinggalan dalam memahami arah,mengenal bentuk huruf, pelafalan kata atau
hitungan. Hasil studi menunjukan anak yang terlambat perkembangannya juga
mengalami keterlambatan di sekolah.
b.
Penampilan
tak konsisten.
Anak kesulitan belajar mampu
melakukan soal matematika dari guru saat ini, tapi jika mendapat soal itu pada
pekan depan ia takmampu untuk menyelesaikannya. Kesulitan ini diprediksi
karenakemampuan mengingatnya. Ketidak-konsisten anak kesulitan belajar juga
bisa berupa tulisan yang jelek namun hasil lukisanya bagus, danbisa juga, lebih
bisa mengerjakan sesuatu dengan baik di rumahdaripada di sekolah.
c.
Kehilangan
minat belajar
Sebenarnya anak kesulitan belajar
suka belajar, namun antusiamenya kian berkurang begitu masuk sekolah
karenamengalami gangguan pemrosesan informasi yang butuh daya ingatdan
pengorganisasian informasi dalam jumlah besar. Tanda tandayang bisa dilihat
dengan jelas: suka menunda-nunda pekerjaan, sepertimengerjakan tugas belum
selesai dan mengatakan akanmengerjakannya di sekolah.
d.
Tak mencapai
prestasi seperti yang diharapkan
Adanya kesenjangan antara potensi
dan prestasi yangditunjukan anak dapat menjadi ciri utama bagi yang
mengalamikesulitan belajar. Misal, anak 8 tahun kelas tiga SD, dengan IQ 139
dengan kemampuanya bisa menguasai materi kelas 4 bahkan kelas 5.hambatan ini
disebabkan ketidakmampuan belajar mandiri.
e.
Masalah
tingkah laku yang menetap
Anak kesulitan belajar umumnya
mempunyai masalah perilaku. Masalah perilaku ini, seperti cepat mengambek dan
marah.Anak yang mengalami kesulitan persepsi visual dan bahasa akan
sulitmemahami dan mengingat informasi, sehingga sering terke san sukardiatur
dan kasar. Tingkah laku ini tentunya tidak disadari oleh anak.Kesulitan muncul
saat anak masuk sekolah, karena sekolah secarainten menuntutnya berperilaku
baik. Di sekolah mungkin ia berhasilmengendalikan diri, namun di rumah ada
peruba han mood yangmencolok. Hal ini yang menyebabkan anak learning
disabilitiessering dianggap keras kepala, malas, tak peka, tak bertanggung
jawab,dan tak mau bekerja sama.
f.
Kurangnya
kepercayaan diri dan harga diri
Anak sering menggangap dirinya bodoh
karena tak dapatmeraih prestasi yang baik di sekolah, tak dapat memenuhi
harapanorang tua, tak dapat diterima kelompok. Adanya rendah diri ini akanmenurunkan
motivasi akademis mereka. Anak kesulitan belajar rentan terhadap situasi yang
membuat mereka muda h putus asa dan berhentimencoba ( learned helpess).
Menurut
Sutjihati Somantri, tidak ada seperangkat karakteristikyang baku pada anak
kesulitan belajar, sebagian mungkin menunjuk padaaspek kognitif, dengan
masalah-masalah khusus seperti membaca,berhitung, dan bahkan berfikir. Masalah
lain bisa jadi berupa pada aspeksosial, seperti hubungan dengan orang lain,
konsep diri, dan perilakuperilaku yang tak layak. Sementara yang lainya mungkin
bermasalah pada aspek berbahasa, baik berupa kesulitan mengekspre sikan diri
secara lisanmaupun tertulis, atau dalam psikomotorik.[5]
Menurut
Ahmad Sudrajat kesulitan belajar dimanifestasikan dalamperilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif.Beberapa perilaku yang merupakan
manifestasi gejala kesulitan belajar,antara lain:[6]
a)
Menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai
yangdicapai oleh kelompoknya atau di
bawah potensi yang dimilikinya.
b)
Hasil yang
dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.Mungkin ada siswa yang
sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yangdiperolehnya selalu rendah
c)
Lambat dalam
melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalutertinggal dari
kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
d)
Menunjukkan
sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh,menentang, berpura-pura,
dusta dan sebagainya.e. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti:
membolos, datangterlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di
dalamatau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teraturdalam
kegiatan belajar, dan sebagainya.
e)
Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung,mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalammenghadapi situasi tertentu. Misalnya
dalam menghadapi nilairendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal,
dansebagainya
Problem Kesulitan Membaca (Disleksia)
Anak yang memiliki keterlambatan
kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali
struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan,
sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami
fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan).
Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah
dibacanya.[7]
Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan
dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali
bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.
Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca
adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis
keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang
menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan.
Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan
dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami
masalah dalam memahami maknanya.[8]
Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen
dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke
sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness).
Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak
laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak
sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai
contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak
penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang cerita berdasarkan
gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda
meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin
berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.[9]
Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka
kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan
bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :[10]
-
Membaca
dengan sangat lambat dan dengan enggan
-
Menyusuri
teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
-
Mengabaikan
suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
-
Menambahkan
kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
-
Membalik
urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
-
Mengganti
satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti
dalam konteksnya.
-
Menyusun
kata-kata yang tidak mempunyai arti.
-
Mengabaikan
tanda baca.
Kiat Mengatasi Problem
Dysleksia
Cara yang paling
sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar
membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak
akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu
untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka. Metode phonic
ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam
membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode
yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar
dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah
dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.
Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu
anak anda dengan phonic dan membaca: Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap
hari untuk membaca. Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah
marah hingga dapat memusatkan perhatian. Jangan melakukan sesuatu yang
berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas
menit sehari. Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak
satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat
pertama. Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan
benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan
kesalahan.
Jika dia
ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan. Ketika anda
membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan
kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau
karakter-karakter dalam cerita tersebut. Mulailah dengan membaca beberapa
halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing
anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa
yang akan terjadi selanjutnya. Variasikan aktivitas dengan meluangkan
beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas
membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita
tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut. Jangan
membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada
anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu.
Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.
Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik
atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di
sekolah.
Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli
ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen
yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik
yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien,
catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis
secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun
dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan
tangannya. Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis
(disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek.
Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan
juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus.
Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menulis. Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas,
keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak
untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan.
Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi
suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia
Untuk mengatasi problem dysgraphia
ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami
dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia
memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya
jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil
orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen
mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya
nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam. Sebagian ahli merasa bahwa
pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan
pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk
memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus
bersusah payah menulis dengan tangannya. Ada dua bagian dalam pendekatan ini.
Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang
mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk
menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).
Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:
Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi
catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat
mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :
- Melakukan tes secara lisan
- Mengerjakan
tes dengan pilihan ganda.
- Mengerjakan
tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas dengan cara
menegtik.
Bila strategi-strategi di atas
tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita
dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan
ujian tertulis. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan
ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus
bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan
nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi
untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka
ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan
diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang
anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena
pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko
membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa
karena pekerjaan sekolah.
Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)
Berhitung merupakan kemampuan yang
digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu,
membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa
berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan :
membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya. kemampuan untuk
membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif. kemampuan
untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok. ingatan jangka pendek untuk
meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.
kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau
system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh. Meskipun banyak masalah
yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai
keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya
mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi
aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Anak yang mengalami problem
dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung.
Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya
saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai
gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus
berikut.
Seorang anak bersama Jesica (sepuluh
tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran
matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada
mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan
memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut
:Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram
apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia
berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru
bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25
dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya
kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak
yang mengalami problem “dyscalculia”.
Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia
Seperti halnya problem kesulitan
menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan
beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil
jalan pintas. Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang
intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”.
Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer
tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan
belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan
ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi
pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem
dyscalculia tersebut. Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana
Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem
dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini
sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan
kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.
4.
Bantuan guru
pembimbing bagi anak kesulitan belaja
Bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia, kenyataan menunjukkan bahwa
manusia di dalam kehidupan seringkali menghadapi persoalan silih berganti,
persolan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain timbul, demikian
seterusnya. Berdasarkan atas kenyataan bahwa manusia itu tidak sama satu sama
lainnya baik sifat maupun kemampuannya. Maka ada manusia yang sanggup mengatasi
persoalan tanpa bantuan dari orang lain maupun pihak lain, tetapi tidak sedikit
manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalan tanpa adanya bantuan orang lain.
[11]
Peserta didik di sekolah biasanya
juga memiliki masalah-masalah khususnya masalah dalam menerima atau juga
memproses suatu materi pelajaran ke dalam pikirannya. Bimbingan dan konseling
dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih
lanjut. Oleh karena itu individu yang mepunyai pribadi yang sehat selalu
berusaha bersikap positif terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya, untuk
mewujudkan sikap yang positif diperlukan anak didik yang berdiri sendiri
sebagai pribadi yang mandiri, bebas dan mantap. Anak didik yang seperti ini
akan terhindar dari keragu-raguan dan ketakutan serta penuh dengan hal-hal yang
positif dalam dirinya seperti kreatifitas, sportifitas dan lain sebagainya dan
mampu mengatasi masalah masalah sendiri misalnya masalah kesulitan
belajar.
Masalah kesulitan belajar yang
sering dialami oleh para peserta didik di sekolah, merupakan masalah
penting yang perlu mendapat perhatian yang serius di kalangan para peserta
pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami oleh para
peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif, baik bagi siswa sendiri
maupun lingkungannya. Untuk mencegah dampak negatif yang timbul karena
kesulitan belajar yang dialami peserta didik, maka para pendidik harus waspada
terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh peserta
didiknya. Masalah belajar yang sering timbul dikalangan
peserta didik, misalnya masalah pengaturan waktu belajar, memilih cara
belajar yang efektif dan efisien, menggunakan buku-buku referensi, cara belajar
kelompok, bagaimana mempersiapkan diri mengahadapi ujian, memilih jurusan atau
mata pelajaran yang cocok dengan minat bakat yang dimilikinya, dari
masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan program pelayanan bimbingan dan
konseling untuk membantu para peserta didik agar mereka dapat berhasil dalam
belajar.
Dalam belajar mengajar guru/pendidik
sering menghadapi masalah adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti
pelajaran dengan lancar, ada siswa yang meperoleh prestasi belajar yang rendah,
meskipun telah diusahakan untuk belajar dengan seabaik-baiknya, guru atau
pendidik sering menghadapi dan menemukan peserta didik yang mengalami kesulitan
dalam belajar, untuk menghadapi peserta didik yang kesulitan belajar, pemahaman
utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya,
merupakan dasar dalam usaha meberikan bantuan dan bimbingan yang tepat.
Kesulitan belajar yang dialami peserta didik itu akan termanifestasi dalam
berbagai macam gejala, misalnya menunjukan hasil belajar yang rendah, hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, lambat dalam melakukan
tugas-tugas belajar, menunjukan sikap yang kurang wajar, menunjukan tingkah
laku yang berkelaianan.[12]
Melalui pelayanan bimbingan dan
konseling diharapkan siswa dapat mengalami perkembangan yang optimal baik
secara akademis, psikologis dan sosial. Perkembangan yang optimal secara
akademis diharapkan peserta didik mampu mencapai prestasi belajar yang baik dan
optimal sesuai dengan kemampuan, perkembangan yang optimal ditandai dengan
perkembangan kesehatan yang memadai, sedangkan perkembang optimal dari segi
sosial bertujuan agar setiap peserta didik dapat mencapai penyesuaian diri dan
memiliki kemampuan sosial yang optimal.
Dari uraian di atas telah jelas
diuraikan bahwa bimbingan dan konseling sangat diperlukan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan belajar siswa, sehingga siswa dapat meperoleh prestasi yang
baik. Dengan perolehan prestasi yang baik maka tujuan pendidikan nasional akan
tercapai, dan juga dapat berguna bagi kehidupan sehari-hari yang bahagia dengan
ilmu-ilmu yang dimilikinya.
C. PENUTUP.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas dapat di simpulkan bahwa Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan
kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri
dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis.
Tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
f.
Who are the
pupils having trouble ? (Siapa siswayang mengalami gangguan ?)
g.
Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?)
h.
Why are the
errors occur ? (Mengapa
kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
i.
What are
remedies are suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
j.
How can
errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)
Dalam hal peran bk dalam mengatasi anak kesulitan belajar, melalui
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan siswa dapat mengalami perkembangan
yang optimal baik secara akademis, psikologis dan sosial. Perkembangan yang
optimal secara akademis diharapkan peserta didik mampu mencapai prestasi
belajar yang baik dan optimal sesuai dengan kemampuan, perkembangan yang
optimal ditandai dengan perkembangan kesehatan yang memadai, sedangkan
perkembang optimal dari segi sosial bertujuan agar setiap peserta didik dapat
mencapai penyesuaian diri dan memiliki kemampuan sosial yang optimal. Sehingga
melihat kenyataan yang ada di lingkungan kita sekarang tentunya bimbingan dan
konseling sangat diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa,
sehingga siswa dapat meperoleh prestasi yang baik. Dengan perolehan prestasi
yang baik maka tujuan pendidikan nasional akan tercapai, dan juga dapat berguna
bagi kehidupan sehari-hari yang bahagia dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Mulyono, 1995, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:
PLB, FIP, IKIP Jakarta.
Munawir
yusuf, Pendidikan bagi anak denga problema belajar, Tiga Serangkai,
Bandung, 2009,
Mif.Baihaqi
dkk, Memahami dan membantu Anak ADHD, Penerbit .Refika Aditama, BAndung,
2010
Mohamad
Asrori, Psikologi Pembelajaran, CV. Wacana Prima, Bandung, 2007
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2207185-karakteristik-anak-kesulitan-belajar/
http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45
http://www.mojokertocyber.com/keluarga-kita/634-mengatasi-masalah-anak-sulit-belajar
[1] Munawir yusuf, Pendidikan bagi
anak denga problema belajar, Tiga Serangkai, Bandung, 2009, h.132
[5] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2207185-karakteristik-anak-kesulitan-belajar/#ixzz1gZnaDLue
[7] Mif.Baihaqi dkk, Memahami dan
membantu Anak ADHD, Penerbit .Refika Aditama, BAndung, 2010, h. 199
[10] Abdurrahman, Mulyono, 1995, Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PLB, FIP, IKIP Jakarta.
h.72-73
[11]http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar